Sejarah Perang Batak: Dipicu Konflik Agama vs Parmalim, Dukungan Pasukan Aceh ke Sisingamangaraja XII Dihalau Belanda
SABANGMERAUKE NEWS, Sumut - Latar belakang terjadinya perang Batak dipicu oleh beberapa faktor dan menjadi salah satu episode tragis dalam sejarah Sumatra Utara.
Perang Batak menjadi saksi pertarungan sengit antara masyarakat Batak yang teguh dengan kepercayaan tradisional mereka dan penjajahan Belanda yang berusaha memperluas kekuasaannya di wilayah ini.
Kedatangan Belanda
Perang Batak dimulai seiring dengan kedatangan tentara Belanda ke Sumatra berdasarkan Perjanjian Belanda-Inggris tahun 1824.
Perjanjian ini menyerahkan wilayah Inggris di Sumatra kepada Belanda, memberikan pijakan bagi Belanda untuk menjalankan politik monopoli mereka di pulau tersebut. Hal ini mencakup penobatan Raja Sisingamangaraja XII sekaligus dimulainya open door policy oleh Belanda.
Tujuan politik Belanda pada saat itu adalah untuk mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda. Namun, penguasaan monopoli ini juga menjadi pemicu terjadinya konflik di wilayah Batak.
Konflik Agama dan Penyebaran Kristen
Setelah kedatangan Belanda, agama Kristen mulai berkembang di Batak karena dipromosikan oleh pihak penjajah. Penyebaran agama Kristen menjadi salah satu latar belakang Perang Batak.
Perang Batak awal mula dipicu oleh penolakan Raja Sisingamangaraja XII terhadap penyebaran agama Kristen. Masyarakat setempat yang masih teguh dengan kepercayaan asli Batak, merasa resah dengan kehadiran misionaris Kristen yang bersekutu dengan pemerintah Belanda.
Raja Sisingamangaraja XII menolak keras penyebaran agama Kristen di wilayahnya, ia memandangnya sebagai ancaman terhadap keberlangsungan kepercayaan dan tradisi animisme Batak, terutama kepercayaan Parmalim.
Konflik semakin memanas ketika misionaris agama Kristen yang dekat dengan pemerintah Belanda, mendekati masyarakat Batak. Raja Sisingamangaraja XII pun mulai mengusir para misionaris yang menciptakan ketegangan dan akhirnya meletus dalam perang pada 16 Februari 1878.
Perang Batak
Perlawanan terhadap Belanda tidak hanya terjadi di wilayah Batak, tetapi juga melibatkan wilayah Aceh. Pada 1870-an, Belanda mulai berinteraksi dengan masyarakat Batak, khususnya dalam upaya penyebaran agama Kristen.
Sisingamangaraja XII memimpin perlawanan rakyat Tapanuli terhadap Belanda karena aliran kepercayaan Batak yakni Parmalim terancam oleh penyebaran agama Kristen.
Perlawanan Sisingamangaraja XII bukan hanya tentang agama, tetapi juga melibatkan penolakan terhadap kebijakan Belanda yang ingin menguasai wilayah Batak untuk memperluas kekuasaannya.
Pada tahun 1877, misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada Belanda, melaporkan ancaman pengusiran oleh Raja Sisingamangaraja XII.
Pada 6 Februari 1878, pasukan Belanda tiba di Pearaja, Sumatra Utara dan bergabung dengan misionaris Kristen. Datangnya pasukan Belanda menjadi pemicu serangan Sisingamangaraja XII, dan perang resmi dimulai pada 16 Februari 1878.
Kepahlawanan Sisingamangaraja XII
Aliansi antara Aceh dan Sisingamangaraja XII awalnya berhasil menduduki wilayah pedalaman Sumatra Utara. Namun, ketika memasuki wilayah kota, pasukan tersebut dihadang oleh pasukan Belanda.
Perang berlanjut seimbang selama tahun 1880-an, hingga pada akhirnya serangan Sisingamangaraja XII pada Agustus 1889 berhasil menduduki daerah Lobu Talu dan melumpuhkan tentara Belanda.
Keberhasilan ini sayangnya tidak berlangsung lama, karena Belanda mendatangkan bantuan dari Padang untuk merebut kembali Lobu Talu. Pada September 1889, wilayah Hutan Paong jatuh ke tangan Belanda dan perlawanan Sisingamangaraja mulai meredup.
Belanda terus mengejar Sisingamangaraja dan pasukannya yang mengakibatkan pertempuran berlanjut di daerah Tamba. Meskipun berhasil mengepung Sisingamangaraja XII di Dairi pada tahun 1907, Belanda dihadapkan pada pahlawan yang lebih memilih mati daripada menyerah.
Pertempuran menuju kemerdekaan berlangsung hingga titik darah penghabisan. Sisingamangaraja XII dan pasukannya memilih mati sebagai bentuk perlawanan terakhir mereka terhadap penjajahan Belanda.
Perang Batak yang berlangsung dari 1878 hingga 1907, meninggalkan jejak tragis dalam sejarah Sumatra Utara.
Latar Belakang Perang Batak yang dipicu karena Konflik agama, penolakan terhadap penyebaran agama Kristen, dan perlawanan sengit terhadap penjajahan Belanda menjadikan peristiwa ini sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada akhirnya, meskipun Sisingamangaraja XII gugur dalam pertempuran, kenangan akan keberaniannya dan perlawanannya terhadap penjajahan tetap hidup. Perang Batak menjadi bagian integral dari kisah pahlawan dan perjuangan yang membangun Indonesia yang merdeka dan berdaulat. (*)