Mahkamah Konstitusi 'Gagal' Jadi Benteng Konstitusi: Sekarang Jadi Lembaga Tak Terkendali!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Setara Institute menilai Mahkamah Konstitusi atau MK bukan lagi lembaga yang bertugas menjaga konstitusi. Perannya mulai tergerus dalam beberapa tahun ke belakang.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi mengatakan, banyak yang berpendapat bahwa MK telah melakukan penyimpangan dari perannya sebagai benteng konstitusi.
"MK telah menjadi lembaga yang nyaris tak terkendali dan tidak memiliki mekanisme check and balances, sehingga rentan melanggar prinsip peradilan konstitusi," kata Hendardi melalui keterangan resminya, Rabu (18/10/2023).
Hendardi mengaku khawatir tentang transformasi MK selama dua dekade terakhir. "Terlebih lagi, MK sering kali membatalkan perubahan Undang-Undang (UU) yang dibuat oleh DPR dan Presiden untuk membatasi wewenangnya," kata Hendardi.
Dalam peristiwa putusan gugatan batas usia capres-cawapres, Hendardi mengatakan, terjadi konflik kepentingan. Yakni Ketua MK Anwar Usman yang juga sebagai paman Gibran Rakabuming ikut memutus perkara dan mengabulkan gugatan.
"Ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip bahwa seseorang tidak boleh menjadi hakim dalam perkara di mana mereka memiliki kepentingan," kata Hendardi.
Gugatan batas usia capres-cawapres yang dikabulkan oleh MK memang menyebut, kalau alasan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu, karena Gibran Rakabuming, putra sulung Presiden Jokowi terganjal aturan untuk bisa maju di Pemilihan Presiden.
"Bahwa pemohon memiliki pandangan tokoh yang inspiratif dalam pemerintahan di-era sekarang, yang juga menjabat sebagai Wali Kota Surakarta di masa periode 2020-2025," tulis penggugat batas usia capres, Almas Tsaqibbirru dalam petitumnya.
Almas mendaftar gugatan Pasal 169 huruf q UU Pemilu pada Agustus 2023 dan teregistrasi di MK dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam petitumnya Almas pun menjelaskan, jika syarat pencalonan capres-cawapres seperti termaktub dalam Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tidak diubah, maka Gibran tidak bisa ikut berkontestasi dalam Pemilihan Presiden.
"Bahwa pemohon tidak bisa membayangkan terjadinya jika sosok yang dikagumi para generasi muda tersebut tidak bisa mendaftarkan pencalonan presiden sejak awal, hal tersebut sangatlah inkonstitusional karena sosok Wali Kota Surakarta tersebut mempunyai potensi yang besar dan bisa dengan pesat memajukan Kota Solo secara pertumbuhan ekonomi," kata Almas.
Hakim Konstitusi Saldi Isra pun mengaku heran dengan keputusan majelis yang mengabulkan gugatan tersebut. Padahal petitum atau alasan pemohon hanya bersandar pada Gibran Rakabuming, bukan pejabat muda secara umum.
"Secara kasat mata permohonan nomor 90 menggunakan pengalaman sekaligus keberhasilan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan, artinya permohonan tidak menyandarkan alasan-alasan permohonan pada pejabat yang dipilih (elected official). Haruskah Mahkamah bergerak sejauh itu?," kata Saldi membacakan pendapatnya dalam sidang MK, Senin, (16/10/2023). (*)