Ramai-ramai Pejabat Kepulauan Meranti Ngaku Setor Uang Puluhan Juta, Kok Setelah Bupati Adil Ditangkap KPK?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Persidangan lanjutan kasus korupsi dengan terdakwa Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil kembali menyajikan kisah lama, Rabu (11/10/2023). Apalagi kalau bukan pengakuan dari para pejabat yang menyetor uang ke orang nomor satu di Negeri Sagu tersebut.
Dalam sidang lanjutan menghadirkan 11 saksi dari kalangan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Meranti, lagi-lagi mereka mengaku memberikan sejumlah uang atas perintah Muhammad Adil.
Misalnya saja Bendahara Pengeluaran Disparpora Meranti Eko Mahendra mengaku memberikan Rp70 juta langsung di rumah dinas Muhammad Adil. Ada lagi penyerahan uang tahap kedua sebesar Rp30 juta melalui ajudan Adil.
Plt Kadis Pendes Sukirno mengaku di awal menjabat menyerahkan uang sebesar Rp50 juta langsung kepada Adil.
Bendahara Dinas Perpustakaan Tengku Ahmad juga mengaku memberikan Rp40 juta. Butet yang juga berada di jabatan yang sama menyebutkan memberikan Rp20 juta di tahun 2022.
Plt Kadispora Kepulauan Meranti Ratna Juwita Sari menjelaskan, penyerahan uang berasal dari pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) sudah berlangsung sejak sebelumnya. Namun saat itu belum ditetapkan jumlah yang harus diserahkan. Hingga akhirnya Muhammad Adil meminta 10 persen dari setiap OPD.
Cerita pengakuan Plt Kadispora Meranti Kurniawan agak berbeda. Ia mengaku sempat menolak menyerahkan uang yang diminta.
“Saat itu sempat ada ancaman akan di-non job kan,” tuturnya.
Kisah adanya setoran uang dari tiap pimpinan Kepala OPD Kepulauan Meranti kepada Bupati Adil sudah terungkap sejak awal penyidikan perkara ini dilakukan KPK pada April 2023 lalu. Puluhan pejabat menyetor uang dari angka Rp 10 juta sampai Rp 3 miliar lebih.
Angka setoran ini sepertinya ditetapkan berdasarkan 'basah' dan 'keringnya' OPD. Uang yang disetor oleh Sekretaris DPRD dan Kepala Dinas PUPR Meranti bahkan jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Sementara, OPD lain ada yang menyetor ratusan juta dan puluhan juta.
Ironisnya, pengakuan adanya setoran ini baru diungkap oleh pejabat setelah Bupati Adil dicokok oleh KPK pada malam Ramadan bulan April 2023 silam. Sebelum kasus ini terbongkar, tak pernah para pejabat tersebut membukanya ke publik.
Sebelumnya, jaksa penuntut KPK mendakwa Bupati Adil atas 3 kluster kasus korupsi. Yakni kluster suap dari pimpinan OPD dan gratifikasi dari biro perjalanan ibadah umrah ke Tanah Suci.
Kluster ketiga yakni pemberian suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa sebesar Rp 1 miliar. Uang itu diberikan dalam rangka pengondisian laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap APBD Kepulauan Meranti tahun 2022.
Atas tiga kluster korupsi itu, Adil dijerat Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adil juga didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain itu, Adil juga diseret dengan Pasal 12 huruf f dan a UU Nomor 31 Tahun 1999 mengatur ancaman seumur hidup, atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Setoran Uang
Sebelumnya, dalam persidangan Rabu (4/10/2023) lalu, sejumlah pimpinan OPD dan ASN Kepulauan Meranti juga telah diperiksa majelis hakim.
Persidangan dipimpin ketua majelis hakim Muhammad Arif Nuryanta, beragendakan mendengar keterangan 12 saksi yang dihadirkan jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun kedua belas saksi yang dihadirkan yakni Plt Kadispora Meranti Alfian, Kepala Inspektorat Rawelly Amelia, Kepala Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja Arifin, Plt Sekwan Khadafi, Kadis Perindag Marwan, Plt Kadissos Syukri. Kemudian Eka Faradilah, Hambali, Aprilianto, Nurwahida, Irwin dan Angga Harbe.
Dalam kesaksiannya, Alfian mengatakan dana Ganti Uang (GU) dan Uang Persediaan (UP) sebesar 10 persen dipungut setiap bulan di lingkungan pemerintahan kepulauan Meranti sejak awal tahun lalu.
Terkait sistem pemotongan uang kas, para saksi menuturkan pembayaran potongan UP dan GU dilakukan melalui cash dan transfer lewat Dahlia yang disebut bertugas sebagai Bendahara BPKAD
Rawely, mantan Kepala Inspektorat Kabupaten Meranti mengatakan saat melakukan monitoring, pihaknya merasa kewalahan.
"Karena banyaknya kegiatan, Inspektorat jarang sekali melakukan audit keuangan OPD di lingkungan Pemda Meranti," kata Rawely saat ditanya jaksa penuntut KPK.
"Juga tidak ada yang mencurigakan, karena semua ada datanya," katanya. (*)