Lagi Panas-panasnya, WTO Kawal Penetapan Harga Karbon
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Saat ini perdagangan karbon menyita perhatian banyak pihak baik secara nasional maupun internasional karena memiliki potensi untuk membantu pencapaian komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan nilai ekonomi yang menjanjikan.
Maka dari itu, Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) membentuk satuan tugas (satgas) yang bertugas untuk menyusun harga karbon global.
Harga karbon global akan dipakai sebagai acuan untuk mengenakan pajak impor berdasarkan emisi karbon yang dihasilkan.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan, harga karbon global disusun guna mencegah ketidakadilan penerapan pajak impor terhadap produk dari negara-negara berkembang.
Dia menambahkan, penetapan standar harga karbon global penting untuk memungkinkan negara-negara berkembang tidak kalah saing.
Pasalnya, Eropa saat ini tengah mematangkan pajak terhadap barang-barang impor berdasarkan emisi karbon terhadap barang-barang tertentu sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.
Okonjo-Iweala menuturkan, beberapa anggota WTO memandang pajak sebagai tindakan proteksionis, sementara negara-negara lain tidak memiliki alat untuk menentukan harga karbon ekspor mereka.
“Apa yang sebenarnya ingin kami lakukan adalah mengatakan, bisakah kita mengembangkan metodologi harga karbon global yang dapat diikuti oleh semua orang?” kata Okonjo-Iweala pada "FT Africa" Summit di London, Inggris, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (17/10/2023).
Sebelumnya, Okonjo-Iweala mengusulkan adanya satgas multilateral untuk menciptakan metodologi global dalam penetapan harga karbon. Pernyataan itu disampaikan Okonjo-Iweala dalam pertemuan IMF-Bank Dunia di Marrakesh, Maroko, pekan lalu.
“Sudah diterima oleh semua menteri keuangan untuk membentuk satuan tugas ini,” ucap Okonjo-Iweala
“Dan saya akan memprakarsainya sehingga kita akan menyatukannya karena saya ingin negara kita memiliki pendekatan dan metodologi yang memungkinkan mereka untuk berbicara dengan negara-negara maju,” tambahnya.
Negara-negara Afrika, tutur Okonjo-Iweala, secara historis menghasilkan sekitar 3 persen emisi global. Sehingga, sangat penting untuk menghindari sanksi terhadap negara-negara di benua tersebut selama upaya Eropa menuju masa depan yang lebih rendah karbon.
Okonjo-Iweala berucap, tidak ada aturan WTO yang melarang upaya mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE) selama hal itu tidak menghentikan negara lain untuk bersaing. (*)