PT Pekanbaru Tolak Banding 2 Pengusaha Sawit di Kawasan Hutan Lindung Rohil yang Digugat Yayasan Wasinus: Sawit Ditebang, Dikembalikan ke Negara!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru menolak permohonan banding dua pengusaha kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan lindung di Kabupaten Rokan Hilir. Kedua pengusaha tersebut yakni Edison Napitupulu dan Bonar Sianipar yang sebelumnya sudah dinyatakan melakukan perbuatan hukum (PMH) yakni melakukan ahli fungsi dan penguasaan hutan secara tidak sah untuk pembangunan kebun kelapa sawit berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir.
Perkara lingkungan ini diajukan Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus), sebuah organisasi pecinta lingkungan (hutan) yang concern menempuh upaya litigasi terhadap para perambah hutan ilegal.
"Menolak permohonan banding dari pembanding yang sebelumnya tergugat," demikian amar putusan banding majelis hakim yang diunggah di website SIPP Pengadilan Negeri Rokan Hilir, Senin (21/2/2022).
Perkara banding atas nama Edison Napitupulu diputuskan pada 14 Februari 2022 lalu dengan nomor registrasi perkara: 10/PDT-LH/2022/PT PBR. Bertindak sebagai majelis hakim yakni Baktar Jubri Nasution sebagai ketua serta Jumongkas Lumban Gaol dan Admiral sebagai hakim anggota.
Dalam amar putusannya, hakim banding Baktar Jubri dkk menguatkan putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir sebelumnya dengan nomor: 1/Pdt.G/LH/2021/PN Rhl tanggal 7 Desember 2021. Dalam putusan PN Rohil tersebut, majelis hakim menyatakan status objek sengketa seluas lebih kurang 756 hektar yang dikuasai Edison Napitupulu adalah merupakan kawasan hutan lindung. Atas tindakan tersebut, hakim pun menghukum tergugat Edison supaya memulihkan kembali kawasan hutan seperti keadaan semula dengan cara menebang seluruh tanaman kelapa sawit dan menggantinya dengan tanaman kehutanan.
"Dan setelah itu menyerahkan objek sengketa kepada Negara Republik Indonesia yakni melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia," demikian kutipan putusan hakim.
Hakim juga menghukum Edison untuk menanggung seluruh biaya pemulihan objek sengketa dan membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10 juta per hari kepada negara apabila tergugat lalai melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Sementara putusan banding yang ditolak hakim atas permohonan Bonar Sianipar ditetapkan pada Kamis (17/2/2022) lalu dengan nomor register perkara: 11/PDT-LH/2022/PT PBR. Putusan ini ditetapkan oleh trio majelis hakim banding yang diketuai oleh Jumongkas Lumban Gaol dan dua anggota majelis hakim Baktar Jubri Nasution serta Admiral.
Tri hakim banding Jumongkas dkk dalam amar putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir nomor: 5/Pdt.G/LH/2021/PN Rhl tanggal 7 Desember 2021. Berdasarkan putusan PN Rohil tersebut, Bonar Sianipar telah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dengan mengalihfungsikan dan menguasai kawasan hutan lindung secara tidak sah seluas 1.605 hektar untuk perkebunan kelapa sawit.
Majelis hakim PN Rohil juga menghukum Bonar untuk memulihkan kembali kawasan hutan itu seperti keadaan semula dengan cara menebang seluruh tanaman kelapa sawit yang ada di atas objek sengketa dan menggantinya dengan tanaman kehutanan. Selanjutnya, lahan yang sudah dipulihkan itu harus diserahkan kembali ke negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
"Menghukum tergugat untuk menanggung seluruh biaya pemulihan objek sengketa dan membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10 juta per hari kepada negara apabila tergugat lalai melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," demikian putusan PN Rohil yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
SabangMerauke News belum dapat mengonfirmasi Edison Napitupulu dan Bonar Sianipar terkait upaya hukum yang akan ditempuhnya setelah permohonan banding ditolak oleh majelis hakim PT Pekanbaru. (*)