Pejabat Riau Pamer Bagi-bagi Bantuan untuk Korban Banjir, Tapi Abai Cegah Kerusakan Lingkungan, Akademisi: Pencitraan Politis!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Aksi bagi-bagi bantuan sembako untuk warga korban banjir oleh sejumlah kepala daerah di Riau dinilai sangat politis. Tindakan itu dinilai sekadar pencitraan yang kian menunjukkan betapa lemahnya pemimpin daerah dalam mencegah faktor penyebab banjir yakni kerusakan lingkungan dan alam.
"Bagi-bagi sembako itu kegiatan politis. Bagi masyarakat yang biasa hidup di pinggir sungai, banjir secara alami telah dianggap sebagai siklus hidup. Maka aneh jika ada pejabat yang bagi-bagi sembako itu," kata akademisi Dr Rawa El Amady, Minggu (7/1/2024).
Ia menilai, pembagian sembako hanyalah upaya karikatif dan seremonial belaka. Bagi masyarakat hal itu memang dibutuhkan dalam jangka pendek, namun tidak menyelesaikan masalah pokok yang menyebabkan bencana banjir terjadi.
"Harusnya pemerintah menyelesaikan masalah banjir tersebut. Mencegah faktor pemicunya dan secara tegas melakukan tindakan," kata Rawa.
Antropolog alumnus Universitas Indonesia ini menyatakan, bencana banjir terjadi karena akumulasi sejumlah persoalan lingkungan dan kehutanan yang rusak di Riau. Salah satunya yakni kelalaian pada upaya pelestarian lingkungan dan implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tak berjalan semestinya.
Menurut Rawa, jajaran kepala daerah di Riau, baik gubernur, bupati dan wali kota lalai dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam. Pemerintah malah mengabaikan daya tampung lingkungan.
"Banjir yang disebabkan oleh hilangnya hutan. Itu sepenuhnya tanggungjawab pemerintah," tegasnya.
Ia menjelaskan, penerbitan izin-izin untuk eksploitasi sumber daya alam, khususnya di sektor kehutanan menjadi biang kerok bencana banjir di Riau.
Rawa bahkan memprediksi aneka bencana alam lain bakal terus terjadi di Riau, seiring massifnya alih fungsi hutan penyangga, termasuk hutan lindung dan konservasi di Riau.
"Kelihatannya pemerintah tak berdaya dalam mengendalikannya. Oleh sebab itu, ketika banjir datang, maka jurus yang paling simpel dan memikat itu sekadar hanya bagi-bagi sembako saja," kata Rawa.
Ia juga menyindir kepatuhan otoritas pemerintah terhadap aturan perizinan bangunan di kawasan perkotaan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau. Penerbitan izin bangunan dilakukan secara ugal-ugalan.
"Jadi akar masalahnya sangat kompleks dari hulu hingga hilir. Di hulu, hutan dirusak secara massif. Sementara di hilir perizinan bangunan tak terkendali dan terkesan ugal-ugalan. Akibatnya, bencana banjir menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial dibanding klaim investasi yang digembar-gemborkan pemerintah," pungkas Rawa. (KB-09/Malik)