Sepak Terjang Profesor Bambang Hero, Ahli Kehutanan IPB yang Digugat Perusahaan Sawit di Riau PT Jatim Jaya Perkasa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Nama Profesor Bambang Hero Suharjo kembali jadi perbincangan publik. Secara mengejutkan, guru besar bidang kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB University) ini digugat oleh perusahaan kelapa sawit di Rokan Hilir, Riau, yakni PT Jatim Jaya Perkasa (JJP). Gugatan dilayangkan PT JJP di Pengadilan Negeri Cibinong.
Pantauan SabangMerauke News pada laman SIPP Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, PT Jatim Jaya Perkasa mendaftarkan perkara gugatannya pada 2 Januari 2024 lalu dengan nomor register: 6/Pdt.G/2024/PN Cbi. Gugatan yang didaftarkan terklasifikasi sebagai gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).
Laman SIPP Pengadilan Negeri Cibinong belum memuat secara utuh soal substansi gugatannya terhadap Profesor Bambang. Namun, disebut-sebut gugatan tersebut dilayangkan karena perusahaan keberatan atas keterangan ahli Profesor Bambang dalam sidang perkara kebakaran hutan lahan perkebunan perusahaan di Riau pada 2013 lalu.
Lantas, siapa dan bagaimana sepak terjang Profesor Bambang Hero?
Bambang Hero merupakan dosen Fakultas Kehutanan di IPB. Ia merupakan ilmuwan yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di tingkat internasional. Pada 2019 silam, Profesor Bambang mendapatkan anugerah John Maddox Prize 2019.
Anugerah John Maddox Prize telah diberikan selama 8 tahun terakhir kepada para ilmuwan yang gigih mempertahankan pendapatnya berdasarkan fakta ilmiah yang diperolehnya berdasarkan penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan. Anugerah tersebut diserahkan di London, Selasa, 12 November 2019. Bambang berhasil menyisihkan 206 calon terpilih yang berasal dari 38 negara.
Ia ditetapkan sebagai pemenang karena kegigihannya menggunakan data penelitiannya sebagai bukti untuk melawan pandangan yang salah terkait dengan kebakaran hutan di Indonesia.
Bambang Hero Saharjo merupakan spesialis forensik api di Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Guru Besar dalam bidang Perlindungan Hutan di IPB. Ia merupakan pria kelahiran Jambi, 10 November 1964.
Bambang diketahui menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 1987. Sementara, Pendidikan Master (S2) ia tempuh di Divisi Pertanian Tropis (Division of Tropical Agriculture) Kyoto University pada tahun 1996.
Setelah itu, ia melanjutkan jenjang S3 di Laboratorium Tropical Forest Resources and Environment, Division of Forest and Biomaterial Science Kyoto University tahun 1999.
Sebelum menerima penghargaan bergengsi tersebut, Bambang telah menerima berbagai penghargaan lainnya.
Tahun 2001, ia pernah menerima penghargaan Tanda Kehormatan Stayalencana Karya Satya 10 tahun, Canadian Forest Service (CFS) Merit Award dari Canadian Forest Service-Natural Resource Canada tahun 2004. Tahun 2006, ia terpilih menjadi dosen berprestasi III IPB dan Dosen Berpretasi I Fakultas Kehutanan IPB.
Pejuang Hutan Indonesia
Selama membantu pemerintah sebagai saksi ahli dalam kasus kebakaran hutan dan lahan, Bambang tak luput dari teror dan ancaman pembunuhan.
Bahkan, beberapa oknum nekat datang ke kampus tempatnya bekerja untuk menghentikan langkahnya menyelamatkan hutan Indonesia.
Namun, semua itu tak menyurutkan langkahnya. Ia terus gigih mengumpulkan bukti persidangan pidana terhadap perusahaan yang dituduh menggunakan metode tebang dan bakar untuk membersihkan lahan gambut untuk tanaman komersial seperti minyak kelapa sawit, kayu pulp dan pohon karet.
“Jika saya berhenti maka saya akan sama dengan mereka. Saya harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah," ucap Bambang dalam sebuah wawancara dengan The Guardian terkait penghargaan yang diterimanya.
Kini, atas perjuangannya menyelamatkan hutan Indonesia yang tersisa, Profesor Bambang kembali menghadapi gugatan di PN Cibinong. Disebut-sebut gugatan tersebut dilayangkan karena PT Jatim Jaya Perkasa keberatan atas keterangan ahli Profesor Bambang dalam sidang perkara kebakaran hutan lahan perkebunan perusahaan di Riau pada 2013 lalu.
Saat itu, lahan kebun PT JJP mengalami kebakaran mencapai 1.000 hektare. Kementerian LHK lantas menggugat PT JJP ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Profesor Bambang diminta oleh KLHK menjadi ahli dalam perkara tersebut, terutama dalam menghitung kerugian akibat terbakarnya lahan perusahaan.
Dalam tiga tingkatan pengadilan, mulai dari pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung, PT JJP selalu kalah. Bahkan, peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh PT JJP telah ditolak oleh Mahkamah Agung pada 2020 silam.
Mahkamah Agung dalam putusannya menolak kasasi PT JJP dan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta lewat putusan kasasi nomor 1095 K/Pdt/2018 tanggal 28 Juni 2018.
Adapun putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yakni menghukum PT JJP membayar ganti kerugian materiil secara tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara sebesar Rp119.888.500.000.
Selain itu, pengadilan memerintahkan PT JJP untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas 1.000 hektar yang berada di dalam wilayah izin usaha untuk dibudidaya perkebunan kelapa sawit.
"Menghukum tergugat (PT JJP) untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 1.000 hektar dengan biaya Rp371.137.000.000,- sehingga lahan dapat
difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian putusan PT Jakarta yang telah inkrah tersebut.
Media ini belum dapat mengonfirmasi manajemen dan kuasa hukum PT JJP atas gugatan terbaru yang didaftarkan tersebut.
Pernah Cabut Gugatan
Gugatan PT JJP terhadap Profesor Bambang ini sebenarnya bukan kali pertama dilakukan. Namun, pada tahun 2018 lalu, PT JJP juga sudah pernah menggugat Profesor Bambang ke PN Cibinong dengan nomor register perkara: 223/Pdt.G/2018/PN.Cbi.
Kala itu gugatan ini sempat membuat heboh dunia hukum karena Bambang yang merupakan ahli kehutanan digugat mencapai Rp510 miliar. Gugatan tersebut oleh sejumlah kalangan, khususnya aktivis lingkungan dinilai sebagai kriminalisasi korporasi sawit terhadap akademisi yang memberikan keterangan ahli di pengadilan.
Namun entah mengapa, di tengah jalan PT JJP justru mengajukan pencabutan gugatan. Saat itu memang santer beredar kabar kalau pencabutan gugatan hanya merupakan strategi perusahaan, karena JJP diduga sedang mempersiapkan gugatan baru terhadap Profesor Bambang. Sidang putusan pencabutan gugatan PT JJP digelar PN Cibinong pada 24 Oktober 2018 silam.
Saat itu Humas Pengadilan Negeri Cibinong Bambang Setiawan menyebut dengan pencabutan gugatan tersebut, artinya perkara itu kembali ke nol.
Dengan kata lain, Profesor Bambang untuk sementara terbebas dari segala tuntutan, termasuk gugatan biaya ganti rugi sebesar Rp 510 miliar.
"Saya tekankan 'sementara' karena posisinya baru pencabutan. Kalau suatu saat nanti masuk lagi itu hak dia (PT JJP). Tapi untuk sementara, kasus ini selesai disini," tutur Bambang kala itu.
Pencabutan gugatan yang dilakukan PT JJP terhadap Bambang hanya bersifat sementara. Pihak PT JJP berdalih, ada sejumlah dokumen pembuktian yang harus diperbaiki dalam perkara itu.
Kuasa Hukum PT Jatim Jaya Perkasa Didik Harsono saat itu tidak banyak berkomentar atas keputusan kliennya (PT JJP) mencabut gugatan tersebut.
"Saya enggak perlu komentar. Kita lihat ke depan seperti apa. Kita lihat saja nanti, belum bisa kasih komentar," kata Didik kala itu.
Namun entah mengapa, setelah 5 tahun usai gugatan dicabut, kini PT JJP kembali menggugat Profesor Bambang ke PN Cibinong. (*)