Antara Jokowi dan Suharto, YLBHI Sebut Kemiripan Soal Pola Pembangunan
SabangMerauke News, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyandingkan foto setengah wajah Presiden Jokowi dan setengah wajah Presiden Soeharto di akun Instagramnya, @yayasanlbhindonesia. YLBHI menilai pemerintahan Jokowi sama dengan rezim Orde Baru dalam hal pembangunan.
Pemerintahan Jokowi dinilai telah mengingkari mandat Konstitusi dengan mengabaikan keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam unggahan di akun instagram-nya, YLBHI mencantumkan 10 persamaan pemerintahan Jokowi dengan Orde Baru. Pertama, yakni mengutamakan pembangunan fisik dan serba "dari atas" ke "bawah" untuk mengejar target politik, namun minus demokrasi.
Kedua, pembangunan yang dilakukan bernuansa koruptif dan nepotis.
"Tidak ada perencanaan resiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural," tulis YLBHI dalam poin ketiga, dikutip Senin (14/2/2022).
CNNIndonesia.com telah mendapat izin mengutip unggahan ini. Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan pernyataan yang diunggah merupakan pernyataan koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari berbagai elemen lembaga sipil. Mereka tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia.
Keempat, Koalisi Sipil dan YLBHI mengatakan pemerintahan Jokowi melakukan pembangunan yang tidak berizin atau dengan izin yang bermasalah.
"Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat. Melayani kehendak kekuasaan dan elite oligarki dengan cara perampasan dan perusakan lingkungan," tulis YLBHI.
Pemerintahan Jokowi juga dinilai telah menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko; lalu menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh, serta menghalangi dan menangkap pendamping dan warga yang bersolidaritas.
"Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta," tulis YLBHI.
Belakangan pemerintah dikritik lantaran peristiwa yang terjadi di sejumlah daerah termasuk di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Aparat kepolisian berseragam dan perlengkapan komplit masuk dan mengepung Desa Wadas pada Selasa (8/2/2022) pagi, setelah muncul penolakan dari warga yang lahannya akan dijadikan tambang andesit untuk suplai pembangunan Bendungan Bener.
Kedatangan aparat diklaim untuk mendampingi tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengukur lahan untuk pembangunan proyek Bendungan Bener.
Kala itu, aparat kepolisian menyusuri desa sambil mencopot sejumlah spanduk berisi penolakan tambang batu andesit untuk Bendungan Bener serta merampas sejumlah peralatan milik warga.
Puluhan warga yang dianggap melawan, mulai dari lansia hingga anak di bawah umur ditangkap. Namun, puluhan warga itu akhirnya dilepaskan dan kembali ke rumah masing-masing.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengkritik balik pernyataan YLBHI. Ngabalin mempertanyakan penilaian utuh YLBHI terhadap Soeharto. Dia menganggap tidak seluruhnya kepemimpinan Soeharto negatif.
"Tanya dia apakah dia memberikan penilaian masa pemerintahan Soeharto seluruhnya jelek? Apa tidak ada secuil kebaikan yang Pak Harto lakukan? Buka mata dan hati untuk menilai pemerintahan Presiden Jokowi," kata Ngabalin.
Untuk kasus Wadas, Ngabalin menilai cara YLBHI menyamakan Jokowi dan Soeharto juga tendensius. Menurut dia kasus Wadas lebih pas ditanyakan kepada bupati, bukan kepala negara.
"Masa sih bupati enggak bisa berfungsi menangani masalah itu"" imbuhnya. (*)