Ekonom Senior Ini Bongkar Pernyataan Luhut yang Pernah Sebut Kereta Cepat Jakarta-Bandung Proyek Sampah
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditugaskan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo untuk melanjutkan pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau WHOOSH Indonesia pada akhir 2019 lalu.
Sederet kendala pun dihadapi selama penyelesaian pembangunan KCJB tersebut, namun kini proyek ini telah rampung.
Terbaru, Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menceritakan pertemuannya dengan Luhut membahas soal Proyek KCJB tersebut. Pertemuan itu dilakukan pada November 2021.
"Satu lagi ini pembicaraan langsung saya dengan Pak Luhut, November 2021, kita nggak sanggup nih. Luhut menganggap proyek ini proyek sampah sebetulnya," katanya dalam diskusi bertajuk Beban Utang Kereta Cepat di APBN di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Selasa (17/10/2023).
Meski begitu Luhut ditugaskan untuk menyelesaikan proyek tersebut. Proyek kereta cepat, kata Faisal, merupakan warisan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2014-2019, Rini Soemarno.
Faisal menyebut solusi yang diambil pemerintah adalah melakukan renegosiasi dengan pihak China.
"Nah disampaikan waktu itu udah nggak mungkin, jadi caranya adalah renegosiasi dan ternyata renegosiasinya berhasil seperti yang dijanjikan mereka. Pertama adalah membalik, Indonesia tadinya kan 60%, China 40%. Udah deh China-nya 60%, gitu," klaim Faisal.
Awalnya China menawarkan skema investasi 40% di bawah kepemilikan China dan 60% kepemilikan lokal. Hal inilah yang membentuk konsorsium BUMN PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Kemudian renegosiasi soal suku bunga utang kereta cepat, hingga pinjaman ke China Development Bank (CDB).
Menurut perhitungan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo kemungkinan tambahan utang yang dilakukan ke CDB jumlahnya mencapai US$ 550 juta atau Rp 8,5 triliun. Angka itu didapatkan dari porsi pinjaman sebesar 75% dari total biaya bengkak US$ 1,2 miliar.
Dari besaran 75% itu, dibagi lagi porsi Indonesia sebesar 60% sementara China 40%. Dari situ lah angka pinjaman sebesar US$ 550 juta yang diungkapkan Kartika didapatkan.
"Kemudian pinjamannya dari China lagi, lagi-lagi seperti itu. Jadi ingin menyelesaikan masalah dengan menimbulkan berbagai masalah dan komplikasi," jelas dia.
Seperti diketahui, melalui proyek Kereta Cepat, Indonesia akan mendapatkan beberapa manfaat, mulai dari terciptanya lapangan kerja baru terutama bagi masyarakat lokal.
Selain itu, kereta cepat juga akan menghadirkan multiplier effect terhadap moda transportasi lainnya atau kendaraan kendaraan feeder.
Kereta Cepat juga diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi di wilayah yang dilintasi oleh jalur kereta api cepat.
Kemudian, Indonesia juga mendapatkan keuntungan berupa transfer teknologi terutama di bidang konstruksi dan sistem perkeretaapian. (*)