Begini Kejamnya Belanda di Indonesia 1945-1950: Seratus Ribu Nyawa Tewas, Pemerkosaan Marak Terjadi
SabangMerauke News, Jakarta - Program penelitian "Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia, 1945-1950" mengungkap kekejaman Belanda terhadap Indonesia selama perang pascakemerdekaan tahun 1945 hingga 1950.
Penelitian tersebut menyatakan Pemerintah Belanda berambisi menguasai kembali Indonesia usai Jepang kalah pada Perang Dunia II. Pengerahan pasukan militer Belanda ke Indonesia disertai dengan kekerasan ekstrem, ungkap penelitian itu.
"Akibat kekerasan tingkat tinggi yang berulang, perang kemerdekaan Indonesia tidak hanya menghasilkan korban luka dan kematian yang tak terhingga, tetapi juga korban kekerasan fisik di luar perang dalam jumlah besar, seperti penyiksaan, pemerkosaan, penahanan yang tak manusiawi," dikutip dari rangkuman penelitian di situs web www.ind45-50.org.
Penelitian tersebut pun mengungkap berbagai bentuk intimidasi, seperti pembakaran kampung dan penghancuran pasokan makanan. Ada pula efek sosial ekonomi akibat blokade perlayaran yang berdampak pada melambatnya rekonstruksi Indonesia pascakekalahan Jepang.
Studi ini tidak bisa mengungkap angka pasti korban perang pada 1945-1950. Akan tetapi, mereka menyatakan korban dari pihak Indonesia lebih besar dibandingkan dari sisi Belanda.
Penelitian tersebut mengutip indikasi jumlah korban yang tertera di berbagai literatur, yaitu 100 ribu orang Indonesia tewas dalam perang itu. Dalam Agresi Militer Belanda II pada 1948 saja, 46 ribu orang pejuang Indonesia tercatat tewas.
"Sebaliknya, jumlah kematian pada sisi Belanda bisa dihitung secara adil dan akurat, mulai dari jumlah prajurit yang terbunuh: 5.300 tewas, termasuk sejumlah orang Indonesia yang berada di pihak Belanda. Kurang lebih setengah dari mereka tewas dalam perang, sedangkan lainnya meninggal karena penyakit dan kecelakaan," tutur para peneliti.
Penelitian itu menyimpulkan kekejaman perang yang dilakukan Belanda merupakan hasil dukungan berbagai elemen negara. Mereka menyebut kekerasan ekstrem bukan hanya tanggung jawab militer, melainkan aktor-aktor pemerintahan.
"Program riset ini telah menunjukkan bahwa para aktor di pihak Belanda -politisi, tentara, pelayan publik, hakim, dan lainnya- menunjukkan kerelaan kolektif yang secara sistematis membiarkan, membenarkan, dan membiarkan kekerasan ekstrem tak diadili demi memaksakan niat mereka kepada lawan dan memenangkan perang," dikutip dari penelitian.
Penelitian "Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia, 1945-1950" dikerjakan oleh Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara dan Karibia (KITLV), Institut Belanda untuk Sejarah Militer (NIMH), dan Institut Belanda untuk Studi Perang, Holocaust, dan Genosida (NIOD). Penelitian ini dipublikasikan pada Februari 2022 dan telah mendapat persetujuan Pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda juga sudah menyatakan permintaan maaf kepada Indonesia secara terbuka. Mereka pun meminta maaf kepada rakyat Belanda yang menanggung konsekuensi perang 1945-1950.
"Hari ini, atas nama pemerintah Belanda, saya menyampaikan permintaan maaf terdalam saya kepada rakyat Indonesia atas kekerasan sistematis dan ekstrem dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu," kata Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada jumpa pers, dikutip dari AFP. (*)