Hebat! Hari Lahir 2 Tokoh Nasional Asal Aceh dan Sumbar Ini Jadi Perayaan Internasional UNESCO, Ini Kiprah Sejarahnya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Dua tokoh nasional asal Pulau Sumatera mendapat tempat penting di badan internasional UNESCO. Hari lahir keduanya telah ditetapkan sebagai hari perayaan tingkat internasional di organisasi PBB yang membidangi pendidikan, kebudayaan dan sosial tersebut.
Kedua tokoh nasional tersebut yakni sastrawan termasyhur, A.A. Navis dan pejuang wanita asal Aceh, Keumalahayati. Sosok kedua yakni Keumalahayati sebelumnya telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Penetapan hari lahir keduanya sebagai perayaan internasional dikukuhkan pada penutupan Sidang Umum ke-42 UNESCO di sesi sidang Plenary Report tanggal 22 November 2023 silam yang berlangsung di Paris, Perancis. Pengumumannya langsung disampaikan oleh Direktur Jenderal UNESCO.
Dikutip dari laman Kemdikbud, penetapan peringatan atas tokoh ternama di negara anggota UNESCO memiliki kriteria penentuan berdasarkan tahun kelahiran atau kematian tokoh. Selain itu juga terkait dengan cita-cita dan misi organisasi dalam bidang pendidikan, budaya, ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial dan kemanusiaan, serta komunikasi.
Syarat lainnya yakni diusulkan dengan mempertimbangkan keterwakilan gender, hanya dapat diusulkan secara anumerta, serta peristiwa yang memiliki cakupan universal atau setidaknya signifikansi regional. Selain itu, kandidat minimal didukung oleh 2 negara dan memiliki dampak besar bagi negara ataupun dunia.
Pengusulan penetapan peringatan 100 tahun kelahiran Ali Akbar Navis (1924-2003) mendapat dukungan dari Malaysia, Federasi Rusia, Thailand, dan Togo.
Sementara, pengusulan penetapan peringatan 475 tahun kelahiran Keumalahayati (1550-1615) mendapat dukungan dari Malaysia, Federasi Rusia, Thailand dan Togo.
Sebelumnya, selama periode Sidang Umum UNESCO ke-42 di tahun 2023 ini, Indonesia juga berhasil terpilih sebagai anggota Dewan Eksekutif UNESCO dan menjadi anggota Dewan International Programme for the Development of Communication (IPDC).
Juga telah diresmikan Indonesian Corner di markas besar UNESCO, serta penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sidang umum UNESCO.
Kiprah Sejarah AA Navis
Ali Akbar Navis atau lebih dikenal dengan AA Navis merupakan seorang penulis dan budayawan terkemuka Indonesia. AA Navis menghasilkan sejumlah besar publikasi dan bekerja menjadi guru bagi penulis lain selama hidupnya.
AA Navis lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924. Ia merupakan anak sulung dari 15 bersaudara.
Dalam laman Badan Bahasa Kemendikbud disebutkan, Navis tumbuh dengan menggemari cerita pendek (cerpen) dan cerita bersambung (cerbung). Tahu anaknya senang membaca, ayahnya, Sutan Marajo Sawiyah, membelikan Navis buku bacaan yang ia suka.
Buku-buku bacaan menjadi bekal ia meniti karier kepenulisan dan sastra di usia 20-an tahun, hingga karyanya mulai diakui di usia 30-an.
Penulis Robohnya Surau Kami ini kelak dikenal dengan cerpen, naskah sandiwara kritik, dan esainya. Ia berupaya menyoroti kelemahan cerpen Indonesia dan mencari kekuatan cerpen asing.
Kritikus sastra asal Belanda, Andries Teeuw, menilai Navis sebagai pengarang Angkatan Baru yang menyuarakan Sumatera di tengah pengarang Jawa.
Peraih Hadiah Sastra South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1992) ini menggeluti sastra sambil menghidupi keluarga sebagai pemimpin redaksi Semangat, harian angkatan bersenjata di Padang, dan lain-lain. Istrinya, Aksari Yasin, membantu Navis dengan mendampingi dan membaca tulisannya. Reaksi Aksari menjadi tolok ukur apakah tulisannya sudah sesuai dengan keinginannya atau belum.
Kiprah Sejarah Keumalahayati
Keumalahayati merupakan salah satu tokoh pejuang perempuan paling awal di Indonesia. Ia diakui sebagai pahlawan nasional atas keberanian, kepemimpinan, dan kontribusinya dalam membela tanah air.
Keumalahayati dibesarkan di wilayah yang terkenal dengan tradisi maritim kuat. Ia mengenal dunia peperangan laut sejak usia muda. Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, adalah seorang panglima angkatan laut armada Aceh yang terampil dan dihormati.
Ketika ayahnya meninggal dunia, Sultan Alauddin Riayat Syah dari Aceh mengangkat Keumalahayati sebagai laksamana baru. Jabatan Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh menjadikan Keumalahayati sebagai laksamana perempuan pertama dalam sejarah Indonesia dan Asia Tenggara. (*)