Organisasi Lingkungan Ini Patahkan Omongan KLHK yang Tak Akui Ada Asap Lintas Batas Karhutla ke Malaysia
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Beberapa waktu lalu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan bahwa komplain Malaysia sejak hari Jumat tentang soal Indonesia jadi sumber asap di Malaysia, itu tidak benar.
Menanggapi hal itu, Greenpeace Indonesia membuktikan telah terjadi asap lintas batas atau transboundary haze dari kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Kalimantan ke Malaysia.
“Transboundary haze hanya bonus," ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Belqis Habiba, Senin (9/10/2023).
Greenpeace merujuk kepada data citra satelit ASEAN Specialised Meteorological Centre atau ASMC. Berdasarkan pantauan Greenpeace, ada asap lintas batas ketika karhutla mencapai puncaknya pada 31 Agustus dan 1, 2, serta 3 September 2023
Meski begitu, Belqis mengimbau jangan terpaku kepada asap lintas batas. Dia menyatakan pihaknya lebih fokus melihat durasi dan tempat terjadinya karhutla di lahan gambut.
“Kami tidak terpaku kepada transboundary haze," katanya.
Belqis mengatakan meski terjadi asap lintas batas ke Malaysia, bukan berarti kesalahan hanya ada di pihak Indonesia. Sebab, kata dia, karhutla sering disebabkan oleh aktivitas perusahaan negara tetangga.
“Kita bisa tuntut persoalan perusahaan Malaysia dan Singapura di Indonesia," ujarnya.
Asap lintas batas, kata dia, tidak hanya terjadi lintas negara. Dia mengatakan asap lintas batas buntut karhutla di Sumatera justru terjadi lintas provinsi. "Hanya menunggu waktu ada transboundary haze ke Malaysia," ucapnya.
Ihwal alibi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa ada titik api atau hotspot di Malaysia, dia mengatakan titik api tidak bisa dilihat sebagai acuan kebakaran.
“Bisa jadi titik api tertutup awan," ujar dia.
Dia mencontohkan titik-titik api berkumpul di Bontang, Kalimantan Tengah. Hal itu, kata dia, menunjukkan potensi karhutla lebih besar di daerah itu.
“Titik api hanya menunjukkan potensi kebakaran," ujar Belqis.
Sementara sebelumnya, KLHK juga merujuk ASMC dan BMKG sebagai acuan mendeteksi asap lintas batas. Namun, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim atau PPI KLHK, Laksmi Dhewanthi, mengatakan sampai Sabtu, 7 Oktober 2023, tidak terjadi asap lintas batas.
Laksmi mengakui sempat terjadi asap lintas batas selama 20 hari pada 2015. Asap lintas batas juga diduga terjadi menurut ASMC pada 2019, tetapi tidak berdasarkan pantauan BMKG. Sementara itu, sepanjang 2023, dia mengatakan tidak ada asap lintas batas.
Asap, kata dia, memang terdeteksi di Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. (*)