Regulasi Pemerintah yang Kerap Berganti dalam Waktu Singkat Bikin 3 Perusahaan Besar Minyak Goreng Rugi hingga Rp 1,6 Triliun
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Semenjak permasalahan minyak goreng (migor) muncul, pemerintah sedikitnya telah mengeluarkan tiga kebijakan dalam waktu berdekatan.
Namun, tiga raksasa perusahaan minyak goreng buka-bukaan soal besaran kerugian yang diderita akibat polemik kelangkaan migor di tahun lalu itu. Hal itu juga tak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Adapun ketiga perusahaan itu yakni Wilmar, Musim Mas hingga Permata Hijau Group mengklaim masing-masing rugi ratusan miliar, bahkan jika ditotal ketiganya rugi mencapai Rp 1,6 triliun.
Kuasa Hukum tiga perusahaan tersebut yakni Marcella Santoso mengungkapkan, kerugian tersebut diperoleh akibat belum dibayarkannya subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) hingga tidak bisa ekspor komoditas meski kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 20% telah terpenuhi.
Penyebab utamanya karena pemerintah kerap mengganti-ganti regulasi dalam waktu singkat.
Misalnya, ada beberapa perusahaan yang tidak bergelut dalam bidang CPO. Namun, demi mendapat persetujuan ekspor (PE) produknya bisa dikirim ke negara lain, mereka tetap harus memenuhi regulasi DMO yang diatur dalam Permendag No 2/2022.
"Semua perusahaan bisnis CPO atau ekspor CPO beserta turunannya wajib distribusikan migor bahkan perusahaan yang jalan belasan tahun, dari 2000 awal ngga pernah ada urusan migor, ada yang bidang mereka biodiesel, ngga punya produk migor tetap disuruh distribusikan migor," kata Marcella dari Ariyanto Arnaldo Legal & Tax Consultants kepada CNBC Indonesia, Senin (16/10/2023).
Alhasil produsen tetap memenuhi aturan tersebut dengan cara menunjuk dan membayar distributor agar aturan ini bisa dipenuhi dan PE keluar.
Namun, dalam prosesnya muncul regulasi lain yakni Permendag No 12/2022 yang mengatur permohonan Perizinan yang masih dalam proses penerbitan tidak dapat diproses lebih lanjut, sehingga ekspor tidak bisa lanjut.
"Mereka nggak punya minyak goreng, mereka cari distributor yang punya migor. Mereka bayar ke distributor ini uang buat 20% DMO migor. Uang sudah dibayar full, pajak sudah dibayar. Saat proses ini mereka dituduh nggak memenuhi kewajiban, padahal on going process dan ekspornya pun ada yang belum dipakai, ini buat mereka rugi. mereka belum ekspor misal dapat ekspor 1 juta tapi semua ngga dipakai," sebut Marcella.
Hak ekspor pun tidak bisa dijalankan dan perusahaan merugi. Kerugian itu bisa membengkak ketika pemerintah belum juga membayarkan subsidi rafaksi minyak goreng kepada produsen.
Wilmar menjadi perusahaan dengan klaim kerugian terbesar, nilainya hampir Rp 1 triliun, tepatnya Rp 947.379.412.161. Angka tersebut merupakan kalkulasi dari lima anak perusahaan, di mana salah satu anak perusahaannya menderita kerugian terbesar mencapai Rp 513 miliar.
Selain Wilmar, perusahaan kedua yang mengalami kerugian terbesar adalah Musim mas dengan nilai mencapai Rp 551.585.768.587, sedangkan Permata Hijau Grup mengalami rugi Rp 140.823.360.233.
"Ini belum termasuk Hercules dan sebagainya untuk kirim distribusi ke daerah terpencil seperti Papua," sebut Marcella. (*)