Komisaris PT Adimulia Agrolestari Akui Ada Pemberian Uang untuk Kakanwil BPN Riau, Sebut Pakai Duit 150 Ribu Dollar Singapura
SabangMerauke News, Pekanbaru - Dugaan pemberian uang kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir dalam proses pengurusan perpanjangan hak guna usaha PT Adimulia Agrolestari terkonfirmasi kembali dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (17/2/2022). Komisaris yang juga pemegang saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Widjaya mengaku mendapat permintaan pencairan uang dari terdakwa Sudarso untuk diberikan diduga kepada Syahrir.
"Benar, ada permintaan uang yang disampaikan terdakwa (Sudarso, red). Uang itu disebut Sudarso diberikan kepada Kepala BPN Riau," kata Frank Widjaya dalam kesaksian secara virtual via zoom meeting.
BERITA TERKAIT: Suap HGU PT Adimulia Agrolestasi: Kepala BPN Kampar Sutrilwan Sebut Uang Rp 75 Juta Bantuan untuk Perbaiki Plafon Kantor
Sebelumnya dalam persidangan dua pekan lalu, terdakwa Sudarso yang merupakan General Manager PT Adimulia Agrolestari dalam kesaksiannya menyebut telah menyerahkan uang sebesar Rp 1,2 miliar kepada Syahrir. Pemberian uang terkait dengan pengurusan perpanjangan HGU perusahaan yang akan habis masa konsesinya pada 2024 mendatang. Kata Sudarso, uang diserahkannya di rumah Syahrir pada Agustus 2021 silam, beberapa pekan sebelum digelarnya rapat antara BPN Riau dan Panitia B untuk membahas perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari di Prime Park Hotel, Pekanbaru.
BACA JUGA: HIPMI: Pindahkan Tender Proyek Blok Rokan ke Riau, Janji Jokowi Ekonomi Daerah Tumbuh!
Frank Widjaya menjelaskan, sekitar awal Agustus 2021 lalu, ia diberitahu adanya permintaan pencairan uang perusahaan oleh Sudarso. Uang yang diminta dalam bentuk pecahan Dollar Singapura. Jumlahnya sebesar 150 Dollar Singapura yang jika dikonversi dengan kurs rupiah menjadi sekitar Rp 1,5 miliar.
BACA JUGA: Penjarah Hutan Riau Jangan Berlindung di UU Cipta Kerja, Ini Defenisi 'Keterlanjuran' Menurut Hukum
Dalam keteranganya di bawah sumpah, Frank Widjaya menyebut kalau dirinya menyuruh kepala kantor PT Adimulia Agrolestari, Syahlevi untuk memberikan uang yang ada di brankas perusahaan.
"Kebetulan saat itu ada di brankas. Maka diserahkan kepada terdakwa Sudarso ke Kepala BPN Riau," kata Frank Widjaya.
BERITA TERKAIT: Suap HGU PT Adimulia Agrolestari Tersangka Bupati Kuansing: Pegawai BPN Dikabarkan Ramai-ramai Kembalikan Uang ke KPK!
Kepala Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir sebelumnya telah membantah keterangan yang awalnya disampaikan Sudarso tersebut. Ia justru menyebut pengakuan Sudarso itu sebagai fitnah.
"Saya tidak ada menerima uang. Itu fitnah. Pekerjaan saja belum selesai kok," kata Syahrir dua pekan lalu di depan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
BERITA TERKAIT: Sekda Kuansing Agusmandar Terima Uang dari PT Adimulia Agrolestari, Sidang Suap HGU ke Bupati Andi Putra
Terkait keterangan Frank Widjaya yang dikonfirmasi oleh jaksa penuntut KPK pada persidangan siang tadi, Syahrir belum bisa dimintai penjelasannya. SabangMerauke News telah menghubungi asisten pribadi Syahrir bernama Teguh. Ia berjanji akan menyampaikan permintaan konfirmasi itu kepada Syahrir. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan lebih lanjut dari Teguh dan Syahrir.
Sidang kasus suap perizinan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari sebelumnya mengungkap fakta mengejutkan soal aksi bagi-bagi uang kepada sejumlah pejabat BPN, Pemkab Kuansing, Pemprov Riau hingga kepala desa.
Mantan Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kampar, Sutrilwan juga mengaku menerima uang dari General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso sebesar Rp 75 juta. Sutrilwan berdalih uang itu sebagai bantuan dari Sudarso untuk perbaikan atap plafon Kantor BPN Kampar yang rusak. Sutrilwan kini menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Kanwil ATR/ BPN Riau.
Saat diperiksa sebagai saksi dalam persidangan, Rabu (19/1/2022) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Sutrilwan mengaku bertemu dengan Sudarso yang menanyakan soal surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) di Kantor Pertanahan Kampar. Kala itu, diketahui kalau lokasi kebun sawit PT Adimulia ternyata sebagian sudah berada di Kabupaten Kuansing yang awalnya pada saat HGU diterima tahun 1994 lalu, seluruh areal kebun berada di Kabupaten Kampar.
Atas dasar itulah, Sutrilwan meminta agar Sudarso mengajukan pemecahan sertifikat HGU ke Kanwil ATR/ BPN Provinsi Riau. Jaksa KPK kepada SabangMerauke News juga menyebut pemberian uang kepada Sutrilwan dilakukan pada saat pemecahan sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari.
Semula PT Adimulia hanya mengantongi sertifikat hak guna usaha (HGU) kebun sawit dengan nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 seluas 3.952 hektar di Kabupaten Kampar. HGU itu berlaku selama 30 tahun atau akan berakhir pada 8 Agustus 2024 mendatang.
Namun, pada tahun 2019 terjadi perubahan batas wilayah Kabupaten Kampar dengan Kabupaten Kuansing. Ini mengakibatkan terjadi pemecahan sertifikat HGU karena sebagian besar areal kebun PT Adimulia Agrolestari telah beralih menjadi wilayah Kabupaten Kuansing.
Adapun sertifikat yang dipecah menjadi sertifikat HGU nomor 10009 seluas 874,3 hektar, sertifikat HGU nomor 10010 seluas 105,6 hektar dan sertifikat HGU nomor 10011 seluas 256,1 hektar. Ketiga sertifikat tersebut diterbitkan pada 14 Oktober 2020 dengan lokasi baru di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing.
Nama lain yang disebut menerima uang 'jajan' dari perusahaan yakni Kepala Seksi Pendaftaran dan Penetapan Hak Kantor Pertanahan/ BPN Kuansing, Ibrahim Dasuki. Ia disebut oleh jaksa KPK menerima uang sebesar Rp 3 juta.
Sementara, Plt Sekda Kabupaten Kuansing, Agusmandar disebut kecipratan uang sebesar Rp 15 juta. Ketiga orang tersebut telah mengembalikan uang pemberian PT Adimulia Agrolestari ke KPK, setelah geger perkara yang menetapkan Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra sebagai tersangka suap.
Ada juga nama Kadis Perkebunan Riau, Zulfadli dan anak buahnya Sri Ambarwati yang menerima uang masing-masing Rp 10 juta dan Rp 2 juta. Uang itu telah dikembalikan ke rekening penampungan KPK setelah kasus ini geger.
Andi Putra sendiri dalam ekspos perkara di KPK disebut telah menerima uang sebesar Rp 500 juta dari janji hadiah uang keseluruhan sebesar Rp 1,5 miliar. Diduga pencairan uang tahap kedua sebesar Rp 250 juta gagal diberikan ke Andi Putra karena Sudarso lebih dulu tertangkap pada 18 Oktober lalu.
Uang yang sudah dicairkan sebesar Rp 250 juta diduga diperintahkan oleh Komisaris yang juga owner PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya diperintahkan untuk disetor kembali ke rekening perusahaan hari itu juga. Surat dakwaan jaksa KPK menyebut pemberian uang kepada Andi Putra diketahui dan seizin Frank Wijaya.
Dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebut Sudarso telah memberikan janji dan uang kepada Andi Putra. Ia didakwa dua pasal alternatif yakni pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kronologis Kasus Suap
Surat dakwaan jaksa KPK memuat kronologis terjadinya awal mula suap tersebut pada 18 Oktober 2021 lalu. Pemberian uang berawal dari pendekatan Sudarso kepada Andi Putra. Disebutkan kalau Sudarso sudah lama mengenal Ketua DPD II Partai Golkar Kuansing tersebut, tepatnya saat Andi masih menjadi anggota DPRD Kuansing.
Pengurusan izin perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari juga sudah melalui konsultasi dengan Kakanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir. Dalam sebuah rapat pada September lalu di sebuah hotel di Pekanbaru, pihak Kanwil ATR/ BPN Riau dan Panitia B yang mengurusi soal dokumen persyaratan HGU menemukan adanya persyaratan yang belum lengkap. Yakni soal pembangunan kebun plasma KKPA sedikitnya 20 persen dari luasan HGU perusahaan.
Kepala Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir menyarankan agar Sudarso meminta rekomendasi persetujuan penempatan kebun plasma/ KKPA di Kabupaten Kampar dari Bupati Kuantan Singingi Andi Putra. Diduga tidak ada aturan tentang syarat ini, karena sebelumnya PT Adimulia Agrolestari telah membangun kebun plasma di Kabupaten Kampar.
Lokasi kebun PT Adimulia Agrolestari sebelumnya seluruhnya berada di Kabupaten Kampar. Namun sejak 2019 lalu, lokasi kebun sebagian masuk ke Kabupaten Kuansing. Ini akibat perubahan tata batas kedua kabupaten tersebut. Sebagian areal kebun yang akan habis masa konsesi HGU-nya berada di Desa Suka Maju dan Desa Beringin Jaya, Kabupaten Kuansing.
Adapun total luasan areal HGU perusahaan sesuai dengan HGU nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 seluas 3.952 hektar. Masa konsesi akan habis pada 8 Agustus 2024 mendatang.
PT Adimulia pun mencari jalan keluar. Sudarso melobi agar Bupati Andi mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan plasma/ KKPA di Kabupaten Kampar. Tujuannya agar perusahaan tak lagi membangun kebun KKPA di Kuansing. Bupati memang memiliki kewenangan untuk menetapkan lokasi kebun plasma/ KKPA tersebut.
Upaya pendekatan kepada Bupati Andi Putra pun dilakukan intensif oleh Sudarso. Ia kerap melakukan komunikasi langsung maupun telepon dengan Bupati Andi. Hasil pertemuan kemudian dilaporkan Sudarso kepada bos pemilik perusahaan (benefecial owner) yakni Frank Wijaya yang juga merupakan komisaris PT Adimulia Agrolestari.
Hasil pertemuan dan komunikasi dengan Bupati Andi Putra yakni kesediaannya menerbitkan surat rekomendasi persetujuan lokasi kebun KKPA di Kabupaten Kampar, namun dengan imbalan uang.
"Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar," demikian kutipan dakwaan jaksa KPK.
Disebutkan dalam surat dakwaan tersebut, pada September 2021, Andi Putra diduga meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar. Meski sepakat memberikan uang, namun, Frank Wijaya menyetujui penyerahan uang secara bertahap.
Tahap pertama pemberian uang sebesar Rp 500 juta. Sudarso memerintahkan anak buahnya bernama Syahlevi Andra untuk membawa uang sebesar Rp 500 juta pada 27 September 2021 ke rumahnya di Kelurahan Maharatu, Marpoyan Damai, Pekanbaru. Penyerahan uang kemudian dilakukan Syahlevi kepada Bupati Andi Putra melalui supirnya bernama Deli Iswanto.
Surat dakwaan KPK juga menyebut bahwa tahap pertama pencairan uang suap langsung diikuti oleh masuknya surat dari PT Adimulia kepada Bupati Andi Putra. Surat tertanggal 12 Oktober 2021 itu berisi permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari, David Vence Turangan.
Masuknya surat tersebut juga diiringi dengan permintaan uang lanjutan dari Bupati Andi Putra.
"Atas pengajuan surat tersebut, kemudian Bupati Andi Putra kembali menagih kepada terdakwa (Sudarso, red) sisa uang dari yang dijanjikan sebesar Rp1,5 miliar," tulis surat dakwaan KPK.
Namun, lagi-lagi Frank Wijaya keberatan menyerahkan uang sekaligus. Sudarso lantas menyarankan agar Frank mencairkan uang secara bertahap. Hingga akhirnya disepakati adanya penyerahan uang kepada Bupati Andi sebesar Rp 250 juta.
Pada 18 Oktober 2021 pagi, Sudarso meminta Syahlevi Andra selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp 250 juta tersebut. Hari itu juga Bupati Andi Putra menghubungi Sudarso menanyakan permintaan uang. Bupati Andi disebut meminta Sudarso datang ke rumah Bupati Andi.
Sudarso datang bersama Paino dan Yuda Andika ke rumah Bupati Andi di Jalan Sisingamangaraja No. 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.
Usai pertemuan di rumah Bupati Andi Putra, penyidik KPK kemudian menciduk Sudarso tepatnya di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putiah.
"Kemudian terdakwa (Sudarso) diamankan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi," tulis ringkasan surat dakwaan KPK.
Kabar penangkapan Sudarso oleh KPK pun diketahui oleh Frank Wijaya. Ia lantas memerintahkan Syahlevi Andra untuk menyetorkan kembali uang yang semula akan diberikan kepada Bupati Andi Putra sebesar Rp 250 juta ke rekening PT Adimulia Agrolestari.
Akibat perbuatannya tersebut, Sudarso didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Bupati Andi Putra selaku tersangka penerima dijerat pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)