Perusahaan Sawit di Riau PT Jatim Jaya Perkasa Gugat Profesor IPB Bambang Hero, Ini Respon Keras BEM Fakultas Kehutanan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Gugatan perusahaan kelapa sawit di Riau yakni PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) terhadap Profesor Bambang Hero Suharja di Pengadilan Negeri Cibinong memicu reaksi keras kalangan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan (Fahutan) IPB menyatakan keprihatinannya dan siap mengawal perjuangan Profesor Bambang dalam menghadapi gugatan perusahaan.
"BEM Fahutan menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung dan membersamai Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo selaku Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan dalam perjuangannya menghadapi gugatan kedua terkait kasus kebakaran hutan dan lahan," demikian pernyataan BEM Fahutan IPB yang diunggah lewat akun Instagram @bemfahutanipb, Kamis (11/1/2023).
Postingan pernyataan sikap BEM Fahutan IPB tersebut telah menyita perhatian banyak warganet. Lebih dari 2.500 netizen ikut memberikan dukungan dan turut prihatin terhadap gugatan PT JJP terhadap Profesor Bambang Hero.
Sebelumnya, diwartakan sebuah perusahaan kelapa sawit di Rokan Hilir, Riau menggugat guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ke pengadilan. Perusahaan tersebut yakni PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) yang telah mendaftarkan gugatannya terhadap Profesor Bambang Hero Suharjo di Pengadilan Negeri Cibinong.
Pantauan SabangMerauke News pada laman SIPP Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, PT Jatim Jaya Perkasa mendaftarkan perkara gugatannya pada 2 Januari 2024 lalu dengan nomor register: 6/Pdt.G/2024/PN Cbi. Gugatan yang didaftarkan terklasifikasi sebagai gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).
PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) mendaftarkan gugatan lewat kuasa hukumnya Eliasar Daniel Pantun Lumbanbatu. Sementara, pihak tergugat yakni Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M. Agr yang merupakan guru besar IPB bidang kehutanan.
Pengadilan Negeri (PN) Cibinong telah menjadwalkan sidang perdana gugatan ini digelar pada Rabu, 17 Januari 2024 mendatang.
Laman SIPP Pengadilan Negeri Cibinong belum memuat secara utuh soal substansi gugatannya terhadap Profesor Bambang. Namun, disebut-sebut gugatan tersebut dilayangkan karena perusahaan keberatan atas keterangan ahli Profesor Bambang dalam sidang perkara kebakaran hutan lahan perkebunan perusahaan di Riau pada 2013 lalu.
Saat itu, lahan kebun PT JJP mengalami kebakaran mencapai 1.000 hektare. Kementerian LHK lantas menggugat PT JJP ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Profesor Bambang diminta oleh KLHK menjadi ahli dalam perkara tersebut, terutama dalam menghitung kerugian akibat terbakarnya lahan perusahaan.
Dalam tiga tingkatan pengadilan, mulai dari pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung, PT JJP selalu kalah. Bahkan, peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh PT JJP telah ditolak oleh Mahkamah Agung pada 2020 silam.
Mahkamah Agung dalam putusannya menolak kasasi PT JJP dan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta lewat putusan kasasi nomor 1095 K/Pdt/2018 tanggal 28 Juni 2018.
Adapun putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yakni menghukum PT JJP membayar ganti kerugian materiil secara tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara sebesar Rp119.888.500.000.
Selain itu, pengadilan memerintahkan PT JJP untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas 1.000 hektar yang berada di dalam wilayah izin usaha untuk dibudidaya perkebunan kelapa sawit.
"Menghukum tergugat (PT JJP) untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 1.000 hektar dengan biaya Rp371.137.000.000,- sehingga lahan dapat
difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian putusan PT Jakarta yang telah inkrah tersebut.
Penegakan Hukum Lingkungan Tidak Tegas
BEM Fahutan IPB dalam pernyataan sikapnya menyebut, para pembela lingkungan dilindungi haknya berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 dan Pasal 66. Pada Pasal 66 UU tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat didasarkan pada itikad baik tidak bisa dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.
BEM menyinggung kasus-kasus pembungkaman yang dalam kepustakaan hukum lingkungan dikenal dengan nama Srategic Lawsuit Agains Public Participation (SLAPP). Menurut mereka, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mendukung program Anti-SLAPP yang dapat menjadi tameng besar dan kuat atas gugatan yang diarahkan kepada Profesor Bambang sebagai Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University sebagai saksi ahli KLHK terkait kebakaran hutan dan lahan.
"Saksi ahli KLHK sebagai pembela lingkungan hidup wajib mendapat perlindungan penuh secara hukum mengingat permasalahan yang ditangani mengacu kepada keilmuan yang ditekuni yaitu kebakaran hutan dan lahan, atau dengan kata lain merupakan keilmuan yang pasti," demikian pernyataan BEM Fahutan IPB.
BEM Fahutan IPB juga menyinggung soal langkah PT JJP yang pada 17 September 2018 lalu pernah menggugat Profesor Bambang di Pengadilan Negeri Cibinong dalam nomor perkara 223/Pdt.G/2018/PN Cbi. Namun entah apa sebabnya, gugatan tersebut pada 24 Oktober 2018 dicabut perusahaan. Berselang enam tahun kemudian, secara mengejutkan PT JJP kembali menggugat Profesor Bambang di PN Cibinong.
BEM Fahutan IPB menilai, gugatan PT JJP terhadap Profesor Bambang menimbulkan keprihatinan terutama terkait kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan keadilan. Kejadian ini menegaskan pentingnya meninjau dan meningkatkan sistem penegakan hukum untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap putusan pengadilan serta perlindungan lingkungan yang lebih efektif.
"Dengan digugatnya kembali Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo selaku saksi ahli kebakaran hutan yang diutus KLHK sekaligus Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University oleh PT Jatim Jaya Perkasa, maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku kerusakan lingkungan masih kurang tegas dalam menegakkan keadilan. Peristiwa ini menjadi bukti nyata keprihatinan perusahaan dalam mematuhi aturan dan sanksi yang diberikan serta kurangnya bentuk perlindungan kepada saksi ahli," tegas BEM Fahutan IPB.
Berikut pernyataan sikap BEM Fahutan IPB atas gugatan PT JJP terhadap Profesor Bambang:
1. Menolak keras segala bentuk intervensi ketidakadilan apapun kepada seorang saksi yakni Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo
2. Pengkajian ulang secara masif dan tepat oleh pengadilan terkait gugatan PT Jatim Jaya Perkasa yang menggugat saksi ahli yakni Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo
3. Mengajak seluruh KM Fahutan, KM IPB, dan masyarakat untuk turut mengawal secara aktif terhadap gugatan kedua kasus kebakaran hutan dan lahan PT Jatim Jaya Perkasa
4. Meminta kepada Pemerintah Indonesia dan badan hukum lainnya untuk memberi perlindungan hukum kepada tergugat baik sebagai saksi ahli maupun akademisi dalam kasus ini.
5. BEM Fahutan IPB menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung dan membersamai Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo selaku Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan dalam perjuangannya menghadapi gugatan kedua terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. BEM Fahutan akan secara aktif terlibat dalam menyediakan dukungan moral dan apresiasi atas keterlibatannya sebagai saksi ahli lingkungan hidup. BEM Fahutan berharap dengan semangat keadilan dan keberlanjutan lingkungan, kasus ini dapat berlangsung secara adil dan transparan serta berakhir dengan bijaksana.
PT JJP Pernah Cabut Gugatan
Gugatan PT JJP terhadap Profesor Bambang ini sebenarnya bukan kali pertama dilakukan. Namun, pada tahun 2018 lalu, PT JJP juga sudah pernah menggugat Profesor Bambang ke PN Cibinong dengan nomor register perkara: 223/Pdt.G/2018/PN.Cbi.
Kala itu gugatan ini sempat membuat heboh dunia hukum karena Bambang yang merupakan ahli kehutanan digugat mencapai Rp510 miliar. Gugatan tersebut oleh sejumlah kalangan, khususnya aktivis lingkungan dinilai sebagai kriminalisasi korporasi sawit terhadap akademisi yang memberikan keterangan ahli di pengadilan.
Namun entah mengapa, di tengah jalan PT JJP justru mengajukan pencabutan gugatan. Saat itu memang santer beredar kabar kalau pencabutan gugatan hanya merupakan strategi perusahaan, karena JJP diduga sedang mempersiapkan gugatan baru terhadap Profesor Bambang. Sidang putusan pencabutan gugatan PT JJP digelar PN Cibinong pada 24 Oktober 2018 silam.
Saat itu Humas Pengadilan Negeri Cibinong Bambang Setiawan menyebut dengan pencabutan gugatan tersebut, artinya perkara itu kembali ke nol.
Dengan kata lain, Profesor Bambang untuk sementara terbebas dari segala tuntutan, termasuk gugatan biaya ganti rugi sebesar Rp 510 miliar.
"Saya tekankan 'sementara' karena posisinya baru pencabutan. Kalau suatu saat nanti masuk lagi itu hak dia (PT JJP). Tapi untuk sementara, kasus ini selesai disini," tutur Bambang kala itu.
Pencabutan gugatan yang dilakukan PT JJP terhadap Bambang hanya bersifat sementara. Pihak PT JJP berdalih, ada sejumlah dokumen pembuktian yang harus diperbaiki dalam perkara itu.
Kuasa Hukum PT Jatim Jaya Perkasa Didik Harsono pun tidak banyak berkomentar atas keputusan kliennya (PT JJP) terkait pencabutan gugatan tersebut.
"Saya enggak perlu komentar. Kita lihat ke depan seperti apa. Kita lihat saja nanti, belum bisa kasih komentar," kata Didik kala itu.
Namun entah mengapa, setelah 5 tahun usai gugatan dicabut, kini PT JJP kembali menggugat Profesor Bambang ke PN Cibinong. (*)