Heboh 5 Mayat di Kampus Unpri Medan Ternyata Kadaver Fakultas Kedokteran, Begini Aturan dan Tata Cara Mendapatkannya
SABANGMERAUKE NEWS, Sumut - Penemuan lima mayat di kampus Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan, Sumatera Utara memicu kehebohan. Sempat beredar kabar kelima mayat itu diduga merupakan korban pembunuhan.
Namun belakangan, ternyata mayat manusia itu adalah kadaver yang dipergunakan sebagai media pembelajaran untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpri. Polda Sumut juga telah menyatakan kalau kelima mayat tersebut bukan korban pembunuhan, namun kadaver yang diperoleh secara legal.
Lantas, apa dan bagaimana prosedur untuk mendapatka kadaver?
Kadaver merupakan mayat manusia yang digunakan oleh mahasiswa dan dokter dalam dunia kesehatan, ilmuwan, atau bahkan arkeolog dan seniman.
Dikutip dari RxList, "cadaver" berasal dari kata Latin "cadere" yang berarti "jatuh". Istilah lain yang terkait termasuk "cadaverous" atau "menyerupai mayat" dan "cadaveric spasm" yang berarti "kejang otot".
Kadaver dipakai di dunia kedokteran untuk berbagai tujuan. Di antaranya mempelajari anatomi atau bagian tubuh, mengidentifikasi lokasi penyakit, menentukan penyebab kematian dan menyediakan jaringan otot untuk memperbaiki cacat pada manusia hidup
Keberadaan kadaver membantu dokter melatih kemampuannya agar tidak menyakiti manusia yang masih hidup.
Aturan Kadaver
Penggunaan kadaver untuk kedokteran diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada Pasal 120 ayat (1) UU tersebut menyebutkan, "untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran".
Kadaver yang dipakai merupakan mayat yang tidak dikenal, tidak diurus keluarganya, dengan persetujuan tertulis dari orang tersebut semasa hidup, atau persetujuan tertulis keluarganya.
Sebelum digunakan, mayat tersebut harus sudah diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya, dan disimpan sekurang-kurangnya satu bulan sejak meninggal dunia.
Pemanfaatan mayat hanya dapat dilakukan setelah proses pemeriksaan mayat yang berkaitan dengan perkara pidana selesai.
Mayat kadaver yang akan dibedah hanya boleh dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
Cara Mendapatkan Kadaver
Mayat kadaver untuk dunia kedokteran didapatkan dari melalui dua metode, yakni proses “toe-eigening” atau pemilikan dan “levering” atau penyerahan. Hal tersebut dikutip dari Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 7 Tahun 2020 halaman 1-13 dari Jurnal Harian Universitas Udayana.
Proses “toe-eigening” terjadi ketika kadaver ditinggalkan atau ditelantarkan oleh pemilik atau “eigenaar”-nya. Pemilik ini berupa keluarga atau ahli waris pendonor semasa hidup.
Sementara proses “levering” terjadi apabila ahli waris atau keluarga langsung menyerahkan kadaver tersebut ke fakultas kedokteran.
Identitas donor kadaver Donor kadaver ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor.
Pasal 19 ayat (1) Permenkes tersebut menuliskan, "pengambilan organ dari donor kadaver hanya dilakukan segera setelah calon donor kadaver dinyatakan mati batang otak".
Mati batang otak merupakan kondisi saat sel-sel saraf di batang otak manusia mengalami kerusakan atau kematian total. Penentuan mati batang otak pada seseorang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengambilan donor kadaver wajib melalui persetujuan dari calon donor semasa hidup atau keluarga terdekatnya. Jika tidak berkeluarga, mayat dapat langsung digunakan sebagai donor kadaver dengan persetujuan dirinya di masa hidup atau persetujuan dari penyidik kepolisian setempat. Pemanfaatan ini harus dilakukan dengan pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan Donor Kadaver
Sementara itu, pelaksanaan donor kadaver diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 38 Tahun 2022 tentang Pelayanan Kedokteran untuk Kepentingan Hukum.
Pelaksanaan donor kadaver dilakukan melalui tindakan bedah mayat anatomis. Bedah mayat anatomis merupakan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam yang dilakukan terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik.
Pasal 26 menyatakan proses bedah tersebut dapat dilakukan di rumah sakit pendidikan atau institusi pendidikan kedokteran. Pemeriksaan bedah mayat anatomis dapat melibatkan mahasiswa kedokteran di bawah supervisi dosen kedokteran.
Pasal 28 menuliskan, "mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak boleh diperjualbelikan". Setelah pemeriksaan selesai, mayat harus mendapatkan pemulasaraan dan dimakamkan. (*)