Bupati Meranti Nonaktif M Adil Seret 2 Nama Anak Buah, Blak-blakan Ngaku Diajari soal Tindakan Minta Setoran
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil dengan hukuman 9 tahun penjara, serta membayar denda sebesar Rp600 juta.
Atas tuntutan itu, M Adil mengungkapkan isi hati atas tiga kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Atas tindakannya itu, M Adil meminta maaf kepada masyarakat Kepulauan Meranti dan keluarganya sendiri.
Permohonan maaf itu disampaikan M Adil ketika pembacaan pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (7/12/2023).
“Dalam kesempatan ini saya menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga saya sendiri dan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti atas perkara yang menimpa diri saya atas dugaan tindak pidana korupsi,” kata M Adil membuka pledoinya.
M Adil juga menyampaikan, sejak dia dilantik menjadi Bupati Kepulauan Meranti pada 26 Februari 2021, dirinya sangat menyesalkan para pejabat di Kepulauan Meranti.
Dirinya menuding, tindakan pemotongan UP dan GU yang dilakukan justru diajarkan oleh Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti Bambang Supriyanto Bambang dan mantan Kepala BPKAD Alamsyah Mubarok yang meyakinkan kalau pemotongan juga dilakukan oleh bupati sebelumnya.
Tanpa menjelaskan dalam pledoi mengapa setuju, Adil menerangkan bahwa uang itu digunakan untuk kepentingan operasionalnya selaku bupati. Uang itu menurutnya tidak pernah digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kegiatan sosial. Mulai dari membangun sekolah, tempat ibadah dan membantu masyarakat miskin serta membangun desa yang terkena dampak abrasi.
"Untuk membangun sekolah, tempat ibadah dan membantu masyarakat miskin," ucapnya.
Dengan suara tertahan, M Adil menyebut dirinya dipojokkan oleh Sekda dan kepala OPD yang menyebut kalau diri mereka akan dipindahkan jika tak menuruti pemotongan UP dan GU.
“Kenyataanya OPD yang melakukan pemotong dilakukan secara sadar, tanpa paksaan dan tekanan dari saya. Tidak ada bukti tertulis kalau saya menerima Rp17.280.222.003," ucap M Adil.
Uang yang diberikan OPD itu pun, lanjut M Adil, bukan merupakan uang negara tapi merupakan SPPD masing-masing OPD sehingga mereka tidak menerima secara utuh.
“Perkara ini bukanlah merupakan Tindak Pidana Korupsi, melainkan hubungan keperdataan antara saya dengan masing-masing OPD," tutur M Adil.
Terkait lelang perjalanan ibadah umrah gratis, M Adil menyatakan tidak mengarahkan agar PT TMT keluar sebagai pemenang. Lelang dilakukan dengan e-katalog.
“Uang yang diberikan Fitria Nengsih adalah karena hubungan suami istri, tidak ada hubungan saya sebagai bupati," kata M Adil.
Begitu juga tentang suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau, Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1.010.000.000.
M Adil menegaskan, dirinya tidak ada memerintahkan Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triatmoko dan staf BPKAD, Dita Anggoro untuk memberikan uang.
"Uang yang diberikan saksi itu tidak bisa diminta pertanggung jawaban hukumnya kepada saya, karena saya telah memberikan kewenangan pengelolaan keuangan sudah melekat kepada masing-masing OPD. Ada PA, KPA, PPK dan PPTK," ucap M Adil.
Atas penjelasannya itu, Adil meminta dirinya dibebaskan dari segala dakwaan ataupun tuntutan JPU.
“Namun apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya dan seringan-ringannya,” ungkapnya menuntut pledoi.
Usai pembacaan pledoi, hakim kemudian bertanya kepada JPU KPK apakah akan menanggapi pledoi tersebut. JPU meminta waktu satu pekan untuk mempersiapkan tanggapan tertulis. Kemudian majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan. (*)