Masyarakat vs Pemerintah: Permasalahan Tanah di Daerah Koridor Jalan Tol Pekanbaru - Dumai
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Jalan tol memang menjadi penolong bagi pengendara, karena bisa lebih menghemat waktu. Dan juga jalan tol merupakan jalan bebas hambatan yang menjadikan pengendara menjadi lebih santai.
Akan tetapi ada permasalahan pelik yang terjadi dibalik megahnya jalan tol Pekanbaru-Dumai. Bagi masyrakat yang bermukim di daerah koridor jalan tol, mereka harus berjuang untuk tanahnya.
Anggota Komisi I DPRD Riau, Mardianto mengungkapkan sebagian besar tanah itu diketahui sudah memiliki sertifikat hak milik (SHM) jauh sebelum tol tersebut dibangun, namun kini diketahui tanah-tanah tersebut ternyata masuk ke dalam daftar milik negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Padahal, lanjut Mardianto, SHM merupakan surat tertinggi dari ranah kepemilikan sebuah tanah. Semua SHM dikeluarkan BPN dan ada langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memastikan tanah tersebut benar milik masyarakat, barulah diterbitkan SHM-nya.
Maka ketika tanah bersertifikat tersebut diakui milik negara, dinilai Mardianto sebagai suatu hal yang sangat aneh.
"Makanya menarik ini saya katakan tadi bahwa di daerah lain yang banyak terjadi itu rakyat yang 'merebut' tanah milik pemerintah seperti kawasan lindung, daerah hijau, daerah bantaran sungai, diambil rakyat. Tapi sekarang justru terbalik. SHM sudah ada, tanahnya 'direbut' pemerintah," ungkap Mardianto, Selasa (17/10/2023).
Artinya, kata Mardianto, masyarakat dikhawatirkan tidak bisa menuntut haknya mendapatkan ganti rugi dan tidak bisa menggunakan sertifikat itu lagi.
"Menurut cerita BPN dalam pertemuan dengan Komisi, SHM yang ada pada koridor 100 meter di kiri-kanan jalan itu tidak dibatalkan tapi diblokir statusnya. Saya bilang, ya apa bedanya? 'Kan tidak bisa berfungsi juga?" Tambahnya.
Namun menurut BPN, lanjut Mardianto, sertifikat yang diblokir masih bisa diaktifkan kembali ketika digugat dan dimenangkan si pemilik sertifikat. Sementara jika dibatalkan, hak pemilik sertifikat akan hilang sepenuhnya.
"Jadi sekarang (kondisi tanah itu) namanya lebih identik dengan status quo. Tak bisa orang berbuat apa-apa, pemerintah maupun masyarakat," tandasnya. (*)