Buruh Lepas Dipenjara Gara-gara Setengah Hektare Lahan Terbakar, Aktivis Lingkungan Heran PT Arara Abadi Tak Diproses Hukum
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - PT Arara Abadi Distrik Melibur disebut melaporkan seorang pekerja buruh lepas bernama Herman, warga Kampung Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak ke kepolisian hingga menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 7 Oktober 2023 lalu.
Penangkapan dan penetapan Herman sebagai tersangka menjadi sorotan para aktivis lingkungan Jikalahari dan LBH Pekanbaru dalam jumpa pers yang digelar Jumat (15/12/2023) di Pekanbaru.
Herman menjadi tersangka dan akan menjalani proses persidangan pertama pada Senin 18 Desember 2023 mendatang. Ia menjadi tersangka pembakaran setengah hektare lahan yang dibersihkannya.
Para aktivis mempersoalkan penetapan tersangka Herman dan membandingkan dengan tidak adanya proses hukum terhadap PT Arara Abadi yang lahannya terbakar puluhan hektare.
Tarno, warga Kampung Tasik Betung yang mendampingi proses hukum Herman mengatakan, Herman merupakan seorang buruh yang dipekerjakan untuk membersihkan lahan milik Pulungan (pemilik lahan). Karena beberapa alasan, Herman dan juga Pulungan mengubah kesepakatan.
"Jadi, Pak Herman awalnya bekerja di lahan tersebut dengan sistem bagi lahan, kemudian sistemnya berganti menjadi borongan dengan hitungan Rp 2,5 juta per hektare dari pembersihan lahan hingga penanaman," ungkap Tarno dalam konferensi pers tersebut.
Ia membenarkan kejadian pembakaran lahan yang dilakukan Herman tetapi memang sedari dulu sistem buka lahan baru dilakukan dengan cara dibakar, karena akses alat berat yang sulit dan harganya yang mahal.
Akan tetapi Tarno menegaskan pembakaran lahan yang dilakukan warga harus sepengetahuan pemangku kepentingan di sekitar distrik Arara Abadi dengan membuat laporan pengendalian.
"Kalau ada yang membakar hutan, biasanya dibawa dulu ke distrik dan menandatangani perjanjian tidak mengulangi tindakan yang sama lagi sebelum ke ranah hukum," ungkap Tarno kembali
Setelah api padam pada Minggu (7/10/2023), Tarno menyebut Herman sudah dibawa ke distrik untuk melakukan perjanjian dan setelah itu pulang ke rumah. Akan tetapi, saat Herman kembali lagi ke lahan, dia mendapati lahan tersebut sudah hangus seluas setengah hektare.
Hanya selang 2 jam api melahap lahan tersebut, Herman langsung tangkas memadamkan api sendirian. Sebelumnya juga Herman ternyata sudah membuat sekat api agar tak menjalar lebih luas.
Setelah api sudah padam, PT Arara Abadi dengan timnya meninjau ke lahan dan mendapati Herman di sana yang baru selesai melakukan pemadaman.
Tak disangka-sangka, pada hari Rabu sore (11/10/2023), Humas PT Arara Abadi bersama pihak Polsek Sungai Mandau menjemput Herman dengan alasan menandatangani surat perjanjian. Herman pun mengiyakan ajakan tersebut dan ikut ke kantor polisi.
Dari pengakuan Tarno yang kala itu berkunjung ke rumah Herman di hari yang sama, Herman dibawa ke Polsek dan tidak kembali hingga 3 hari lamanya. Tarno pujn curiga. Tarno kemudian mencoba menyambangi Herman bersama keluarganya ke Polsek esok harinya.
"Paginya kami langsung ke Polres dan menanyakan status Herman. Sampai di sana Pak Herman sudah di-BAP dan dilakukan gelar perkara. Bahwa Herman tidak bisa dipulangkan berdasarkan bukti-bukti termasuk pengakuan Herman dan bukti di lapangan. Kami mengatakan agar dilakukan penahanan luar, tetapi tidak dibolehkan oleh Polsek," ucap Tarno.
Karena merasa ada kejanggalan, Tarno pun kembali pergi ke distrik PT Arara Abadi untuk menanyakan mengapa Herman sampai ditahan di Polsek Mandau.
Bukan kejelasan yang ia dapat, Tarno mengaku pihak pihak Distrik Arara Abadi itu ibarat cuci tangan dan mengatakan "kami pun tahunya Pak Herman ini cuma membuat surat perjanjian di Polsek," tutur Tarno menirukan ucapan pegawai Distrik Arara Abadi.
Setelah selang 3 hari setelah proses penangkapan, pada 11 Oktober 2023, Polsek Mandau baru memberikan surat penangkapan.
Tarno sudah meminta agar permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan (restoratif justice), namun pihak PT Arara Abadi menolaknya. Tarno mengaku mencoba segala cara agar permasalahan ini tak sampai ke ranah hukum namun menemui jalan buntu.
Dari penuturan Aldi, putra dari Herman, bahwa ayahnya itu merupakan seorang buruh borongan yang tidak paham soal hukum. Ia sekedar mencari nafkah.
"Kami merasa terpukul, karena tulang punggung keluarga tidak ada lagi. Menurut saya cukup berat karena saya harus bekerja banting tulang menggantikan ayah," ujarnya dengan meneteskan air mata.
Seperti main kucing-kucingan, pihak keluarga dengan pihak PT Arara Abadi dan kepolisian selalu saling menghindar.
Aldi mengaku ketika menjenguk ayahnya di Lapas pada Kamis (14/12/2023). Ayahnya terlihat kurus dan sengsara karena hanya diberi makan siang dan sore saja.
Korban Masyarakat Lemah
Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari mengatakan Herman telah ditipu dan dikorbankan oleh PT Arara Abadi.
"Di sini Herman ditipu dan dikorbankan oleh PT Arara Abadi. Mengapa PT Arara Abadi tidak melaporkan konsesinya yang terbakar?," ungkap Okto.
Setelah melakukan pemantauan langsung ke lokasi, Okto bersama tim menemukan lahan yang terbakar merupakan lahan mineral. Karhutla sudah berulang kali terjadi dan lokasi terbakar berada di lahan APL dan bersertifikat.
"PT Arara Abadi seharusnya memberikan pembinaan kepada Herman dan masyarakat sekitar konsesinya. Bahkan PT Arara Abadi juga bertanggungjawab melakukan pencegahan kebakaran, bukan langsung membawanya ke Polsek Sungai Mandau," kata Okto.
"Begitu juga dengan Polres Siak, mengapa cepat sekali menetapkan Herman sebagai tersangka dan menahannya. Padahal Herman telah cepat memadamkan api. Alasan cepat memadamkan api kerap digunakan polisi untuk membebaskan korporasi dari proses hukum, seperti peristiwa SP3 korporasi pelaku karhutla pada 2015," sambungnya.
Kebakaran Berulang Konsesi PT Arara Abadi
Berdasarkan data yang dipaparkan Jikalahari, pada Agustus 2019, PT Arara Abadi Distrik Pusako disegel oleh pihak kepolisian. Lahan PT Arara Abadi terbakar di tengah El Nino dan turut menyebabkan polusi kabut asap. Namun hingga kini PT Arara Abadi tak pernah jadi tersangka, apalagi diseret ke meja hijau.
Pada 2020, PT Arara Abadi Desa Merbau terbakar seluas 83 hektare. Luasan kebakaran berdasarkan hitungan citra satelit Sentinel 2 dan hasil investigasi Jikalahari. Areal PT AA yang terbakar sejak 28 Juni 2020 dan masih terus berasap selama satu pekan.
Pada 15 Juli 2020 Jikalahari melaporkan dugaan pembakaran lahan oleh PT Arara Abadi ke Polda Riau pada 15 Juli 2020 dan diterima di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus). Lagi-lagi PT Arara Abadi bebas melenggang.
Selain ke Polda Riau, Jikalahari juga melaporkan PT Arara Abadi ke Bareskrim Polri pada 15 Januari 2021. Laporan diterima langsung oleh Direktorat Tipidter Bareskrim Polri, namun juga tidak ada perkembangan hingga saat ini.
Yang terbaru pada 28 Oktober 2023, Jikalahari menemukan PT Arara Abadi Distrik Nilo kembali terbakar di tengah polusi asap di Riau, namun belum ada penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian.
Jikalahari mengecam dengan tegas agar Herman dibebaskan dari segala tuntutan karena areal yang terbakar kurang dari 2 hektar dan dalam proses pembakaran telah menerapkan sistem sekat bakar sesuai UU PPLH.
"Penegak hukum khususnya jajaran Polda Riau terkesan menganakemaskan PT Arara Abadi, APP Grup. Berulang kali terbakar konsesinya namun tak pernah diproses hukum. Sebaliknya, laporan dari pihak Arara Abadi selalu direspon cepat. Bukan hanya Herman, tapi juga di kasus Bongku, masyarakat adat Sakai yang juga dilaporkan PT Arara Abadi, cepat sekali diproses," kata Okto.
Menurut Andi Wijaya, Direktur LBH Pekanbaru, penegakan hukum karhutla terhadap petani dan masyarakat tidak mampu ini terjadi berulang. Ia meminta polisi tidak serta merta memproses, harusnya menggunakan mekanisme restoratif justice.
"Tapi nyatanya perkara ini sampal ke pengadilan, ini catatan kelam penegakan hukum di kepolisian"," kata Andi Wijaya. (KB-08/Malik)