Negara Ini Tebar Uang ke Rakyatnya Agar Mau Punya Anak, Tapi Warganya Tak Tergiur
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Selama bertahun-tahun, Korea Selatan bereksperimen untuk meyakinkan perempuan agar punya lebih banyak anak. Kebanyakan melibatkan uang tunai.
Namun riset menemukan, langkah tersebut tak bakal berpengaruh meningkatkan angka kelahiran. Kenapa?
Mulai 2022, pemerintah memberikan 2 juta won atau setara lebih dari Rp23 juta untuk keluarga untuk setiap anak yang lahir dan membantu orang tua dalam memenuhi biaya kehamilan.
Tahun ini, besaran dana tersebut meningkat menjadi 3 juta won atau setara lebih dari Rp35 juta untuk anak kedua atau lebih dan 5 juta won atau lebih dari Rp58 juta untuk anak kembar.
Namun, mengacu pada survei yang dilakukan oleh Institut Perawatan dan Pendidikan Anak Korea di bawah Kantor Perdana Menteri, sebesar 37,7 persen responden mengaku tidak akan memiliki anak tambahan meskipun pemerintah menawarkan bonus tunai yang diperbesar besarannya.
Dilihat dari survei tersebut, ada peningkatan hampir 10 poin persentase bagi masyarakat yang memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun terdapat peningkatan bonus biaya dari pemerintah.
Survei tersebut menargetkan 2.000 orang yang telah menerima manfaat untuk anak-anak mereka, dan hasilnya diungkap pada Jumat (5/1/2024).
"Meningkatkan bonus tunai dapat meningkatkan tingkat kepuasan penerima kebijakan dan membantu perekonomian rumah tangga mereka, namun kepuasan tersebut tidak bertahan lama dan kebijakan tersebut diperkirakan tidak akan mendorong kelahiran tambahan dalam jangka panjang," kata lembaga tersebut dalam laporannya, dikutip dari The Korea Times.
Peneliti senior dari institut yang menulis penelitian tersebut, Lee Yoon-jin, menyebut kebijakan bonus tunai tampaknya tidak banyak berpengaruh dalam mendorong masyarakat memutuskan untuk memiliki lebih banyak anak.
Menurut Lee Yoon-jin, tingkat kesuburan di Korea akan terus menurun bahkan setelah pemerintah menerapkan kebijakan tersebut.
"Selain itu, meningkatnya tanggapan negatif terhadap tambahan kelahiran anak disebabkan oleh inflasi yang terjadi baru-baru ini. Hal ini menyiratkan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan peningkatan dramatis terhadap jumlah yang ditawarkan," tutur Lee.
Lee menyoroti, bagi warga yang berusia 20 tahunan, alasan terbesar ogah punya anak adalah pendapatan per bulan yang mencapai kurang dari 3 juta won, serta beban keuangan yang besar.
"Orang-orang ini menunjukkan kesediaannya untuk memiliki anak lagi jika jumlah bonusnya meningkat," ujarnya.
Pada 2022, Korea mencatat tingkat kesuburan total sebesar 0,78, melampaui rekor sebelumnya sebagai negara dengan tingkat kesuburan terendah di dunia. Karena kondisi itulah, berbagai instansi pemerintah maupun perusahaan swasta merancang kebijakan terkait upaya mengatasi penurunan angka kesuburan secara signifikan.
Mereka khawatir, angka kelahiran yang anjlok akan mempercepat jurang demografi dan berdampak pada penurunan besar populasi pekerja. (*)