Pertamina Hulu Rokan Masih Jomblo Tanpa Mitra di Blok Rokan, Kapan Produksi Minyak Terkerek?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Setelah lebih dari dua tahun mengelola secara resmi Blok Rokan per 9 Agustus 2021 silam, hingga kini PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) masih berstatus jomblo. Sampai sekarang, PHR masih belum memiliki mitra kerja yang diharapkan dapat melakukan percepatan peningkatan produksi minyak.
Urgensi mengerek produksi minyak dari Blok Rokan makin kritis lantaran lifting minyak nasional 2023 ini dipastikan meleset dari target yang dipatok. Per tanggal 6 November 2023, lifting minyak hanya mencapai 578.103 barel per hari. Angka jauh lebih rendah dari target rerata lifting harian minyak tahun 2023 yang ditetapkan sebesar 660.000 barel per hari (bopd).
Sementara itu, pada Agustus lalu, PHR mengklaim mencapai produksi tertingginya pasca alih kelola dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sebesar 172 ribu bpod. Namun, tidak diketahui secara pasti berapa produksi harian PHR di Blok Rokan pada November ini.
Ikhwal perlunya mitra kerja PHR di Blok Rokan bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar lagi. Hal tersebut justru tertuang secara tertulis dalam kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) Gross Split di Blok Rokan.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, Pertamina tetap wajib mencari mitra dalam pengelolaan Blok Rokan.
"PSC mempersyaratkan Pertamina punya mitra dalam pengelolaan PHR. Ketentuannya masih berlaku," kata Dwi Soetjipto kepada media, Rabu (27/9/2023) lalu.
Dwi menyebut sejauh ini belum ada laporan resmi dari PHR soal calon mitra yang bakal bekerja sama dalam pengelolaan Blok Rokan.
Ia juga mengungkap kalau PT Pertamina (Persero) meminta waktu untuk proses pencarian mitra di Blok Rokan.
SKK Migas, kata Dwi Soetjipto, masih menanti calon mitra yang akan bersama-sama mengelola Blok Rokan bersama Pertamina.
"Kan selama ini Pertamina minta waktu untuk mundur menentukan (mitranya), nanti kita lihat arahnya. Yang sekarang jalan sih," kata Dwi dikutip Jumat (13/10/2023).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, calon mitra untuk pengelolaan Blok Rokan harus perusahaan yang mampu dari sisi kompetensi hulu migas dan juga mampu secara finansial.
"Blok Rokan adalah andalan produksi nasional, jadi harus hati-hati betul menangani hal ini," ungkapnya dalam Konferensi Pers: Capaian Kinerja 2020 dan Rencana Kerja 2021 Sub Sektor Minyak dan Gas Bumi, Senin (18/01/2021) silam.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai, meski PT Pertamina Hulu Rokan sejauh ini terhitung cukup mampu dalam mengelola Blok Rokan tanpa menggandeng mitra, namun pengelolaan bersama dengan mitra dalam melakukan pengembangan diyakini bakal lebih optimal.
"Ada hal-hal yang bisa dijangkau, misalnya pengembangan, eksplorasi tambahan. Akselerasinya yang lebih cepat," kata Komaidi, Kamis (5/10/2023).
Komaidi melanjutkan, dalam pelaksanaan bisnis hulu migas memang memiliki kebutuhan yang cukup besar dari segala aspek baik teknologi, modal hingga sumber daya manusia.
Kabar terbaru, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) disebut tengah membahas keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID) proyek chemical enhanced oil recovery (CEOR) untuk Lapangan Minas, Blok Rokan.
Rencana pengembangan itu menjadi bagian dari komitmen kerja pasti PHR dalam periode lima tahun pertama sejak alih kelola Blok Rokan pada 9 Agustus 2021 dari Chevron. Dokumen pengembangan Lapangan Minas lewat metode pengurasan minyak tahap lanjut itu diterima SKK Migas pada Senin (13/11/2023) lalu.
“Dalam hal usulan Plan of Development (PoD) yang saat ini sedang berprogres, demikian juga proses internal Pertamina menuju FID terus dikerjakan,” kata Corporate Secretary PHR Rudi Ariffianto dilansir Bisnis.com, Kamis (16/11/2023).
Konon, PHR bakal melakukan injeksi perdana surfaktan di Lapangan Minas sekitar akhir 2025 sesuai dengan tenggat komitmen kerja pasti. Ruang lingkup pekerjaan tahap 1 itu meliputi 37 sumur termasuk sumur produksi, injector, observasi, dan disposal dengan menerapkan konfigurasi sumur berpola 7 spot inverted irregular.
“Proyek Chemical EOR Stage-1 di Blok Rokan akan menjadi proyek skala komersial pertama yang bernilai sangat strategis, yang mana dari pelaksanaan proyek ini akan menjadi basis pengembangan yang lebih masif di WK Rokan,” kata Rudi.
Blok Rokan menjadi salah satu ladang minyak subur dengan cadangan paling besar yang pernah ditemukan di Indonesia. Saat ini Blok Rokan menyumbang 26 persen dari total produksi nasional.
Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan dimana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik, yaitu Duri, Minas dan Bekasap.
Cadangan minyak yang dimiliki Blok Rokan mencapai 500 juta hingga 1,5 miliar barrel of oil equivalent tanpa enhance oil recovery atau EOR.
Pertamina menargetkan pengembangan blok migas itu dapat dikerjakan lebih cepat dengan target produksi pada 2025 mendatang. Adapun, SKK Migas masih berupaya untuk mencari harga keekonomian yang lebih efisien untuk mengembangkan rencana EOR pada blok migas tersebut. (*)