KLHK Masih 'Bungkam' Usai MA Tolak Kasasi Perkara Kebun Sawit 1.200 Hektare di Hutan Konservasi TNTN yang Digugat Yayasan Riau Madani
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih belum merespon terkait gugatan Yayasan Riau Madani yang sudah dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA).
MA dalam amar putusannya menolak kasasi yang diajukan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya dkk pada 3 Oktober lalu, terkait gugatan keberadaan 1.200 hektare kebun kelapa sawit yang dibiarkan keberadaaanya di dalam hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Riau.
Menteri LHK dan Sekjen Kementerian LHK telah dikonfirmasi ikhwal putusan kasasi MA tersebut, namun hingga kini belum memberikan penjelasan.
Setali tiga uang, Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro juga belum membalas 4 kali permintaan konfirmasi via WhatsApp sejak berita ini diterbitkan awal pekan kemarin.
Sebelumnya diberitakan, upaya hukum kasasi yang ditempuh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya kandas di MA.
Putusan MA ini membuat gugatan Yayasan Riau Madani yang diajukan sejak tahun lalu ini bernilai sempurna. Tiga tingkatan putusan pengadilan yang diketuk majelis hakim selalu dimenangkan oleh Yayasan Riau Madani, mulai dari PTUN Pekanbaru, PT TUN Medan dan terakhir Mahkamah Agung. Skor 3-0, tanpa balas.
Kemenangan telak Yayasan Riau Madani menghadapi Kementerian LHK ini diketahui dari pengumuman putusan kasasi lewat website MA. Hasilnya, majelis hakim agung menolak kasasi yang diajukan Menteri LHK dkk.
"Tolak perbaikan amar," demikian bunyi singkat amar putusan MA.
Diketahui, putusan kasasi tersebut bernomor 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 3 Oktober 2023 lalu. Trio majelis hakim agung yang memutuskan perkara kasasi yakni Dr Yulius SH, MH sebagai ketua majelis dan Lulik Tri Cahyaningrum SH, MH serta Dr Yodi Martono Wahyunadi SH, MH masing-masing sebagai anggota majelis hakim.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Dr (Cd) Surya Darma SAg, SH, MH mengapresiasi putusan kasasi MA tersebut. Ia menilai, putusan kasasi ini merupakan terobosan hukum para hakim agung dalam upaya mempertahankan kelestarian ekologi hutan yang tersisa.
"Ini kemenangan bagi setiap orang yang masih pro pada eksistensi hutan tersisa, khususnya hutan konservasi yang sudah porak-poranda disulap menjadi kebun sawit. Terlebih-lebih ketika pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja yang terkesan memberikan privilege bagi perambah hutan. Putusan MA ini memiliki semangat mengesampingkan UU Cipta Kerja di sektor kehutanan tersebut," kata Surya Darma, Selasa (31/10/2023) lalu.
Surya menegaskan, dengan akan diterimanya salinan putusan kasasi dari MA ini, maka pihaknya segera mengajukan eksekusi terhadap putusan. Di mana keberadaan kebun sawit seluas 1.200 hektare di kawasan hutan konservasi 'terlarang' TNTN itu, harus dilakukan penebangan sebagai upaya pemulihan kembali fungsi kawasan hutan.
"Segera akan kami ajukan eksekusi. Ini demi kepastian hukum pada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap," tegas Surya Darma yang dikenal aktif dalam melakukan langkah hukum terhadap pengrusakan hutan.
Menurut Surya, semestinya Menteri LHK Siti Nurbaya dan anak buahnya sejak awal legowo dengan putusan PTUN Pekanbaru dan PT TUN Medan yang sudah mengabulkan secara telak gugatannya. Upaya kasasi yang dilakukan Menteri LHK dkk terkesan hanya mengulur-ulur waktu, karena faktanya MA saat ini juga telah menolak kasasi Menteri LHK.
Putusan PT TUN Medan
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan dalam putusannya pada Selasa, 21 Maret 2023 silam, telah menguatkan putusan PTUN Pekanbaru terkait perintah penegakan hukum terhadap kebun kelapa sawit ilegal seluas 1.200 hektare di atas kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau.
Dimana PTUN Pekanbaru dalam putusan tingkat pertama perkara nomor: 26/G/TF/2022/ PTUN.PBR tanggal 15 November 2022, mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani terhadap Menteri LHK, Dirjen Gakkum KLHK dan Kepala Balai TNTN berkaitan dengan keberadaan kebun sawit di kawasan terlarang itu.
Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya saat itu menyebut Menteri LHK dkk melakukan perbuatan melanggar hukum karena tidak melakukan tindakan dan perbuatan yang konkret dalam upaya perlindungan TNTN. Atas dasar tersebut, majelis hakim PTUN Pekanbaru memerintahkan kepada Dirjen Gakkum dan Kepala Balai TNTN untuk melakukan penegakan hukum dan penebangan kebun kelapa sawit tersebut, sekaligus memulihkannya sediakala sesuai fungsi kawasan hutan konservasi.
"Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru Nomor: 26/G/TF/2022/ PTUN.PBR tanggal 15 November 2022, yang dimohonkan banding tersebut," demikian amar putusan PTTUN Medan yang ditilik SabangMerauke News dari laman SIPP PTUN Pekanbaru, Senin (27/3/2023) silam.
Adapun putusan banding PT TUN Medan itu teregistrasi dengan nomor putusan perkara: 26/B/TF/2023/PTTUN.MDN. Putusan banding dijatuhkan oleh trio majelis hakim yakni H. L Mustafa Nasution SH, MH sebagai ketua majelis hakim dan Herman Baeha SH, MH serta Dra Marsinta Uli Saragih SH, MH masing-masing sebagai anggota.
"Menghukum Tergugat I/Pembanding, Tergugat II/ Pembanding dan Tergugat III/ Pembanding untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat pengadilan, yang untuk Pengadilan Tingkat Banding ditetapkan sebesar Rp250.000,00," tulis majelis hakim dalam amar putusan bandingnya.
Putusan PTUN Pekanbaru
Yayasan Riau Madani dalam pengadilan tingkat pertama di PTUN Pekanbaru telah mengalahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam gugatan tata usaha negara di PTUN Pekanbaru, Selasa (15/11/2022) tahun lalu.
Tak hanya mengalahkan Menteri LHK, Yayasan Riau Madani juga 'meng-KO-kan' Dirjen Penegakan Hukum KLHK dan Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo.
Dalam perkara kualifikasi tindakan administrasi pemerintah/ tindakan faktual ini, Yayasan Riau Madani menyeret Kepala Balai TNTN sebagai Tergugat I, Menteri LHK sebagai Tergugat II dan Dirjen Penegakan Hukum KLHK sebagai Tergugat III.
Majelis hakim PTUN Pekanbaru dalam pertimbangan putusannya menyebut para tergugat tidak melaksanakan kewenangan, tugas dan fungsinya dalam melakukan perlindungan, pengamanan dan pengelolaan TNTN. Padahal oleh negara, ketiga tergugat telah diberikan tanggung jawab dan tugas untuk itu sesuai kewenangannya.
Atas dasar itu, majelis hakim menyatakan terdapat alat bukti yang kuat bahwa Menteri LHK dkk melakukan perbuatan melanggar hukum karena tidak melakukan tindakan dan perbuatan yang konkret dalam melaksanakan perlindungan TNTN.
Dalam perkara ini disebut-sebut kalau kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektar di kawasan konservasi TNTN diduga dikelola oleh PT Inti Indosawit Subur. Meski demikian, manajemen PT Inti Indosawit Subur telah membantah keras tudingan serius tersebut. Perusahaan yang terafiliasi dengan Asian Agri Grup ini menolak disebut sebagai pengelola kebun sawit. PT Inti Indosawit Subur sepanjang persidangan selalu mangkir, meski PTUN Pekanbaru sudah melakukan dua kali pemanggilan.
Menurut Surya Darma, bantahan PT Inti Indosawit Subur tersebut agak aneh. Soalnya, tanda-tanda pengelolaan kebun sawit dikelola profesional layaknya kebun korporasi sangat jelas di lapangan. Dari kondisi tanaman dan infrastruktur pendukung kebun, sulit mencari alasan untuk mengelak.
"Dan untuk itu, Dirjen Gakkum KLHK maupun aparat hukum lainnya harus menelisik ke mana hasil panen TBS kelapa sawit tersebut dikirim. Lacak saja ke pabrik kelapa sawit (PKS) mana TBS diantar. Ini sangat mudah menelusurinya," tegas Surya. (R-03/KB-09/Malik)