Tak Lepas Tangan, Mabes Polri Beri Asistensi Pengusutan Perkara Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Sandi Nugroho memastikan, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri akan turun tangan untuk memberikan asistensi kasus dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo.
"Saat ini memang sudah diasistensi oleh Bareskrim Polri oleh Direktorat Korupsi, dan secara aktif sejak awal mulai penyelidikan hingga penyidikan hari ini terus berkomunikasi dengan tim asistensi dari Bareskrim Polri," kata Sandi di Jakarta Utara, Jumat (13/10/2023).
Sandi berujar asistensi tersebut diberikan agar pengusutan perkara bisa dilakukan secara lebih teliti. Dengan begitu, diharapkan hasilnya juga bisa sesuai dengan fakta yang ada.
"Supaya seperti yang disampaikan bapak Kapolri kita akan menjalankan dengan teliti, dengan hati-hati, dengan profesional, supaya informasi yang nanti bisa diangkat dari hasil pemeriksaan ini adalah yang sebenar-benarnya sesuai dengan kejadian yang ada," ucapnya.
"Dan tentunya bisa memberikan informasi yang terbaik bagi masyarakat tentang fenomena yang sedang terjadi saat ini," kata Sandi menambahkan.
Sebelumnya, anggota Kompolnas Yusuf Warsyim menilai perlu ada supervisi dari Bareskrim Polri untuk menarik proses penyidikan yang saat ini sedang diusut oleh Polda Metro Jaya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga menilai Mabes Polri memang mesti turun tangan mendampingi kasus yang juga menyeret pimpinan KPK itu.
"Saya minta tim dari Mabes untuk ikut mengasistensi," kata Listyo saat ditemui di GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sleman, Sabtu (7/10/2023).
Seperti diketahui, kasus dugaan pemerasan ini naik ke tahap penyidikan pada Jumat, 6 Oktober 2023, usai gelar perkara.
Polda Metro Jaya telah menerbitkan surat perintah penyidikan guna melakukan serangkaian penyidikan mencari dan mengumpulkan bukti untuk penetapan tersangka.
Pimpinan KPK menjadi terlapor dalam kasus ini. Sosok pimpinan KPK yang belum disebutkan namanya ini bisa dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahu 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. (*)