Inilah 7 Perusahaan yang Kuasai 61 Persen Daratan Pulau Rupat, Walhi: Dihancurkan di Darat, Dirusak di Laut!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Riau menilai Pulau Rupat sebagai kawasan strategis pariwisata nasional telah dikuasai oleh segelintir perusahaan. Wilayah daratan pulau terdepan NKRI ini telah 'diklapling' oleh sejumlah perusahaan kehutanan dan perkebunan kelapa sawit.
"Pulau Rupat telah dihancurkan di darat dan dirusak di laut," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Even Sembiring dalam diskusi lingkungan, Selasa (8/2/2022).
BERITA TERKAIT: Walhi Desak Gubernur Riau Cabut Izin Tambang Pasir PT Logo Mas Utama: Pulau Rupat Terancam Tenggelam!
Walhi mencatat sedikitnya ada tujuh perusahaan yang menguasai hampir 61 persen wilayah darat Pulau Rupat. Perusahaan mengelola daratan untuk hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit tersebut.
Ketujuh korporasi tersebut yakni PT Sumatera Riang Lestari (SRL), PT Marita Makmur Jaya (MMJ), PT Sarpindo Graha Sawit Tani (SGST), PT Panca Citra Rupat (PCR), PT Bina Rupat Sepang Lestari (BRSL), PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP) dan satu perusahaan yang tak diketahui tetapi beroperasi di Teluk Lencah, Mesin, Hutan Panjang, Tanjung Kapal, Darul Aman dan Titi Akar.
BERITA TERKAIT: Kasmarni Beberkan Hambatan Pulau Rupat Jadi Kawasan Pariwisata Nasional, Tapi Tak Singgung Tambang Pasir PT Logo Mas Utama
Sementara, di wilayah laut Pulau Rupat keberadaan perusahaan tambang pasir PT Logo Mas Utama (LMU) telah menjadi ancaman nyata terhadap ekosistem laut dan pesisir.
Even menilai telah terjadi secara nyata masalah ketimpangan penguasaan ruang di Pulau Rupat antara korporasi dengan rakyat. Selain itu, kerap pula terjadi kebakaran hutan dan serta penurunan muka tanah serta abrasi yang serius.
"Masalah sosial muncul yaitu konflik agraria yang disebabkan keberadaan korporasi ekstraktif, “ tegas Even.
Walhi Riau kata Even, meminta Gubernur Riau dan pemerintah pusat untuk menghentikan operasional PT LMU dan mencabut perizinan perusahaan tersebut.
"PT LMU juga sudah ditolak oleh masyarakat dan nelayan. Pemerintah harus mencabut izinnya," kata Even.
Ia menyatakan Pulau Rupat kini juga telah dihancurkan ekosistem laut dan pesisir dengan maraknya aktivitas penambangan pasir laut oleh PT LMU. Penambangan ini sudah dilakukan sejak 2021.
“Sejak saat itu, hasil tangkapan nelayan menjadi berkurang. Ekosistem laut pun rusak akibat aktivitas tambang pasir tersebut," terang Even.
Menurutnya, Pulau Rupat yang kecil serta berbatasan langsung dengan negara jiran Malaysia kini menghadapi persoalan lingkungan yang sangat serius. Rupat dan pulau pulau kecil lainnya di pesisir Riau kini menjadi sasaran perusakan dan pencemaran lingkungan oleh korporasi. (*)