Ketua MK Ipar Jokowi, Putusan Batas Usia Harusnya Tidak Sah
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Ahli Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak sah.
"Putusan 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya tidak sah," ujar Denny dalam keterangannya, Rabu (18/10).
Denny mengatakan Pasal 17 ayat (5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa "Seorang hakim ... wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa".
"Akibat dari tidak mundurnya hakim yang mempunyai benturan kepentingan tersebut adalah putusan dinyatakan tidak sah," tegas Denny.
Denny juga menegaskan bahwa Peraturan MK Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi mewajibkan seorang hakim konstitusi untuk mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara karena hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.
Mengacu pada aturan tersebut, Denny menilai tidak mundurnya seorang hakim konstitusi dari suatu perkara ketika ada benturan kepentingan yang terkait dengan kepentingan langsung keluarganya terhadap putusan, akan membawa konsekuensi hukum bahwa putusan MK yang demikian menjadi tidak sah.
"Pandangan dan pendapat saya, jelas dan terang-benderang bahwa penanganan Putusan 90 seharusnya tidak diperiksa, diadili, apalagi diputus oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan keluarga dari Gibran Rakabuming Raka," jelas Denny.
Denny pun menyinggung pemohon Perkara 90 yang secara jelas mendasarkan argumentasinya pada kekaguman dan klaim prestasi Gibran.
Oleh karena itu, kata Denny, meskipun Gibran atau Jokowi bukanlah pemohon, tetapi Putusan 90 itu berdampak langsung atas peluang Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pilpres 2024.
Denny sebelumnya juga telah mengajukan pengaduan dugaan pelanggaran etik oleh Anwar karena tidak mundur dari perkara terkait syarat usia capres-cawapres. Namun, kata dia, laporannya tidak ditanggapi hingga saat ini.
"Sehingga, karena Putusan 90 diperiksa, diadili, dan diputuskan pula oleh Ketua MK Anwar Usman, yang nyata-nyata mempunyai benturan kepentingan, yang tidak mengundurkan diri atas perkara yang terkait langsung dengan kepentingan kakak iparnya Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka, maka konsekuensi hukumnya Putusan 90 harus dinyatakan tidak sah," kata Denny.
Selain pelanggaran benturan kepentingan (conflict of interest) Anwar, Denny juga menilai Putusan 90 mempunyai banyak cacat konstitusional.
Pertama, pemohon tidak mempunyai legal standing, sehingga permohonan wajarnya dinyatakan tidak diterima. Hal itu senada dengan pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Konstitusi Suhartoyo pada Putusan 90.
Kedua, Jika legal standing pemohon diterima, Denny menilai permohonan seharusnya dinyatakan gugur karena sudah ditarik meskipun dibatalkan lagi. Menurutnya, hal itu menunjukkan pemohon mempermainkan kehormatan MK, sebagaimana dissenting opinion Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Ketiga, apabila permohonan tetap diperiksa, maka seharusnya permohonan ditolak seluruhnya dengan alasan syarat umur capres-cawapres adalah kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. (*)