Starbucks Kena Sial, Rugi Rp186 Triliun Gara-gara Boikot Produk Pendukung Israel
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Starbucks mengalami penurunan nilai pasar sebesar hampir US$12 miliar (sekitar Rp186 triliun) selama sebulan terakhir. Hal ini dampak dari aksi boikot produk-produk yang mendukung Israel, sebagai solidaritas terhadap Palestina.
Kapitalisasi pasar Starbucks di Wall Street hilang nyaris setara RP186,38 triliun (kurs Rp15.532) setelah saham Starbucks tercatat anjlok 1,6% pada Senin (4/12/2023), atau penurunan selama 11 sesi berturut-turut. Ini merupakan koreksi terlama sejak IPO Starbucks di Bursa AS pada 1992.
Secara total, kemerosotan saham tersebut telah menghapus 9,4% kapitalisasi pasar Starbucks, atau hampir US$12 miliar.
“Data penjualan pihak ketiga mengisyaratkan perlambatan material di Starbucks pada bulan November setelah raksasa kopi tersebut menghasilkan pertumbuhan penjualan yang kuat sebesar 8% pada kuartal fiskal keempat, tulis analis JPMorgan Chase & Co. John Ivankoe, mengutip Bloomberg, Kamis (7/12/2023).
Ivankoe menurunkan perkiraan penjualan kuartal pertama Starbucks di AS menjadi pertumbuhan 4% dibandingkan periode tahun lalu, untuk mencerminkan promosi liburan Natal yang mungkin kurang berhasil dibandingkan acara Pumpkin Spice Latte musim gugur.
Ketika harga saham Starbucks mulai menurun, perusahaan sedang memperingati Red Cup Day tahunan. Dalam ajang promosi tersebut, barista membagikan cangkir bertema liburan berwarna merah yang dapat digunakan kembali secara gratis kepada pelanggan yang membeli kopi pada 16 November, meskipun perayaan tersebut dibayangi oleh mogok kerja para karyawan.
Pada jam-jam awal perdagangan di hari Kamis (7/12/2023), harga saham perusahaan yang berbasis di Seattle itu turun sekitar 6,5% menjadi US$96,90 setiap bulan.
Saham Starbucks sempat menguat pada paruh pertama bulan November, setelah perusahaan kopi tersebut melaporkan hasil kuartalan yang melampaui ekspektasi dan memberikan prospek penjualan yang lebih baik dari yang dikhawatirkan untuk tahun fiskal 2024.
Namun saham tersebut telah jatuh selama dua minggu terakhir di tengah kekhawatiran tentang data pertumbuhan ekonomi China yang lambat dan tren penjualan, kata Ivankoe, yang memberikan peringkat overweight pada saham Starbucks.
Analis Wedbush Securities Inc., Nick Setyan mengatakan para investor khawatir bahwa penjualan serupa di AS mungkin jauh dari ekspektasi konsensus pada kuartal saat ini karena data kartu kredit telah mengisyaratkan perlambatan selama sekitar tiga minggu terakhir.
Setyan menyematkan peringkat netral terhadap saham Starbucks. Ia menyebut saham tersebut sebagai salah satu yang paling sensitif terhadap tanda-tanda kelemahan konsumen. (*)