Tuding Diam-diam Hentikan Penyidikan Dugaan SPPD Fiktif DPRD Rohil, Formasi Riau Ketiga Kalinya Gugat Kapolda-Kajati-KPK
SabangMerauke News, Pekanbaru - Perkumpulan Forum Masyarakat Bersih (Formasi) Riau kembali mendaftarkan permohonan gugatan praperadilan terkait dugaan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi SPPD fiktif DPRD Rokan Hilir tahun anggaran 2017. Gugatan telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan nomor register perkara: 1/Pid.Pra/2022/PN Pbr tanggal 16 Februari lalu.
Ini merupakan gugatan kali ketiga yang diajukan Formasi Riau, setelah dua permohonan praperadilan sebelumnya yang diajukan pada 2021 lalu tidak dapat diterima oleh majelis hakim PN Pekanbaru.
Adapun pemohon gugatan ini yakni Dr Nurul Huda dan Heri Kurnia. Sementara, tiga pihak termohon yang digugat yakni Kapolda Riau, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Seperti kami sampaikan sebelumnya, 100 kali pun gugatan kami ditolak, maka kami akan ajukan 1.000 kali lagi gugatan. Sampai kasus dugaan korupsi ini diusut sampai tuntas," kata Nurul Huda kepada SabangMerauke News, pekan lalu.
Berdasarkan pantauan di website SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (21/2/2022), sidang perdana gugatan ini akan digelar pada Senin (7/3/2022) mendatang.
Formasi Riau dalam permohonannya menggugat dugaan penghentikan penyelidikan atau penyidikan kasus tersebut oleh Polda Riau secara materiil dan diam-diam.
"Bahwa pengusutan dugaan SPPD fiktif massal DPRD Rohil telah berlangsung sejak 26 September 2018. Akan tetapi hingga Februari 2022, proses hukumnya masih dalam tahap penyidikan dan belum ada yang ditetapkan menjadi tersangka," demikian petikan isi permohonan gugatan praperadilan Formasi Riau.
Formasi Riau menilai Polda Riau sebagai termohon I tidak serius dalam mengusut tuntas dugaan korupsi SPPD fiktif DPRD Rohil, meski hasil audit BPK Riau telah memaparkan adanya dugaan awal tindak pidana korupsi yang terjadi.
Sementara, KPK sebagai termohon III dinilai lalai dalam melakukan supervisi terhadap penanganan perkara tersebut. Padahal, salah satu fungsi lembaga ini yakni melakukan supervisi penanganan kasus tipikor di lembaga penegakan hukum lainnya.
"Termohon III (KPK , red) tidak cukup serius melakukan supervisi dan koordinasi kepada termohon I sehingga pengusutan dugaan tipikor sejak 2017 menjadi berlarut-larut," tulis Formasi Riau dalam gugatannya.
Diwartakan sebelumnya, hakim tunggal Pengadilan Negeri Pekanbaru, Dr Dahlan SH, MH menolak permohonan gugatan praperadilan penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif anggota DPRD Rokan Hilir periode 2014-2019, Kamis (23/12/2021) lalu. Hakim Dahlan dalam putusannya menilai kasus tersebut belum dihentikan penyidikannya, melainkan penyidikan perkara itu masih berlanjut di Polda Riau.
"Menolak gugatan praperadilan pemohon," kata Dahlan.
Gugatan praperadilan tersebut dilayangkan oleh Forum Masyarakat Bersih (Formasi) Riau. Ini merupakan kali kedua gugatan praperadilan ditolak, setelah pada Mei lalu PN Pekanbaru juga sudah menolak gugatan yang sama.
Ketua Formasi Riau, Dr Muhammad Nurul Huda SH, MH menanggapi santai penolakan gugatannya oleh PN Pekanbaru. Ia menghormati putusan hakim Dahlan, meski tidak sepakat dengan putusan tersebut.
"Saya yakin kelak akan ada hakim yang mengabulkan gugatan kami. Ketika kasus ini mangkrak, maka harusnya ada kepastian kasus ini lanjut atau tidak. Hakim idealnya mempertimbangkan ke hal itu," kata Nurul yang merupakan dosen Fakultas Hukum kampus ternama di Riau ini.
Formasi Riau mengidentifikasi kalau penyelidikan kasus SPPD diduga fiktif itu telah dilakukan pada 31 Juli 2018 lalu yakni dengan terbitnya laporan informasi nomor: R/LI-85/VII/RES/3.3.5/2018 oleh Polda Riau. Dengan demikian kasus tersebut sudah bergulir 3 tahun lamanya.
Sekretaris Formasi Riau, Heri Kurnia SE menjelaskan sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD Rohil periode 2014-2019 telah dimintai keterangan oleh penyidik Polda Riau. Diduga kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 9 miliar.
KPK Apresiasi Gugatan Formasi Riau
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyatakan telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus dugaan korupsi perjalanan dinas diduga fiktif anggota DPRD Rokan Hilir periode 2014-2019. SPDP tersebut diterima dari Polda Riau.
"Sekitar dua bulan lalu, Kejati telah menerima SPDP-nya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Riau, Marvelous menjawab SabangMerauke News ikhwal proses perkembangan kasus tersebut, Senin (20/12/2021) lalu.
Menurut Marvelous di dalam SPDP tersebut tidak dicantumkan nama-nama tersangka dalam perkara kasus tersebut.
"Tidak ada pencantuman nama (tersangka, red)," jelas Marvelous.
Sebelumnya Kapolda Riau saat dijabat Irjen Pol Agung melalui kuasanya Laila Nur, SH dkk kepada media menyatakan tidak benar penyidikan kasus tersebut telah dihentikan. Katanya, penyidikan masih tetap berlanjut dan telah mengirim SPDP ke Kejati Riau tanggal 28 Mei 2021 dengan Nomor: SPDP/43/V/RES.3.3/2021/Reskrimsus.
Perwakilan KPK, R. Natalia SH, Martin Septiano, SH dkk justru menyampaikan apresiasi kepada Formasi Riau yang telah menempuh gugatan praperadilan dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Selanjutnya KPK telah melakukan supervisi kepada Polda Riau untuk memantau pengusutan tersebut," jelasnya. (*)