Tajuk Redaksi
Menggugat Ulang Kesungguhan Menteri LHK Siti Nurbaya di Hutan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Putusan Mahkamah Agung (MA) pada 3 Oktober 2023 lalu, mengentak Gedung Manggala Wanabakti, markas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya berkantor. MA pada hari itu menolak kasasi Menteri LHK, Dirjen Gakkum KLHK dan Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) atas gugatan yang digencarkan Yayasan Riau Madani.
Akar masalahnya yakni keberadaan perkebunanan kelapa sawit ilegal seluas 1.200 hektare di hutan konservasi TNTN. Menteri LHK dkk dinilai lalai dalam melakukan pengamanan TNTN sehingga kebun sawit bebas berdiri dan terus menghasilkan pundi-pundi hingga saat ini. Entah kemana pengelola kebun sawit itu membayar pajak.
Disebut-sebut, keberadaan kebun kelapa sawit ilegal tersebut terkait dengan korporasi besar. Yayasan Riau Madani menduga ada keterlibatan PT Inti Indosawit Subur (IIS). Hal itu didasarkan hasil citra satelit yang menunjukkan adanya kesamaan kebun sawit milik PT IIS dengan objek yang digugat. Mulai dari penampakan blok sawit dan infrastruktur jalan kebun. Lokasi kebun sawit PT IIS memang berbatasan langsung dengan objek perkara yang berada di TNTN.
Manajemen PT IIS telah membantah pihaknya terkait dengan kebun sawit yang menjadi objek gugatan Yayasan Riau Madani. PT IIS yang terafiliasi dengan Asian Agri tersebut merasa pemberitaan yang mengaitkan dengan perusahaan telah merugikan pihaknya.
MA dalam putusannya telah memerintahkan agar Menteri LHK dan Dirjen Gakkum KLHK melakukan penegakan hukum di bidang kehutanan dengan menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup sebagian area TNTN khususnya pada areal perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektare, melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan tindakan penegakan hukum lainnya.
Tapi apa daya, putusan MA itu tampaknya tak semulus yang diharapkan. Sejak dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) berdasarkan penetapan Ketua PTUN Pekanbaru pada 27 November lalu, Menteri LHK tak kunjung melaksanakan putusan MA tersebut. Kabarnya, Menteri LHK malah akan menempuh upaya Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA tersebut.
Pasca putusan MA tersebut terbit, jajaran pejabat Kementerian LHK, termasuk Menteri Siti Nurbaya tak kunjung memberikan pernyataan. Pesan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News tak kunjung dibalas sejak pekan lalu.
Langkah Kementerian LHK yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda akan melaksanakan putusan MA sebenarnya bisa dibaca dari awal. Sejak diketuknya putusan perkara tingkat pertama di PTUN Pekanbaru dengan nomor: 26/G/TF/2022/ PTUN.PBR tanggal 15 November 2022, Menteri LHK dkk justru langsung menempuh upaya banding.
PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani dan menyatakan Menteri LHK telah melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan PTUN Pekanbaru disertai perintah untuk menebang kebun sawit dan menggantinya dengan tanaman kehutanan.
Meski banding merupakan hal yang lumrah dan menjadi haknya, namun seharusnya upaya hukum itu tak perlu ditempuh oleh Menteri LHK dkk. Bukankah putusan majelis hakim PTUN Pekanbaru itu memiliki tujuan mulia untuk menyelamatkan sisa hutan konservasi TNTN yang sudah porak-poranda? Apakah KLHK tidak merasa tugasnya telah terbantu oleh gugatan Yayasan Riau Madani yang dikabulkan oleh majelis hakim?
Faktanya, upaya hukum banding yang diajukan oleh Menteri LHK dkk ke PT TUN Medan pun telah mental. Pada Selasa, 21 Maret 2023 silam, majelis hakim PT TUN Medan dalam putusannya nomor: 26/B/TF/2023/PTTUN.MDN, menolak banding Menteri LHK dkk, sekaligus menguatkan putusan PTUN Pekanbaru.
Tak sampai di situ, Menteri LHK tampaknya belum mau menerima dengan logowo putusan pengadilan, hingga permainan pun terus berlanjut. Menteri LHK dkk kemudian mengajukan kasasi, hingga akhirnya pada 3 Oktober 2023 lalu, MA dalam putusannya nomor 359K/TUN/TF/2023 menolak kasasi yang diajukan Menteri LHK cs.
Tak cukup lagi bagi Menteri LHK untuk bertahan dalam sikapnya. Apalagi dengan mengandalkan Undang-undang Cipta Kerja sektor kehutanan dan turunannya sebagai tameng.
Putusan kasasi MA terbukti telah mengesampingkan dalil-dalil UU Cipta Kerja yang diajukan Menteri LHK, Dirjen Penegakan Hukum KLHK dan Kepala Balai TNTN dalam memori kasasi yang diajukan sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan putusan perkara uji materiil Nomor 91 Tahun 2021. Berdasarkan putusan MK, pemerintah dilarang untuk mengambil kebijakan dan langkah strategis sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU Cipta Kerja sebelum dilakukan perbaikan.
Apa Kabar RETN?
Sebenarnya, Menteri LHK Siti Nurbaya tak perlu ragu untuk melaksanakan putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Justru, upaya mengulur-ulur waktu akan menimbulkan stigma dan penilaian negatif publik atas kesungguhan Kementerian LHK menyelamatkan TNTN yang kadung sudah porak-poranda. Di atas kertas, luasan TNTN lebih 81 ribu hektare, tapi kini hanya tinggal segelintir saja yang masih berupa tegakan hutan.
Perintah MA agar Menteri LHK melakukan penindakan hukum terhadap kebun sawit seluas 1.200 hektare itu adalah jalan penting yang sangat konkret. Tindakan hukum, apalagi telah termaterai dalam putusan MA wajib untuk dilakukan.
Bandingkan dengan upaya Menteri LHK yang pada 2016 lalu telah membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN). Kita tidak tahu apa perkembangan dan hasil kerja dari tim RETN ini, selain agenda dari rapat ke rapat.
Faktanya, sejak Tim RETN dibentuk, tak terlihat perkembangan yang signifikan terhadap upaya penyelamatan TNTN. Entah sudah berapa anggaran negara yang dikucurkan untuk program dengan dalih revitalisasi TNTN.
Kita juga sempat dihebohkan oleh kampanye massif Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN PSDA). Bahkan, gerakan ini dipelopori oleh lembaga sekelas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan turut dibekingi institusi Kejaksaan Agung Mabes Polri dan Panglima TNI. Belasan institusi lintas kementerian ikut di dalamnya.
GN PSDA sempat menjadikan TNTN sebagai objek percobaan aksinya. Namun, belakangan tak ada lagi langkah-langkah terukur yang pernah kita didengar. Apalagi KPK saat ini lebih sibuk mengurusi masalah internal di lembaganya sendiri.
Bagi Menteri LHK, tampaknya tak ada pilihan lain yang bisa dilakukan, selain segera mengeksekusi secara sukarela putusan MA atas kebun sawit seluas 1.200 hektare tersebut.
Sudahlah, ketimbang sibuk melakukan razia dan gerebek sana sini, seperti yang dilakukan bulan lalu di TNTN, lebih baik lakukan saja apa yang sudah ada di depan mata.
Publik menanti agenda restorasi dan gerakan perubahan seperti yang menjadi jargon klasik Partai NasDem, partai tempat bernaung Ibu Menteri. (*)