Cegah PHR Jadi 'PHP', APJPMI Bedah Buku Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Blok Rokan
SabangMerauke News, Pekanbaru - Panas dingin isu pengadaan barang dan jasa di Blok Rokan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) kembali menimbulkan kerisauan di kalangan kontraktor lokal. Pasca-kembalinya Blok Rokan ke pangkuan 'Ibu Pertiwi' pada Agustus tahun lalu, gelombang ketidakpastian dan agenda keberpihakan pada pelibatan pengusaha lokal masih menjadi tanda tanya besar. PHR diharapkan tidak memberi angin surga yang bisa berujung pada kesan Pemberi Harapan Palsu (PHP).
Langkah progresif konstruktif pun ditempuh oleh Asosiasi Penguasa Jasa Penunjang Migas Indonesia (APJPMI) yang akan melakukan bedah buku pedoman pengadaan barang dan jasa di lingkungan PT PHR pada esok, Kamis (17/2/2022) di Hotel Pesona, Jalan Sudirman, Pekanbaru.
"Bagaimanapun, terbitnya buku pedoman pengadaan barang dan jasa oleh Pertamina Hulu Energi (PHE) menjadi instrumen yang menentukan nasib buruk atau baiknya kontraktor lokal di Riau. Kami berkepentingan untuk memahami secara utuh, sekaligus memberi masukan dan kritik atas terbitnya buku pedoman tersebut," kata Ketua Umum DPN APJPMI, Helfried Sitompul kepada SabangMerauke News, Rabu (16/2/2022).
Adapun buku pedoman tersebut diterbitkan oleh PT PHE dengan nomor: A7-001/PHE5200/2021-S9 Revisi ke-0. APJPMI menegaskan pentingnya transparansi, akuntabilitas, keadilan serta agenda keberpihakan para perusahaan lokal dalam pengadaan barang dan jasa di wilayah kerja Blok Rokan.
"Buku pedoman itu adalah instrumen yang menentukan nasib kontraktor lokal. Lewat kegiatan talk business besok, kami ingin membedahnya dari sisi akademis, regulasi, praktis dan dampak sosialnya terhadap keseimbangan ekosistem bisnis yang sehat di Blok Rokan," tegas Helfried.
Dalam surat undangan yang diperoleh media ini, APJPMI mengundang kehadiran Direktur Utama PT PHR, SKK Migas, DPD RI dan Rektor Universitas Islam Riau (UIR) sebagai narasumber.
"Talk business ini menargetkan adanya masukan, langkah korektif dan rekomendasi yang memberikan keseimbangan dan keberpihakan PT Pertamina sebagai operator Blok Rokan kepada kontraktor lokal. Sehingga kontraktor lokal dapat tumbuh, berkembang serta ikut berkontribusi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Blok Rokan. Itu merupakan bagian dari semangat awal kembalinya Blok Rokan ke pangkuan Ibu Pertiwi. Kontraktor lokal mendambakan hal itu diwujudkan secara konsisten," tegas Helfried.
Helfried enggan mengomentari soal nuansa adanya 'PHP' setelah 6 bulan lamanya PT PHR menjadi pengelola wilayah kerja Blok Rokan. Ia hanya berharap para kontraktor lokal mendapat tempat yang seimbang dalam kegiatan bisnis penunjang migas di Blok Rokan.
"Kami tidak dalam kapasitas menilai soal PHP itu. Kalau itu, silakan ditanya kepada pelaku bisnis kontraktor lokal. Barangkali punya persepsi sendiri. Tapi yang jelas, kita ingin ikut berkontribusi dalam peningkatan produksi migas di Blok Rekan lewat kesempatan dan keberpihakan dalam kebijakan pengadaan barang dan jasa di Blok Rokan," pungkas Helfried.
Isu adanya dominasi anak dan cucu perusahaan BUMN dalam penyelenggaraan bisnis di Blok Rokan santer terdengar dan dikeluhkan oleh pelaku usaha kontraktor lokal di Blok Rokan. Meski menyadari adanya perubahan skema dari sistem cost recovery di era PT Chevron kini menjadi gross split dikendali PT PHR saat ini, para kontraktor lokal berharap keberadaan mereka tak bisa dinihilkan atau sekadar menjadi penonton dan pemain sekunder.
"Sejak awal kita mendukung alih kelola Blok Rokan dari Chevron ke PT Pertamina. Tapi, kalau dengan kondisi seperti saat ini, kami merasa kecewa karena tidak diberikan kesempatan yang sama untuk berkompetisi dalam pengadaan barang dan jasa di Blok Rokan," kata seorang pelaku usaha kontraktor lokal yang lama bermain di Blok Rokan. (*)