Ramai-ramai Pakar Minta Firli Bahuri Ditahan, Khawatir Barang Bukti Hilang
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Keputusan penyidik gabungan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dittipidkor Bareskrim Polri tidak menahan Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri, tersangka kasus pemerasan terhadap mantan menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menuai kritikan dari sejumlah pihak.
Salah satunya Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM yang mengkritisi Firli tidak ditahan meski telah berstatus sebagai tersangka pemerasan. Firli disebut berisiko mengganggu penyidikan.
"Kalau saya melihat risiko itu ada, khususnya soal merusak barang bukti misalnya atau mempengaruhi saksi-saksi misalnya," kata Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, Sabtu (2/12/2023).
"Kalau melarikan diri sih saya percaya Firli Bahuri tidak akan melarikan diri ya. Tapi mempengaruhi saksi-saksi, melakukan berbagai upaya untuk mengganggu penyidikan itu ada resiko itu menurut saya," lanjutnya.
Menurut Zaenur sudah seharusnya Firli ditahan. Sebab beresiko merusak dan menghilangkan barang bukti.
"Tentu seorang tersangka akan menggunakan segala daya dan upaya untuk menghindar dari jeratan aparat penegak hukum, sehingga jika seorang penyidik melihat tersangka ada risiko untuk melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti melalui tindak pidana, itu sudah seharusnya ditahan," ujarnya.
Atas dasar itu, Zaenur menyarankan penyidik menahan Firli. Dia mempersilakan penyidik untuk mempertimbangkan penahanan Firli.
"Silakan penyidik pertimbangkan dengan bijaksana bukan asal tahan orang, tetapi menghitung risikonya secara kalkulatif secara objektif. Kalau memang ada risiko itu seharusnya melakukan penahanan," imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menyebut upaya paksa penahanan terhadap Firli dianggap masih belum diperlukan oleh penyidik.
"(Firli belum ditahan) Karena belum diperlukan," ujar Arief, Jumat (1/12/2023).
Adapun dalam kasus ini, Firli telah dijerat atas dugaan pemerasan sebagaimana Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup. (*)