Upah Buruh Riau 2024 Cuma Naik Secuil Rp 102 Ribu, Apa Kabar Serikat Pekerja dan Wakil Rakyat?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau tahun 2024 hanya naik sebesar Rp102.963. UMP yang mulai berlaku 1 Januari 2024 sebesar Rp3.294.625 atau naik hanyabsekitar 3,2 persen dibandingkan dengan UMP 2023 yang sebelumnya Rp3.191.662.
Besaran kenaikan upah yang sangat minim ini dinilai akan memperparah kehidupan buruh di Riau ke titik kemiskinan dan kemelaratan.
Kritik keras terhadap UMP Riau 2024 tersebut dilayangkan oleh tokoh senior buruh Riau, Patar Sitanggang. Ia menuding kesepakatan upah 2024 hasil rapat Dewan Pengupahan Riau tersebut sangat memilukan.
"Dengan kenaikan hanya sebesar 3,2 persen atau senilai Rp 102 ribu itu, maka kehidupan buruh di Riau makin terpuruk, miskin dan menderita. Ini sangat ironis sekali terjadi di bumi yang katanya kaya akan sumber daya alam, tapi kenaikan upah buruhnya sangat kecil dan melarat," kata Patar Sitanggang kepada SabangMerauke News, Kamis (16/11/2023) kemarin.
Patar yang merupakan mantan Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Riau juga mempertanyakan keberadaan serikat buruh/ serikat pekerja yang hadir dalam forum sidang Dewan Pengupahan Provinsi Riau. Semestinya, serikat pekerja/ serikat buruh menolak keras angka kenaikan upah yang tidak rasional tersebut.
"Saya juga heran, gerakan buruh saat ini terkesan tidak bisa dirasakan lagi," kata Patar yang kini aktif sebagai advokat.
Patar juga menagih sikap dari partai-partai, khususnya yang memiliki kursi di DPRD Riau. Khususnya partai-partai yang selama ini terhimpun dalam poros koalisi pemerintahan yang mendukung Undang-undang Cipta Kerja.
"Sudah saatnya kita menagih tanggung jawab dan komitmen para wakil-wakil rakyat yang ada di DPRD Riau. Apa sikap mereka dengan kenaikan upah yang sangat kecil ini. Apakah mereka peduli dengan nasib buruh atau sebaliknya cuek," kata Patar.
Buruh Mensubsidi Pengusaha
Patar menilai, kenaikan upah hanya sebesar Rp 102 ribu sangat tidak rasional, apapun alasan dan ukuran kalkulasi rumusan yang dipakai Dewan Pengupahan Provinsi Riau. Ia membandingkan upah murah tersebut dengan kenaikan harga kebutuhan hidup saat ini yang jauh meroket.
"Bayangkan saja misalnya, apakah harga rumah kontrakan gak naik lebih dari Rp 100 ribu? Harga makanan dan harga kebutuhan hidup tidak naik? Biaya sekolah saja harganya naik lebih tinggi dari kenaikan upah rumusan Dewan Pengupahan itu. Ini jelas sangat tidak manusiawi," tegas Patar.
Patar menegaskan, kenaikan upah yang hanya secuil itu kian mempertontonkan praktik perbudakan modern dalam hubungan industrial saat ini. Hal tersebut sama saja dengan analogi buruh atau pekerja mensubsidi para konglomerat pengusaha kaya raya.
"Inilah praktik perbudakan modern yang kian nyata. Ironi, justru buruh yang mensubsidi konglomerat pengusaha," kritiknya.
Patar membandingkan kenaikan UMP Riau yang hanya sebesar 3,2 persen. Sementara, gaji PNS, TNI dan Polri telah diumumkan pemerintah pusat naik sebesar 8 persen.
"Di tahun politik ini, buruh masih terus menjadi komoditas politik. Justru upah buruh makin murah dan hidup merana," tegas Patar.
Patar meminta agar Plt Gubernur Riau tidak mengesahkan UMP hasil sidang Dewan Pengupahan tersebut.
"Sikap dan keberpihakan Plt Gubernur Riau sedang diuji. Jika hasil sidang Dewan Pengupahan itu di-SK-kan, maka Plt Gubernur Riau tidak peduli dengan buruh Riau," tegas Patar.
Sidang Dewan Pengupahan
Kepala Dinas Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau melalui Kepala Bidang Hubungan Industrial Devi Rizaldy menerangkan, kenaikan upah sebesar 3,2 persen merupakan hasil rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi Riau.
Sidang Dewan Pengupahan melibatkan 3 unsur pokok dalam pengambilan keputusan meliputi perwakilan pengusaha, serikat pekerja/ serikat buruh dan pemerintah melalui Dinas Ketenagakerjaan.
"Itu hasil rekomendasi dari sidang dewan pengupahan Provinsi Riau yang beranggotakan tiga unsur meliputi pengusaha, serikat pekerja/ serikat buruh dan pemerintah. Disepakati demikian", jelas Devi.
Devi mengkliam hasil keputusan Dewan Pengupahan sudah sesuai dengan formulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Menurutnya, kenaikan upah juga memperhitungkan data-data yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau yang di dalamnya termasuk tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau.
"Keputusan ini sudah mengikuti formulasi sesuai dengan PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, sesuai data-data yang telah disampaikan oleh BPS termasuk juga inflasi dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau," jelas Devi.
Perhitungan Upah Kewenangan Pemprov
Besaran kenaikan UMP mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, dengan terbitnya beleid itu maka ketentuan yang membatasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) maksimal10% sudah dihapus.
"Dulu ada batasan kenaikan maksimal 10 persen, sekarang dilepas tergantung provinsinya lewat kesepakatan Dewan Pengupahan provinsi lalu dilaporkan gubernur," kata Ida Fauziah, Selasa (14/11/2023).
Saat ditanya apakah UMP bisa naik di atas 10 persen, Ida menyebut hal itu mungkin saja terjadi. Tetapi perhitungan kenaikan UMP akan dihitung oleh pemerintah provinsi.
"Kemungkinan di atas 10 persen ya mungkin saja. Sekali lagi datanya kami berikan kepada provinsi untuk menjadi acuan upah minimum," jelasnya.
Ida juga membantah isu jika kenaikan UMP 2024 tidak akan lebih dari 5% jika menggunakan formula di PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Ia menegaskan penghitungan kenaikan UMP masih berproses.
"Data yang dipakai acuan dari BPS nanti akan kami sampaikan dalam proses disampaikan pada gubernur. Data BPS akan menjadi acuan untuk melihat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan melihat indeks tertentu (alpha)," tuturnya.
Adapun kenaikan UMP diumumkan paling lambat pada 21 November 2023. Sedangkan kenaikan UMP langsung berlaku pada 1 Januari 2024. (R-03/KB-08/Malik)