Cegah Transaksi dan Konflik Kepentingan, ICW Usul Jokowi Kirimkan Calon Tunggal Pengganti Firli ke DPR
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan calon tunggal untuk mengisi kursi kosong pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Calon tersebut akan menggantikan Firli Bahuri yang mengundurkan diri karena terlibat kasus pemerasan.
Peneliti ICW Diky Anandya mengatakan, Jokowi idealnya hanya mengirimkan calon tunggal pengganti Firli ke DPR. Calon tunggal itu untuk mencegah adanya transaksi hingga konflik kepentingan yang melibatkan calon pimpinan KPK jika nama yang disodorkan Jokowi lebih dari satu orang.
“Presiden sebaiknya mengirimkan calon tunggal kepada Komisi III DPR RI. Ini untuk mencegah adanya tukar menukar kepentingan antara dua calon dengan anggota legislatif," kata Diky, Senin (15/1/2024).
Merujuk pada mekanisme formal yang diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentan KPK, presiden akan mengajukan calon anggota pengganti kepada DPR RI yang sebelumnya tidak terpilih dalam proses seleksi pada 2019.
Saat ini, tersisa empat nama calon, yakni, Sigit Danang Joyo, Lutfhi Jayadi Kurniawan, I Nyoman Wara, dan Roby Arya B.
Dari empat nama tersebut, kata Diky, Presiden harus mempertimbangkan jumlah suara yang diperoleh calon anggota pengganti pada saat proses uji kelayakan pada 2019.
“Atau, sederhananya, menggunakan metode Urut Kacang. Hal ini penting agar selaras dengan historis seleksi sebelumnya,” ungkap dia.
"Oleh sebab itu, jika diurutkan dari yang tertinggi, maka urutannya Sigit Danang Joyo (19 suara), Lutfhi Jayadi Kurniawan (7 suara), I Nyoman Wara (0 suara), dan Roby Arya B (0 suara)," sambungnya.
ICW juga mendesak Jokowi untuk memperhatikan rekam jejak calon pengganti Firli yang akan disodorkan kepada DPR. ICW meminta sosok pengganti Firli harus memiliki integritas dan jauh dari riwayat pelanggaran hukum dan etika.
"Presiden harus benar-benar memastikan calon yang dikirimkan ke DPR tidak lagi mengulangi kesalahan pada tahun 2019 lalu. Di mana, dari sepuluh nama yang disetorkan Presiden beberapa waktu lalu kepada DPR masih terdapat nama Firli dan Lili Pintauli Siregar. Keduanya diketahui dinyatakan bersalah oleh Dewan Pengawas karena terbukti melanggar kode etik," jelas Diky. (*)