Populasi Harimau Sumatera di Riau Terus Berkurang, Ternyata Ini Penyebabnya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Populasi harimau Sumatera di Indonesia kini hanya sekitar 600 ekor yang tersebar di seantero pulau tersebut. Harimau Sumatra pun masuk ke dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Di Bumi Andalas, harimau Sumatera paling banyak ditemukan di Provinsi Riau. Sepertiga dari populasi harimau Sumatra berada di Riau.
Kendati sepertiga populasi harimau Sumatra berada di Riau. Namun, rintangan harimau Sumatera di Riau untuk bertahan hidup juga besar.
Satwa yang dilindungi itu kini dihadapkan dengan sejumlah tantangan, mulai dari ancaman perburuan, kehilangan pakan atau satwa buruan, dan yang paling kentara adalah mulai tergerusnya habitat akibat deforestasi.
Berdasarkan catatan BBKSDA Riau, salah satu tantangan harimau Sumatra adalah konflik dengan manusia. Sejak tahun 2018 terdapat sebanyak 80 konflik antara harimau Sumatera dengan manusia yang terjadi di Bumi Lancang Kuning atau Riau.
Pada tahun 2018, ada 12 kali konflik antara harimau Sumatra dengan manusia. Lalu, tahun 2019 ada 22 kali konflik. Kemudian, di tahun 2020 ada 22 konflik. Selanjutnya di 2021 ada 14 konflik dan tahun 2022 ada 10 konflik.
Kini, pergeseran dari sisi budaya dari masyarakat Riau juga memengaruhi keberadaan harimau Sumatra di alam liar. Masyarakat lokal yang kerap menyebut harimau dengan panggilan 'Datuk' selalu mengedepankan kearifan lokal dan menghargai keberadaan satwa dilindungi itu sejak dahulu.
Namun, akibat banyaknya masyarakat pendatang harimau-harimau itu malah dianggap sebagai sebuah masalah bahkan ancaman.
Konflik yang terjadi tentu telah merugikan habitat dan harimau itu sendiri. Dalam catatan BBKSDA Riau, harimau kerap menjadi korban jerat dan tak jarang berujung dengan kematian. Harimau Sumatera betina yang dalam keadaan hamil terpaksa meregang nyawa akibat terkena jerat pada tahun 2018.
Dan peristiwa itu kejadian yang paling membekas karena harimau itu mati bersama dua janin yang dikandungnya.
Jumlah populasi harimau sumatera khusus di Provinsi Riau menurut data yang diambil dari BBKSDA Riau, diperkirakan sebanyak 190 ekor. Jumlah itu merupakan sepertiga dari total populasi di Pulau Sumatera.
Dan pada tahun 2020, BKSDA Provinsi Riau mencatat, hanya tersisa 77 ekor Harimau Sumatera (Panthera Tigris) yang ada di Provinsi Riau. Jumlah inipun masih harus 'bersaing' dengan adanya pemburuan ilegal dan banyaknya jerat yang dipasang oleh masyarakat di habitatnya.
Dan pada update terakhir tahun 2023, jumlah populasi harimau Sumatera di Riau, saat ini berjumlah sekitar 75 sampai 81 ekor.
Perburuan Harimau
Pada bulan Juni 2023, dua ekor harimau sumatra di Riau, diduga mendiami hutan daerah Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, dibantai oleh pemburu satwa. Si Datuk Belang dikuliti dan taringnya dicabut untuk dijual.
Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatra Subhan menjelaskan, pembantaian harimau ini diduga dilakukan oleh orang berpengalaman. Hal ini dilihat dari lembaran kulit harimau yang disita petugas.
Pengaruhi Populasi
Sementara itu, Kepala Bidang Teknis Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Ujang Holisudin menjelaskan, perburuan ini sangat berdampak pada populasi harimau di Riau.
Dalam pendataan terakhir di tahun 2023 bersama sejumlah pemangku kepentingan, populasi harimau di Riau berkisar antara 75 hingga 80 ekor.
Tak jarang, dalam konflik itu ada manusia bahkan ternak menjadi korban. Begitu juga dengan harimau karena selalu ada saja si Datuk Belang ditemukan mati terjerat ataupun tinggal kulit hasil perburuan.
Melansir lama resmi Menteri LHK salah satu kasus serangan harimau, pada Maret 2018 lalu, adanya serangan harimau Bonita yang menewaskan dua warga.
Pada kasus Bonita, daya dukung lingkungan terhadap kebutuhan dasarnya sudah tidak mencukupi lagi. Ruang jelajahnya juga terputus-putus karena banyaknya alih fungsi lahan, dari hutan menjadi kebun.
Lokasi kejadian kasus Bonita, berada pada kawasan yang didominasi oleh Hutan Tanaman Industri (HTI) dan hanya menyisakan Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan dengan luas sekitar 93 ribu ha, sebagai satu-satunya lokasi konservasi bagi satwa liar di kawasan tersebut.
Berdasarkan data WWF, wilayah jelajah Harimau sumatera di Riau lebih kurang 60 km2. Sementara kalau di Rusia, wilayah jelajah Harimau bisa sampai 250 km2. Jumlah populasi harimau Sumatera di habitat alam dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Hal tersebut terjadi akibat berkurangnya atau degradasi habitat (deforestrasi dan fragmentasi), perambahan, perburuan, perdagangan illegal, menurunnya satwa mangsa, dan konflik harimau dengan manusia.
Dalam penjelasan ini sangat dipahami bahwa berkurangnya habitat mereka disebabkan oleh tangan-tangan nakal manusia sendiri.
Telah ada peraturan berlapis di Kementerian Pertanian, Kementerian ATR, dan KLHK. Contohnya ada kewajiban paling sedikit 10 persen dari luas Hutan Tanaman Industri (HTI) harus ada kawasan lindung, dan 20 persen areal tanaman kehidupan.
Cukup disayangkan, seluruh peraturan ini belum sepenuhnya berjalan optimal di lapangan. KLHK tidak bisa bekerja sendiri, karena untuk kawasan perkebunan contohnya, memerlukan kebijakan lintas Kementerian.
Hal inilah yang menjadikan konflik antara harimau dan manusia tidak ada habisnya. Tidak jarang harimau muncul di pemukiman warga hanya untuk mencari makan, atau harimau yang memakan ternak warga.
Karena habitat mereka yang semakin terganggu, otomatis sumber makanan mereka juga ikut berkurang. (*)