Anak Cucu BUMN Mendominasi Garap Proyek Blok Rokan, Rektor UIR: Tak Boleh Monopoli, Kapan Kontraktor Lokal Naik Kelas?
SabangMerauke News, Pekanbaru - Rektor Universitas Riau (UIR), Prof Syafrinaldi menyindir soal dugaan kuat dominasi dan monopoli sejumlah anak cucu perusahaan Pertamina dan BUMN dalam menggarap proyek dan pengadaan barang jasa di Blok Rokan. Ia menilai, kebijakan bernuansa monopoli apalagi didominasi perusahaan dari Pulau Jawa akan membuat keberadaan kontraktor lokal di Riau tidak berkembang. Padahal, sejak awal pengelolaan Blok Rokan dijanjikan untuk menumbuhkan ekonomi daerah dan menaikkan kelas kontraktor lokal.
"Kita punya Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tak Sehat. Kalau sampai anak cucu bahkan cicit BUMN yang masuk juga, maka kapan kontraktor lokal di Riau naik kelas," kata Prof Syafrinaldi dalam Talk Business yang digelar Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang Migas Indonesia (APJPMI) di Hotel Pesona, Pekanbaru, Kamis (17/2/2022).
Ia menjelaskan pedoman pengadaan barang dan jasa yang diterapkan di lingkungan Blok Rokan bukanlah produk hukum. Pedoman yang dibuat oleh Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mengacu pada regulasi Peraturan Menteri BUMN maupun Menteri ESDM.
"Kalau saya melihat keluhan dan curhat APJPMI ini akar masalahnya ada pada Peraturan Menteri itu. Makanya, sebenarnya itu yang menjadi fokus persoalan. PT PHR ini operator dan pelaksana aturan itu. Jadi, titik masalahnya menurut saya ada di situ," kata Syafrinaldi.
Syafrinaldi menyarankan kepada APJPMI untuk melakukan langkah koreksi terhadap peraturan menteri tersebut. Termasuk dengan menempuh cara elegam lewat upaya hukum yakni mengajukan judicial review terhadap Peraturan Menteri ke Mahkamah Agung.
"Itu pilihan elegan dan santun. Cara-cara itu lebih efektif dilakukan, tidak diharamkan. Langkah hukum judicial review (JR) itu elegan. Saya sendiri dulu pernah mengajukan JR ke Mahkamah Agung. Itu langkah koreksi yang biasa dilakukan, jika memang kontraktor lokal merasa dirugikan," tegas Syafrinaldi.
Menurutnya, pengelolaan Blok Rokan dari perut bumi Provinsi Riau seharusnya memberikan dampak optimal bagi ekonomi daerah, termasuk peningkatan daya saing kontraktor lokal. Sehingga sangat layak jika kontraktor lokal memiliki kepentingan untuk mendapat kesempatan dan bagian yang seimbang dalam proyek di Blok Rokan.
"Kan seharusnya kontraktor lokal ini naik kelas. Dari kecil, menengah menjadi besar. Dari kelas lokal menjadi nasional dan internasional. Tapi, kalau kesempatan tidak diberikan ya gak bisa naik kelas," tegas Syafrinaldi.
Sebelumnya dalam forum diskusi tersebut, Vice President Procurement and Contract PT PHR wilayah kerja Rokan, Rudi Imran menyatakan pihaknya menjalankan aktivitas kontrak berdasarkan pedoman yang sudah ditetapkan. Ia mengakui kalau sejumlah anak perusahaan Pertamina dan BUMN ikut masuk menggarap proyek di lingkungan Blok Rokan. Rudi Imran menyebut hal tersebut dimungkinkan oleh aturan yang ada, termasuk juga karena faktor kebutuhan menjaga produksi migas.
Business Talk kali secara khusus mengupas soal pedoman pengadaan barang dan jasa di lingkungan berdasarkan surat keputusan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) nomor: A7-001/PHE5200/2021-S9 Revisi ke-0. Panduan tersebut berlaku dalam pengadaan barang jasa di wilayah kerja Rokan yang sejak 9 Agustus 2021 lalu dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan setelah masa kontrak PT Chevron habis.
Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang Migas Indonesia (APJPMI) menilai pedoman pengadaan barang dan jasa oleh BUMN tersebut tidak memberi keberpihakan dan porsi bagi kontraktor lokal. Kontraktor lokal gamang, bingung dan merasa terusik dengan kebijakan yang diterapkan PT PHR.
"Terus terang, kami sudah terlalu lama menunggu. Sudah lebih enam bulan sejak alih kelola Blok Rokan. Kontraktor lokal, khususnya di bawah payung APJPMI makin gamang. Tidak ada terobosan kebijakan yang berpihak pada pengusaha lokal. Sebenarnya ini bukan suara APJPMI saja, tapi hampir semua pelaku usaha lokal pada asosiasi lainnya" kata Ketua Umum DPN APJPMI, Helfried Sitompul dalam acara Business Talk di Hotel Pesona, Pekanbaru, Kamis (17/2/2022).
Helfried membandingkan kebijakan mobilisasi anak perusahaan Pertamina dan cucu BUMN dalam menggarap proyek di Blok Rokan dengan dalih dimungkinkan aturan perundang-undangan. APJPMI tidak mempersoalkan hal tersebut, selagi porsi bagi kontraktor lokal diberikan secara seimbang.
"Jika untuk anak perusahaan Pertamina dan BUMN dibolehkan oleh aturan perundang-undangan, masak untuk kontraktor lokal tidak dibolehkan. Cuma kitab suci yang tak bisa diubah, kok buku pedoman tak bisa disempurnakan untuk menampung suara kontraktor lokal dimana kegiatan produksi migas berada," kata Helfried.
Kontraktor Lokal Mampu dan Berpengalaman
Helfried menjelaskan, bisnis migas bukan barang baru bagi kontraktor lokal. Pemain lokal sudah lama terlatih menggarap bisnis di Blok Rokan sejak puluhan tahun silam.
"Jadi agak miris kalau kontraktor lokal dinilai tak punya kemampuan. Sudah khatam kita soal bisnis migas. Puluhan tahun pemain lokal sudah melakoninya," tegas Helfried.
Mantan Ketua Apindo Riau ini merasa heran manakala para anggotanya sering mendapat telepon dari pengusaha Jakarta soal rencana proyek bisnis yang akan digarap. Padahal, sebagai pemain lokal di Riau tempat Blok Rokan berada, informasi soal proyek tersebut sama sekali tak diketahui.
"Kesannya kami pengusaha lokal jadi pengemis. Mohon maaf, saya harus sampaikan ini. Masak kami mengemis kepada yang mau masuk ke sini. Ini gak adil," kata Helfried.
Vice President Public Affair, Sukamto Tamrin menyatakan sudah ada kebijakan pengalokasian untuk khusus untuk kontraktor lokal. Yakni dengan nilai kontrak sampai Rp 10 miliar. Termasuk juga kata Sukamto pihaknya melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Riau lewat prosedur penunjukkan langsung (PL). (*)