Pimpinan Dewan Jelaskan Salah Kaprah Tudingan Perampasan Jabatan Ketua DPRD Pekanbaru Hamdani
SABANGMERAUKE, Riau - Tiga pimpinan DPRD Pekanbaru mengklarifikasi isu liar salah kaprah perampasan jabatan Ketua DPRD Pekanbaru, Hamdani. Tidak ada satu pun alasan dan kekuatan apapun di negara ini yang bisa merampas jatah kursi Ketua DPRD yang merupakan hak partai pemenang pemilihan umum legislatif.
"Perlu kami meluruskan opini liar yang berkembang dan dikembangkan di tengah masyarakat Pekanbaru. Bahwa tidak ada yang bisa merampas posisi Ketua DPRD Pekanbaru karena itu memang merupakan hak dari partai pemenang pemilu legislatif 2019 lalu," kata Wakil Ketua DPRD Pekanbaru, Ginda Burnama dalam konferensi pers yang digelar, Senin (8/11/2021).
Ginda menggelar jumpa pers bersama dua pimpinan DPRD Pekanbaru yakni Tengku Azwendi Fajri (TAF) dan Nofrizal.
Ginda menyatakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan peraih suara terbanyak dalam pemilu legislatif di Kota Pekanbaru pada 2019 lalu. Secara otomatis kursi DPRD Pekanbaru menjadi hak penuh PKS. PKS memiliki wewenang penuh menunjuk kadernya sebagai Ketua DPRD.
"Partai-partai melalui fraksinya di DPRD amat memahami ketentuan tersebut. Tidak mungkin dan tidak ada dasarnya membegal jabatan kursi Ketua DPRD Pekanbaru. Itu haknya PKS sebagai pemenang pemilu. Jadi, mohon agar publik tidak terkecoh dengan informasi yang menuding jabatan Ketua DPRD dirampas. Itu tak mungkin, pijakan kita undang-undang," kata Ginda.
Tengku Azwendi Fajri (TAF) menjelaskan kepemimpinan DPRD bersifat kolektif kolegial. DPRD Pekanbaru dipimpin oleh 4 orang unsur pimpinan yang merupakan empat besar peraih suara terbanyak dalam pemilu 2019 lalu. Pimpinan DPRD melakukan fungsi fasilitator dan konsultator mengakomodir aspirasi dari seluruh anggota DPRD Pekanbaru.
"Semua anggota DPRD itu memiliki keberadaan yang sama. Karena semua anggota DPRD dipilih oleh masyarakat. Soal posisi jabatan itu adalah penugasan partai," kata TAF.
Soal adanya keputusan pemberhentian Ketua DPRD Pekanbaru Hamdani, menurut TAF hal tersebut juga adalah merupakan keputusan kelembagaan DPRD yang disahkan lewat rapat paripurna, sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di DPRD. Penyampaian hasil kerja Badan Kehormatan dilakukan lewat forum paripurna dan selanjutnya diagendakan paripurna untuk meminta persetujuan Dewan.
"Semuanya harus kita letakkan dalam landasan hukum dan peraturan. Rangkaian proses itu (rekomendasi BK, red) seluruhnya didasarkan oleh petunjuk tata tertib DPRD, kode etik dan Peraturan Pemerintah nomor 12 Tthun 2018. Semua sudah ada prosedur dan tahapan yang sudah dilalui, ujar TAF.
Nofrizal menambahkan, rapat paripurna pemberhentian Ketua DPRD Kota Pekanbaru adalah proses yang sudah sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku dan bukan aturan yang dibuat-buat.
"Ketika Ketua DPRD Kota Pekanbaru diberhentikan, maka tiga pimpinan Dewan lainnya menjalankan aktivitas sesuai dengan aturan dengan sistem kolektif kolegial," jelas Nofrizal.
DPRD Pekanbaru telah memberhentikan Hamdani dari jabatan Ketua DPRD Pekanbaru lewat rapat paripurna Selasa (2/11/2021) lalu. Ini berawal dari hasil kerja Badan Kehormatan DPRD yang menyebut Hamdani melakukan pelanggaran sumpah dan janji jabatan, kode etik dan tata tertib DPRD. Hamdani yang merupakan anggota Fraksi PKS dikategorikan melakukan pelanggaran sedang.
DPRD telah menyurati Gubernur Riau untuk memberitahukan pemberhentian Hamdani tersebut. DPRD berharap Gubernur Riau dan PKS menindaklanjuti keputusan kelembagaan DPRD yang sudah ditetapkan untuk mengakhiri gonjang-ganjing dan isu-isu liar yang sengaja dikembangkan. (*)
BERITA TERKAIT :
Mosi Tak Percaya
Badan Kehormatan Copot Ketua DPRD Pekanbaru Hamdani