9 Negara Ini Pilih Berdamai dengan Omicron, Warga Bebas Tak Pakai Masker
SabangMerauke News - Beberapa negara Eropa mulai mencabut pembatasan Covid-19 untuk membendung varian Omicron. Langkah ini dilakukan dengan klaim kasus yang sudah melalui puncak dan angka vaksinasi, termasuk booster, cukup tinggi.
Kebanyakan dari negara-negara ini berada di Eropa. Pelonggaran, termasuk tak memakai masker, bahkan dilakukan sejak akhir Januari lalu.
1. Inggris
Inggris merupakan negara pertama mulai berpikir untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 Omicron. Langkah ini diambil Negeri Ratu Elizabeth itu sejak 27 Januari.
"Lonjakan infeksi Omicron sekarang telah mencapai puncaknya secara nasional," kata Perdana Menteri (PM) Boris Johnson kala mengumumkan rencana penghapusan dikutip AP.
Para pejabat mengatakan bahwa hampir 84% orang berusia di atas 12 tahun di Inggris telah mendapatkan dosis vaksin kedua. Dari mereka yang memenuhi syarat, 81% telah menerima suntikan booster.
Infeksi, kata pemerintah, juga sudah melalui masa puncak. Kasus harian Inggris sempat lebih dari 200.000 sehari sebelum turun ke rata-rata 70.000 sehari saat ini.
Johnson telah mendapat kritikan tajam karena caranya menangani Covid-19 di Inggris. Negeri Ratu Elizabeth itu merupakan salah satu negara dengan kematian Covid-19 tertinggi di dunia saat ini, 152 ribu lebin jiwa.
Ia juga terkena skandal pesta lockdown. Saat penguncian Covid-19 Inggris awal corona 2020, ia ketahuan membuat pesta dengan staff di kantornya.
2. Irlandia
Sama seperti tetangganya Inggris, Perdana Menteri Irlandia Michael Martin, mengumumkan bahwa sebagian besar pembatasan pandemi akan dibatalkan sejak Januari. Termasuk waktu tutup lebih awal dan pembatasan lainnya.
Keputusan tersebut termasuk pub, bar, dan restoran dapat beroperasi dengan jam normal dan tidak lagi memerlukan sistem kartu Covid atau jaga jarak sosial. Acara di dalam dan di luar ruangan tidak akan dikenakan batasan kerumunan dan rumah tangga yang berbeda dapat berkumpul tanpa batasan jumlah.
Imunisasi booster diyakini dapat membantu kondisi pasien Covid-19 agar tidak memburuk. "Saya rasa cukup masuk akal untuk berharap kita segera bisa keluar dari aturan-aturan Cocid-19 dibanding proyeksi sebelumnya," kata Menteri Keuangan Irlandia Paschal Donohoe.
3. Belanda
Belanda juga mencabut sejumlah pembatasan Covid-19, Januari. Ini terjadi pasca Inggris mengumumkan hal senada.
Perdana Menteri (PM) Belanda, Mark Rutte, mengatakan telah mengumumkan bahwa bar, restoran, museum, teater, dan tempat budaya lainnya akan diizinkan untuk dibuka kembali dengan syarat. Ini terjadi pasca data rawat inap lebih rendah dari prediksi awal.
"Kami mengambil langkah besar hari ini untuk membuka 'kunci' Belanda," kata Rutte pada konferensi pers di Den Haag kala itu.
Namun ia menegaskan, langkah ini bukan tanpa risiko. Sebelumnya, Belanda dikunci selama empati minggu.
4. Finlandia
Langkah pelonggaran juga diambil Finlandia. Negara ini melakukan pelonggaran pembatasan mulai Februari ini.
"Beban rumah sakit masih tinggi, tetapi bentuk penyakit yang paling serius sedang menurun dan telah ada perubahan yang lebih baik dalam perawatan intensif," kata Menteri Kesehatan Finlandia Hanna Sarkkinen di Twitter kala itu dikutip Euronews.
Namun ia mendorong warga untuk divaksinasi. Pembatasan yang dilonggarkan antara lain restoran, yang akan tetap buka hingga pukul 21:00, dengan batasan hingga 75% kapasitas.
5. Denmark
Denmark mengucapkan selamat tinggal ke masker dan kartu kesehatan Covid-19. Negeri itu menjadi negara Uni Eropa (UE) pertama yang mencabut semua pembatasan pandemi meski masih mengalami rekor kasus corona terutama varian Omicron.
Kewajiban masker dan kartu kesehatan Covid-19 tak berlaku lagi sejak 1 Februari. Bukan cuma itu, pembatasan jam operasional bar dan restoran juga ditiadakan. Klub malam juga sudah dibuka kembali.
Pelonggaran itu dilakukan ketika Denmark mencatat sekitar 40.000-50.000 kasus Covid baru setiap hari atau 1% dari 5,8 juta penduduk negara itu. Hanya beberapa pembatasan yang masih diberlakukan, seperti ke para pelancong yang tidak divaksinasi, yang datang dari negara non-Schengen.
6. Prancis
Di Prancis, pemerintah telah melonggarkan beberapa aturan pembatasan setelah adanya penurunan kasus infeksi Covid-19 awal Februari. Kini mengenakan masker di luar ruangan tidak lagi diwajibkan dan batas kapasitas penonton untuk teater, konser, pertandingan olahraga, dan acara lainnya telah dicabut.
Bekerja dari rumah (work from home) juga tidak lagi menjadi satu keharusan. Namun, pemerintah menekankan WFH tetap sangat disarankan.
Sejak Januari, bukti bukti vaksin diperlukan untuk sejumlah hal, seperti mengakses bar dan restoran hingga transportasi umum jarak jauh. Sebelumnya, izin kesehatan juga dapat diperoleh dengan tes Covid-19 negatif terbaru.
Ke depan, pemerintah juga akan kembali membuka klub malam yang tutup sejak Desember, 16 Februari. Makan dan minum juga akan diizinkan di stadion dan bioskop.
7. Norwegia
Sementara itu, di Norwegia, pemerintahan pimpinan Perdana Menteri Jonas Gahr Stoere mengatakan restoran akan kembali diizinkan untuk menyajikan alkohol di luar jam 11 malam. Bekerja dari rumah (wfh) tidak lagi wajib dan batas 10 pengunjung di rumah pribadi akan dihapus.
Langkah ini dilakukan negara Nordik itu di saat kasus sedang meninggi. Jonas mengatakan meski kasus meningkat, jumlah keterisian rumah sakit cukup sedikit mengingat vaksinasi yang sudah cukup mencakup porsi besar populasi.
8. Italia
Negeri itu mencabut aturan wajib masker di luar ruangan, Selasa (8/2/2022) lalu. Pemerintah mengklaim situasi sudah membaik.
Meski demikian, masker masih akan diperlukan di wilayah ramai dan dalam ruangan. Aturan baru akan berlaku 11 Februari hingga 31 Maret.
Sementara itu, pemerintah juga berjanji akan meningkatkan batas kehadiran penonton di stadion olahraga. Dari 50% kapasitas luar dan 35% kapasitas dalam, menjadi 75% kapasitas luar dan 60% kapasitas dalam.
Tingkat infeksi Covid-19 baru dan rawat inap di Italia memang menurun secara bertahap dalam beberapa pekan terakhir. Tetapi jumlah kematian tetap tinggi, dengan antara 300 dan 450 kematian hampir setiap hari.
9. Swedia
Pemerintah Swedia mengumumkan "pandemi telah berakhir". Semua pembatasan Covid-19 bahkan sudah dicabut, Rabu (8/2/2022).
Ini dilakukan meski tekanan pada sistem perawatan kesehatan masih tinggi. Bahkan, sejumlah ilmuwan sudah meminta pemerintah bersabar memerangi pandemi.
Mengutip Reuters, pemerintah menyebut ada dua alasan mengapa ini dilakukan pemerintah. Pertama, angka vaksinasi tinggi dan varian Omicron yang diyakini tidak terlalu parah.
"Seperti yang kita ketahui pandemi ini, saya akan mengatakan ini sudah berakhir," kata Menteri Kesehatan Lena Hallengren ke surat kabar setempat Dagens Nyheter.
Ia pun menambahkan bahwa Covid-19 di negeri itu, tidak lagi diklasifikasikan sebagai penyakit berbahaya bagi masyarakat. Sejak awal pandemi, Swedia memang menjadi negara yang kontroversial karena tak melakukan penguncian dan melakukan pendekatan pembatasan sukarela.
Saat ini, bar dan restoran akan diizinkan untuk tetap buka setelah jam 11 malam lagi dan tanpa batasan jumlah tamu. Batas kehadiran untuk tempat-tempat dalam ruangan yang lebih besar juga dicabut, seperti penggunaan tiket masuk vaksin.
Sementara itu, dari data lapangan, rumah sakit Swedia masih merasakan tekanan. Ada sekitar 2.200 orang dengan Covid-19 yang membutuhkan perawatan di rumah sakit per kemarin.
Sebanyak 114 kematian baru juga dilaporkan. Secara total 16.182 orang telah meninggal karena infeksi Covid-19 di negara itu.
"Kita harus memiliki sedikit lebih banyak kesabaran, menunggu setidaknya beberapa minggu lagi. Dan kita cukup kaya untuk terus melakukan pengujian," kritik profesor virologi di Universitas Umea Swedia, Fredrik Elgh ke pemerintah.
"Penyakit ini masih menjadi beban besar bagi masyarakat," tegasnya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebenarnya memberi peringatan soal ini. Lembaga PBB itu mengatakan banyak negara belum mencapai puncak kasus varian Omicron Covid-19 itu.
Karenanya WHO meminta langkah-langkah pelonggaran harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati. Apalagi faktanya, di banyak negara, masih banyak individu yang belum mendapat vaksin dan menjadi rentan.
"Kami mendesak agar berhati-hati karena banyak negara belum melewati puncak Omicron. Banyak negara memiliki tingkat cakupan vaksinasi yang rendah dengan individu yang sangat rentan dalam populasi mereka," kata Pemimpin Teknis WHO Maria Van Kerkhove dalam briefing online, pekan lalu.
"Jadi sekarang bukan saatnya untuk melonggarkan semuanya sekaligus. Kami selalu mengimbau, selalu sangat berhati-hati, dalam menerapkan intervensi serta mencabut intervensi tersebut secara perlahan, selangkah demi selangkah. Karena virus ini cukup dinamis."
Hal yang sama juga dikatakan Direktur Jenderal WHO Tetras Adhanom Ghenbreyesus. Ia mengaku prihatin dengan narasi yang beredar di beberapa negara belakangan ini.
"Karena vaksin, dan karena penularan Omicron yang tinggi dan tingkat keparahan yang lebih rendah, mencegah penularan tidak mungkin lagi, dan tidak lagi diperlukan," katanya menyinggung sejumlah negara.
"Masih terlalu dini bagi negara mana pun untuk menyerah atau menyatakan kemenangan."
Sementara itu, Kepala kedaruratan WHO Mike Ryan meminta negara-negara memetakan strategi sendiri untuk keluar dari pandemi. Dan, tidak ikut-ikutan negara lain karena situasi yang dihadapi mungkin berbeda.
"Saya pikir ini adalah fase transisi bagi banyak negara, tidak setiap negara dalam situasi yang sama," ujarnya.
"Negara-negara yang membuat keputusan untuk membuka diri secara lebih luas juga perlu memastikan kapasitas untuk memperkenalkan kembali tindakan (pembatasan Covid-19), dengan penerimaan masyarakat, jika diperlukan. Jika kita membuka pintu dengan cepat, sebaiknya kamu juga bersiap bisa menutupnya dengan sangat cepat juga."
Di data Worldometers, Kamis (9/2/2022), ada 403 juta warga bumi terinfeksi Covid-19 dengan 5,7 juta kematian sejak pandemi mewabah di Wuhan, China akhir 2019. Namun ada 323 juta warga dunia berhasil pulih. (*)