Panglima Jukse Besi Andalan Sultan Indragiri, Pria Terkuat Tak Mempan Ditembak Maupun Ditusuk Benda Tajam
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Perang melawan Portugis di Selat Malaka termasuk yang paling lama. Perang itu berlangsung selama 20 tahun, dari 1512 sampai 1532.
Kerajaan-kerajaan sekitar Malaka kala itu merasa gerah dengan kehadiran bangsa Portugis yang telah mengusik kenikmatan hasil perdagangan.
Apalagi, kehadiran Portugis dengan kekuatan armada lautnya, tentu sangat mengganggu kedaulatan kerajaan setempat. Salah satu kesultanan yang tidak ingin Portugis bercokol di selat penuh berkah itu adalah Kesultanan Inderagiri.
Kesultanan Indragiri bangkit dengan gagah melawan keangkuhan armada perang Portugis. Disana, Andi Sumpu Muhammad yang diberi gelar Panglima Jukse Besi, dikenal dengan kesaktiannya.
Saking saktinya, panglima perang andalan Sultan Indragiri pertama Raja Narasinga II ini tidak mempan ditembak maupun ditusuk benda tajam jenis apapun.
Makam Panglima Jukse Besi berada di Desa Kota Lama Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri, Riau. Makamnya berada dalam satu kompleks dengan Raja Narasinga II dan keluarganya.
Raja Narasinga II bernama asli Paduka Maulana Sri Sultan Alaudin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam itu menyebarkan syiar agama Islam di wilayah kekuasaannya, Kerajaan Indragiri. Saat itu belum terbentuk negara Indonesia dan Malaysia. Dia memerintag sejak tahun 1473.
Wilayah kekuasaan Raja Narasinga II meliputi Malaka Raya termasuk Malaysia dan Riau, yang dibuktikan dengan munculnya kerajaan Sijori (Singapore Johor Riau).
Kisah Panglima Jukse Besi terbukti saat Raja Narasinga II sang pemimpin Kerajaan Indragiri bersama bala tentaranya berperang dan berjuang menyelamatkan kota Malaka (sebuah kota di Malaysia), dari kekuasaan kerajaan Portugis di bawah komando Jenderal Verdicho Marlos sebagai panglima perangnya.
"Konon katanya bulu tangannya saja tidak bisa dicukur benda tajam, apalagi kulitnya. Begitulah kesaktian Panglima Jukse Besi," ujar Staf Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV Riau dan Kepri (Tenaga Ahli Cagar Budaya) Kabupaten Indragiri Saharan, Sabtu (11/11/2023).
Panglima Jukse Besi berperang bersama Raja Narasinga II dan bala tentara kerajaan, melawan Jenderal Verdicho Marloce dan anak buahnya tentara Portugis di Selat Malaka.
Selama 20 tahun itu pula perang tiada henti-hentinya. Sebab, tentara Portugis saat itu yang dikomandoi Jenderal Verdicho Marloce terkenal kuat sebagai penguasa lautan, dan menjajah Kota Malaka. Adu kekuatan antara Panglima Jukse Besi dan Jenderal Verdicho pun terjadi di lautan Malaka.
"Karena Malaka juga wilayah kekuasaan Raja Narasinga II, maka raja ikut andil dalam berperang. Panglima Jukse Besi sebagai orang kepercayaannya raja melindunginya, dan memerdekakan kota Malaka dari penjajahan Portugis," jelas Saharan.
Setelah berperang puluhan tahun, akhirnya pada sekitar tahun 1531, Raja Narasinga dan Panglima Jukse Besi bersama bala tentara kerajaan Indragiri berhasil memenangkan peperangan, dan menaklukkan Portugis. Kota Malaka pun akhirnya merdeka dari penjajahan.
Jenderal Verdicho merupakan panglima perang Portugis yang memiliki otak pintar. Namun saat perang melawan Raja Narasinga II di Selat Malaka yang dikenal dengan perang Teluk Ketapang sekitar Abad ke 15, Jenderal Verdicho dan anak buahnya kalah dan menjadi tawanan perang.
"Pada perang itu dimenangkan oleh Raja Narasinga II dan Panglima Jukse Besi, sementara Jenderal Verdicho menjadi tawanan perang raja Narasinga, hingga akhirnya dimanfaatkan menjadi menteri di kerajaan Indragiri karena kepintarannya," kata pria berusia 57 tahun itu.
Setelah perang berhenti, hari-harinya Jenderal Verdicho sebagai menteri kerajaan mendampingi Raja Narasinga II dalam menjalankan kerajaan. Keduanya memiliki beda keyakinan, Verdicho bergama Nasrani sedangkan Raja Narasinga II seorang Muslim.
Awalnya Verdicho Marloce berlawanan dengan Panglima Jukse Besi saat berperang, namun mereka akhirnya menjalin persahabatan karena sesama orang Kerajaan Indragiri. Panglima Jukse Besi sebagai pelindung Sultan Narasinga II, sementara Verdicho sebagai menteri.
Raja Narasinga II bersama istrinya Putri Dang Purnama dikenal sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana. Rakyat sejahtera dan hidup tenteram di bawah pimpinan yang berbeda agama.
Seiring berjalannya waktu, Raja Narasinga II meninggal lebih dulu daripada Jenderal Verdicho. Kemudian jenazah Verdicho dimakamkan bersebelahan dengan Raja Narasinga II, sejajar dengan para menteri lainnya. (*)