Pandemi Hilang Bukan Berarti Ekonomi Global Membaik, Suku Bunga Diprediksi Masih Tinggi
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Meski pandemi Covid-19 telah berakhir, pertumbuhan ekonomi berjalan lambat dan tidak merata di beberapa negara.
Inflasi masih di atas perkiraan dan suku bunga tinggi diprediksi masih berlangsung dalam waktu yang lama. Belum lagi gejolak geopolitik masih terjadi, terbaru pecahnya perang di Gaza.
Hal ini pun membuat Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Kementerian Keuangan, Arief Wibisono mengatakan, perekonomian global masih diliputi ketidakpsatian.
"Namun kita masih menyaksikan pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat dan tidak merata di beberapa negara. Inflasi di atas target, suku bunga masih akan tinggi dalam waktu yang lebih lama. Serta Fragmentasi global dan tensi geopolitik yang masih meningkat di Eropa dan Asia, dan beberapa hari ini di Timur Tengah," ujarnya dalam HBC Summit 2023 di The St.Regis Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Pasca pandemi, kata Arief, pemulihan ekonomi beberapa negara cukup berbeda. Misalnya ekonomi AS yang cenderung menguat dan mendorong The Fed melanjutkan pengetatan kebijakan moneter. Sementara Eropa menghadapi tantangan serius stagflasi.
Pemulihan ekonomi China juga berjalan lambat, membuat pemerintahan Xi Jinping mengeluarkan stimulus untuk mendorong permintaan. Tantangan ini diperkirakan masih akan berdampak pada perekonomian global.
"Dalam jangka pendek tantangan tersebut seperti suku bunga AS yang masih tinggi, inflasi yang belum mencapai target, pasar tenaga kerja, kenaikan utang negara, dan kinerja China yang tidak seperti perkiraan," bebernya.
Arief menjelaskan, berdasarkan world economic outlook IMF Oktober 2023, perkiraan perekonomian global tumbuh 3% yoy di 2023 dan 2,9% di 2024. Angka ini jauh lebih rendah dari rata-rata pertunbuhan pada 2000-2019 yang sebesar 3,8%, dan capaian pertumbuhan di 2022 yang 3,5%.
"Tingkat inflasi global dalam tren penurunan dari 8,7% yoy 2022 menjadi 6,9% di 2023, dan 5,8% pada 2024. Ini sejalan dengan kebijakan moneter global yang lebih ketat dan harga-harga komoditas internasional yang lebih rendah,” imbuhnya. (*)