Pejuang Pemekaran Meranti Minta Bupati Adil dan Kroni-kroninya Dihukum Berat, Kirim Surat ke Majelis Hakim Tipikor
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Elemen pejuang pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti mengutuk keras dugaan kuat tindak pidana korupsi dengan tersangka utamanya adalah Bupati non-aktif Muhamad Adil. Pendiri Meranti Center, Ramlan Abdullah mengatakan, pihaknya meminta pelaku agar dihukum maksimal.
Ramlan mengaku kalau pihaknya telah mengirimkan surat terbuka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dan hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru yang menyidangkan perkara ini.
"Kami atas nama pejuang pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dan masyarakat luas mengingatkan kepada bapak jaksa dan majelis hakim agar menuntut dan memutuskan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku tindak pidana korupsi yang terjaring OTT oleh KPK beberapa waktu lalu," kata Ramlan Abdullah, Rabu (22/11/2023).
Ramlan menyampaikan harapan tersebut berkaitan dengan marwah kabupaten dan sikap Muhamad Adil saat menjabat sebagai Bupati yang harusnya menjadi teladan bagi masyarakat.
"Harapan kami ini sangat besar kepada penuntut umum dan majelis hakim. Mengingat tragedi ini sangat menyakiti hati masyarakat dan sungguh memalukan kabupaten yang sudah kami perjuangkan dengan susah payah. Selain itu Bupati yang terjaring OTT tersebut sikapnya sangat arogan dalam memimpin, apalagi kondisi kabupaten ini sangat miskin ekstrem, namun pejabatnya berpesta pora menikmati hasil jarahan APBD sebesar Rp17,5 miliar," kata Ramlan.
Tidak hanya untuk Bupati non-aktif, Ramlan juga berharap auditor BPK Riau Muhammad Fahmi Aressa dihukum dengan seberat-beratnya.
"Kami juga berharap kepada majelis hakim, untuk menghukum auditor BPK yang ikut terjaring OTT dengan seberat-beratnya. BPK yang diharapkan dapat menyelamatkan kebocoran APBD, namun malah oknum BPK ikut bermain dan merampok APBD Meranti yang miskin ekstrem ini," tuturnya.
Desak Cabut Hak Politik
Selain dihukum berat, Ramlan juga memohon kepada majelis hakim untuk mencabut hak politik Muhammad Adil.
"Kami bermohon kepada majelis hakim untuk memutuskan hukuman yang seberat-beratnya kepada Bupati non-aktif Kepulauan Meranti serta kroni-kroninya agar ada efek jera dan mencabut hak politik yang bersangkutan," tukasnya.
Terhadap jaksa dan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang sedang menyidangkan perkara tindak pidana korupsi ini, kata Ramlan, juga didukung oleh tokoh masyarakat dan pejuang Kabupaten Kepulauan Meranti di Jakarta.
"Terkait surat terbuka yang kita layangkan kepada majelis hakim ini juga didukung oleh tokoh masyarakat dan pejuang Meranti di Jakarta. Inilah bentuk keseriusan dan keprihatinan para tokoh yang telah ikut andil memekarkan kabupaten ini," pungkasnya.
Seperti diketahui, Bupati Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, Muhammad Adil terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada, Kamis (6/4/2023) lalu.
Ada tiga kluster korupsi yang menjerat Bupati Meranti, Muhammad Adil, yaitu suap pengadaan jasa umrah, suap potongan uang kas ganti uang (GU) dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Meranti dan suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau.
Auditor BPK Dituntut 4 Tahun 3 Bulan
Sebelumnya diwartakan, auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa dituntut hukuman 4 tahun 3 bulan penjara oleh jaksa penuntut KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (22/11/2023). Fahmi oleh jaksa dinyatakan terbukti menerima uang suap mencapai Rp 1 miliar lebih terkait pengondisian hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
"Menyatakan terdakwa M Fanmi Aressa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan tuntutan pidana penjara selama 4 tahun dan 3 bulan penjara," kata jaksa penuntut KPK Budiman Abdul Karib dalam surat tuntutannya.
Selain itu, jaksa juga menuntut Fahmi membayar denda sebesar Rp 250 juta. Dengan ketentuan, jika denda tidak dibayarkan dapat diganti pidana kurungan selama 4 bulan. Fahmi juga dituntut
membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp3.580.000.
Jumlah tuntutan pengembalian kerugian negara yang relatif kecil itu disebabkan sebelumnya KPK telah menyita uang suap yang diterima dan sejumlah hadiah lain yang diperoleh Fahmi berupa jam tangan merek Garmin dan satu unit tablet Samsung. Hadiah dan barang bukti diminta jaksa agar disita untuk negara.
Dalam uraian tuntutannya, jaksa meyakini Fahmi telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP.
Fitria Nengsih Dipecat dari ASN
Sementara itu, Mlmantan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih juga telah resmi dipecat dari status Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pemecatan status PNS tersebut dilakukan setelah putusan kasus suap yang menjeratnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Fitria berdasarkan putusan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 24 Agustus 2023 lalu, terbukti memberikan suap sebesar Rp 750 juta kepada Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Uang suap itu berasal dari jasa fee travel perjalanan umrah perusahaan yang dikelola oleh Fitria.
Dalam perkara itu, Fitria Nengsih dipidana penjara 2 tahun 6 bulan serta denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Ia juga telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas IIA Perempuan di Pekanbaru. (R-01)