Mantan Kakanwil BPN Riau Syahrir Tak Banding, Vonis 12 Tahun Penjara dan Hukuman Uang Pengganti Rp22,3 Miliar Dinyatakan Inkrah
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kasus korupsi suap hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari dengan terdakwa mantan Kepala Kanwil BPN Riau, Muhammad Syahrir dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Hal ini menyusul tidak dilakukannya upaya hukum banding oleh Syahrir maupun penasihat hukumnya terhadap putusan yang telah dijatuhkan majelis hakim tipikor PN Pekanbaru pada Kamis (31/8/2023) silam.
Pantauan SabangMerauke News, Kamis (12/10/2023) pada laman SIPP PN Pekanbaru, perkara dengan nomor 18/Pid.Sus-TPK/2023/PN tidak memberikan keterangan adanya upaya banding yang dilakukan Syahrir maupun jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Panitia Muda Tipikor PN Pekanbaru, Rosdiana Sitorus mengatakan, vonis terhadap Syahrir sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
"Sudah inkrah," kata Rosdiana kepada media, Kamis (12/10/2023).
Belum diperoleh penjelasan dari pihak penasihat hukum Syahrir tentang alasan tak dilakukannya upaya hukum banding atas putusan pengadilan tipikor tingkat pertama ini.
Dengan tidak adanya upaya hukum banding, maka hukuman terhadap Syahrir yakni pidana penjara selama 12 tahun bakal segera dieksekusi oleh jaksa KPK.
Syahrir oleh majelis hakim tipikor pada PN Pekanbaru juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan atas kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang menjerat dirinya.
Selain itu, trio majelis hakim yang diketuai Salomo Ginting juga menghukum Syahrir untuk membayar uang pengganti sebesar Rp21,13 miliar dan 112 ribu Dollar Singapura (Rp1,2 miliar). Dengan demikian total uang pengganti yang wajib dikembalikannya mencapai Rp 22,2 miliar lebih.
Pengembalian uang tersebut berasal dari penyitaan sejumlah aset milik Syahrir. Namun, bila tidak cukup untuk dibayarkan, maka Syahrir dikenai kurungan tambahan 3 tahun penjara.
Vonis majelis hakim ini lebih tinggi dari tuntutan pidana yang diajukan jaksa penuntut KPK. Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Syahrir hukuman 11 tahun dan 6 bulan serta pidana denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selebihnya, tuntutan jaksa KPK soal pengembalian uang total sebesar Rp 22,3 miliar sama dengan putusan majelis hakim.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Syahrir melanggar Pasal 12 huruf a dan huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa penuntut KPK dalam dakwaannya menyebut Syahrir menerima uang sebesar SGD112.000 dari Rp3,5 miliar yang dijanjikan beras dari Sudarso selaku General Manager (GM) PT Adimulia Agrolestari Sudarso dan Frank Wijaya selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari. Uang itu diberikan untuk mempermudah pengurusan perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari.
Perkara ini juga menjerat mantan Bupati Kuansing Andi Putra yang terbukti menerima suap dari PT Adimulia Agrolestari. Andi, Sudarso dan Frank Wijaya sudah menjalani masa hukuman.
Syahrir juga diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya ketika menjabat Kepala Kanwil BPN Riau dan Kepala Kanwil BPN Maluku Utara. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.
Rincian dugaan gratifikasi yang diterima Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau. (*)