Ekspresi Saldi Isra saat Putusan MK Dinilai Sebagai Bentuk Kemarahan Sebuah Ketidakjujuran dan Ketidakadilan
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (16/10/2023) yang mengabulkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) diwarnai oleh perbedaan pendapat dari hakim MK.
Saat pembacaan putusan itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Ahmad Rofiq menilai, ekspresi yang ditunjukkan Saldi Isra yang mengabulkan gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 merupakan bentuk kemarahan seorang hakim konstitusi.
"Itu adalah ekspresi dari kemarahan atas sebuah proses ketidakjujuran dan ketidakadilan," ucap Ahmad, Rabu (18/10/2023).
Menurut Ahmad, ekspresi Saldi Isra juga menunjukan adanya penegak hukum yang terintimidasi oleh kepentingan kelompok tertentu.
“Sehingga itu membuat keputusan tidak lagi jernih, keputusan tidak lagi berorientasi pada kepentingan masyarakat," ungkapnya.
Ahmad pun berharap, hakim konstitusi bisa diisi oleh sosok-sosok seperti Saldi Isra.
“Agar masyarakat memahami proses keputusan yang akan diambil itu penuh dengan tekanan, tipu daya yang ini bisa merugikan masyarakat di masa depan," tandasnya.
Untuk diketahui, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengaku bingung atas putusan MK yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Senin (16/10/2023).
Pasalnya, lewat putusan tersebut, MK membolehkan orang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. (*)