Termasuk Riau, Ini Daftar 48 Daerah yang Penunjukan Pj Kepala Daerah Berpotensi Ditunda Efek Putusan MK
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan uji materi untuk sebagian terkait pemotongan masa jabatan kepala daerah yang terpilih pada tahun 2018 namun baru dilantik di tahun 2019. Putusan yang teregister dengan perkara nomor 143/PUU-XXI/2023 membuka peluang penundaan penunjukkan Penjabat (Pj) Kepala Daerah yang rencananya akan ditetapkan paling lambat 31 Desember 2023 mendatang.
Atas putusan MK tersebut, kuasa hukum pemohon gugatan di antaranya Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Febri Diansyah meminta Kementerian Dalam Negeri menunda penunjukan penjabat (Pj) 48 kepala daerah yang seyogianya habis masa jabatannya pada 2024.
"Kementerian Dalam Negeri dapat langsung menindaklanjuti isi putusan Mahkamah Konstitusi ini, dengan cara menunda penunjukan dan pelantikan Para Penjabat (Pj) Kepala Daerah sampai dengan akhir masa jabatan para kepala daerah yang dipilih pada Pemilu 2018 dan dilantik pada 2019 selesai," kata Febri dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/12/2023).
Febri mengatakan putusan MK ini tak hanya berdampak pada masa jabatan para kepala daerah yang menjadi pemohon gugatan.
Febri merinci 48 kepala daerah itu terdiri dari empat gubernur dan wakil gubernur, delapan wali kota dan wakil wali kota, serta 36 bupati dan wakil bupati yang dipilih pada Pemilu 2018, namun baru dilantik pada 2019.
Ia menegaskan bahwa Putusan MK bukan memberikan perpanjangan masa jabatan para kepala daerah yang terdampak, melainkan memberikan kepastian hukum kepada para kepala daerah untuk tetap menjalankan lima tahun masa jabatannya.
Febri berharap para kepala daerah dapat memaksimalkan masa jabatannya dengan menuntaskan program-program dan janji politik di daerahnya masing-masing.
Salah satu daerah yang penunjukan Pj Kepala Daerahnya berpotensi ditunda efek putusan MK tersebut yakni Provinsi Riau. Masa jabatan Gubernur Riau Edy Natar Nasution yang semua ditetapkan berakhir pada 31 Desember 2023 ini, berpeluang akan tetap menjabat hingga 20 Februari 2024 mendatang.
Soalnya, pasangan Syamsuar-Edy Natar terpilih dalam Pilkada Riau pada 2018, namun baru dilantik kemudian pada 20 Februari 2019.
SabangMerauke News telah meminta konfirmasi kepada Kapuspen Kemendagri, Benni Irwan ikhwal tindak lanjut atas putusan MK tersebut. Namun Benno belum memberikan respon.
Sebelumnya, MK menyatakan pemotongan masa jabatan kepala daerah akibat pilkada serentak merugikan hak konstitusional sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Hal tersebut dinyatakan dalam putusan gugatan uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Gugatan ini diajukan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.
MK menyatakan Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang menyebut bahwa "gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023" bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Selanjutnya MK memperbaharui norma pasal tersebut menjadi “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023; dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019, memegang jabatan selama 5 tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024”. Adapun pemungutan suara serentak nasional yang dimaksud yakni pilkada 2024 yang dijadwalkan pada Oktober 2024 mendatang.
Para pemohon terpilih sebagai kepala daerah dari hasil pemilihan tahun 2018 dan baru dilantik pada tahun 2019. Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah karena masa jabatannya terpotong atau tidak penuh 5 tahun.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK melihat ada kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah/ wakil kepala daerah yang dipilih tahun 2018, tetapi baru dilantik pada tahun 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah/ wakil kepala daerah sebelumnya.
Menurut MK, ketentuan norma Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan memberikan perlakuan berbeda di hadapan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh para pemohon.
Berikut daftar 48 yang disebut terdampak dari putusan MK tersebut:
A. Gubernur dan Wakil Gubernur
1. Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur
2. Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku
3. Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Riau
4. Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung
B. Walikota dan Wakil Walikota
1. Wali kota dan Wakil Wali kota Subulussalam
2. Wali kota dan Wakil Wali kota Padang
3. Wali kota dan Wakil Wali kota Bogor
4. Wali kota dan Wakil Wali kota Tegal
5. Wali kota dan Wakil Wali kota Madiun
6. Wali kota dan Wakil Wali kota Probolinggo
7. Wali kota dan Wakil Wali kota Tarakan
8. Wali kota dan Wakil Wali kota Gorontalo
C. Bupati dan Wakil Bupati
1. Bupati dan Wakil Bupati Pidie Jaya
2. Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Utara
3. Bupati dan Wakil Bupati Deli Serdang
4. Bupati dan Wakil Bupati Dairi
5. Bupati dan Wakil Bupati Langkat
6. Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas
7. Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara
8. Bupati dan Wakil Bupati Ogan Komering Ilir
9. Bupati dan Wakil Bupati Cirebon
10. Bupati dan Wakil Bupati Ciamis
11. Bupati dan Wakil Bupati Garut
12. Bupati dan Wakil Bupati Tegal
13. Bupati dan Wakil Bupati Magelang
14. Bupati dan Wakil Bupati Sampang
15. Bupati dan Wakil Bupati Lombok Barat
16. Bupati dan Wakil Bupati Timor Tengah Selatan
17. Bupati dan Wakil Bupati Kupang
18. Bupati dan Wakil Bupati Ende
19. Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao
20. Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya
21. Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Timur
22. Bupati dan Wakil Bupati Sanggau
23. Bupati dan Wakil Bupati Mempawah
24. Bupati dan Wakil Bupati Kubu Raya
25. Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas
26. Bupati dan Wakil Bupati Tabalong
27. Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud
28. Bupati dan Wakil Bupati Donggala
29. Bupati dan Wakil Bupati Wajo
30. Bupati dan Wakil Bupati Luwu
31. Bupati dan Wakil Bupati Pinrang
32. Bupati dan Wakil Bupati Kolaka
33. Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar
34. Bupati dan Wakil Bupati Biak Numfor
35. Bupati dan Wakil Bupati Mimika
36. Bupati dan Wakil Bupati Deiyai. (*)