Menikah Harus dengan yang Sekufu? Ini Penjelasannya Dalam Islam
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Ungkapan menikah harus dengan yang sekufu sudah santer terdengar. Tapi banyak yang salah mengartikan kata sekufu ini.
Hal yang dimaksud dengan sekufu adalah kesetaraan. Artinya ada kesetaraan dan kesamaan antara calon suami dengan calon istri dalam hal-hal tertentu. Misalnya, sekufu dalam hal harta, yakni kekayaan calon suami kurang lebih setara dengan kekayaan istri.
Dilansir Konsultasisyariah.com, sekufu atau setara yang disepakati ulama bahkan bisa menyebabkan pernikahan tidak sah jika tidak diperhatikan, yakni kesetaraan dalam agama.
Setara dalam agama artinya agama calon suami dan istri itu sama. Seorang Muslimah hanya setara dengan seorang Muslim.
Para ulama sepakat bahwa seorang wanita Muslim tidak boleh menikah dengan laki-laki kafir (Tanya Jawab Masalah Nikah dari A sampai Z hal 150, terbitan Media Hidayah).
Sedangkan kesetaraan dalam masalah yang lainnya diperselisihkan oleh para ulama, apakah perlu diperhatikan ataukah tidak.
Pernikahan yang tidak dilandasi oleh kesetaraan (selain sekufu dalam agama dan menjaga kehormatan) itu tidaklah haram. Setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan wanita-wanita yang haram dinikahi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
"Dan dihalalkan bagi kamu perempuan selain itu (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina …" (QS An-Nisa: 24)
Dampak negatif pernikahan yang tidak dilandasi kesetaraan adalah timbulnya dampak bagi pihak perempuan dan walinya. Kalau seandainya pihak perempuan dan walinya ridha dengan aib yang ditanggungnya, maka akad nikah sah.
Demikianlah pendapat ulama yang beranggapan bahwa sekufu dalam selain masalah agama adalah masalah yang urgen. (Tanya Jawab Masalah Nikah dari A dari Z hal 167)
Dalil ulama yang berpendapat adanya sekufu dalam masalah harta adalah sebagai berikut:
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلاَ يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتَقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لاَ مَالَ لَهُ انْكِحِى أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ ».
فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ « انْكِحِى أُسَامَةَ ». فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ بِهِ.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah binti Qais tentang dua orang yang telah melamarnya: "Abu Jahm adalah orang yang suka memukul istrinya. Sedangkan Muawiyah adalah orang yang tidak berharta. Menikahlah dengan Usamah." Sebenarnya aku tidak suka dengan Usamah namun sekali lagi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Menikahlah dengan Usamah." Ahirnya aku menikah dengannya. Dengan sebab tersebut Allah memberikan kebaikan yang banyak sehingga aku merasa beruntung." (HR Muslim nomor 3770 dari Fathimah binti Qois)
Dari Buraidah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya kemulian orang yang hidup di dunia adalah dengan harta." (HR Ahmad nomor 23109, sanadnya kuat menurut Syekh Syuaib Al Arnauth)
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ أَحْسَابَ أَهْلِ الدُّنْيَا هَذَا الْمَالُ ».
Di antara dalil yang digunakan oleh para ulama yang berpendapat bahwa sekufu dalam harta itu tidak teranggap adalah hadits dalam Shahih Bukhari. Dalam riwayat tersebut disebukan bahwa Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud meminta izin kepada Rasulullah untuk memberikan sedekah kepada suaminya. Kejadian ini menunjukan bahwa Zainab itu jauh lebih kaya dibandingkan Ibnu Mas'ud. (Lihat Tanya Jawab Masalah Nikah dari A Sampai Z halaman 161–163)
Ringkasnya, punya kewajiban menghormati orang yang memilih pendapat adanya sekufu dalam masalah harta dalam pernikahan. Oleh karena itu, dinasihatkan kepada orang yang mendapat musibah karena hal ini untuk bersabar. Sesungguhnya dunia itu tidaklah selebar daun kelor.
Meski pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan tidak adanya sekufu dalam masalah harta dalam pernikahan.
Muhammad bin Ismail Ash-Shan'ani mengatakan, "Terdapat perselisihan yang banyak di antara para ulama tentang sekufu yang harus diperhatikan dalam pernikahan. Pendapat yang kuat adalah pendapat Zaid bin Ali dan Malik. Juga terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa hal ini adalah pendapat Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Sirin, Umar bin Abdul Aziz dan salah satu pendapat An-Nashir.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu." (QS Al Hujurat: 13)
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم الناس ولد آدم وآدم من تراب
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Semua manusia adalah keturunan Adam dan Adam itu tercipta dari tanah." (HR Ibnu Saad dalam Thabaqat dan dinilai hasan oleh Syekh Al Albani dalam Silsilah Shahihah nomor 1009. Subulus Salam al Mushilah ila Bulugh Maram 6/58, terbitan Dar Ibnul Jauzi Riyadh cetakan keempat 1424 H)
Pendapat ini menjelaskan bahwa sekufu yang teranggap dalam pernikahan hanyalah agama mengingat firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam tersebut. (*)