Indonesia Berjaya Ditengah Lesunya Ramalan Ekonomi Asia
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Ekonomi Asia 'diramal' akan lesu oleh Bank Dunia. Menariknya hanya dua negara yang selamat dari kondisi ekonomi Asia yang lemah tersebut yakni Indonesia dan Kamboja.
Bank Dunia memperkirakan negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik akan tumbuh sebesar 5% pada tahun 2023, angka tersebut sedikit lebih rendah dari perkiraan pada bulan April sebesar 5,1%.
Untuk tahun 2024, bank multilateral yang berbasis di Washington ini memperkirakan pertumbuhan kawasan sebesar 4,5%, turun dari perkiraan pada bulan April sebesar 4,8%.
Menurut Pembaruan Ekonomi Oktober 2023 Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia, pertumbuhan regional tahun ini lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata yang diproyeksikan untuk semua negara emerging market dan negara berkembang lainnya, namun lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Vietnam diramal bakal terpukul untuk tahun 2023 ini. Pertumbuhan ekonominya di revisi dari 6,3% menjadi 4,7% tahun ini dan untuk tahun 2024 di revisi menjadi 5,5% dari 6,5% pada forecast April 2023.
Selain Vietnam, ada pula Malaysia yang ekonominya diperkirakan melambat. Proyeksi PDB direvisi dari 4,3% tahun 2023 menjadi 3,9% pada forecast Oktober ini. Sementara untuk tahun 2024 ekonomi Malaysia akan tumbuh menjadi 4,3%, naik dari forecast April 2023 lalu yang hanya diperkirakan 4,2%.
Sedangkan Indonesia sendiri, ekonominya diramal tangguh. Sebelumnya Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi Tanah Air ini bakal tumbuh 4,9% tahun 2023, namun dalam laporan terbaru ekonomi RI direvisi naik mencapai 5% tahun ini. Sementara tahun 2024, Indonesia diramal bakal tumbuh 4,9%.
Ada beberapa kekhawatiran yang menyebabkan beberapa negara tampak kian tertekan.
Pertama, meningkatnya tingkat hutang. Bank Dunia menandai peningkatan signifikan utang pemerintah secara umum, serta lonjakan pesat tingkat utang korporasi, khususnya di China , Thailand, dan Vietnam.
Laporan ini memperingatkan bahwa tingkat utang pemerintah yang tinggi dapat membatasi investasi publik dan swasta. Meningkatnya utang dapat menyebabkan kenaikan suku bunga, yang akan meningkatkan biaya pinjaman bagi perusahaan swasta.
Menurut perhitungan Bank Dunia, peningkatan utang pemerintah terhadap PDB sebesar 10 poin persentase dikaitkan dengan penurunan pertumbuhan investasi sebesar 1,2 poin persentase. Demikian pula, peningkatan utang swasta terhadap PDB sebesar 10 poin persentase dikaitkan dengan penurunan pertumbuhan investasi sebesar 1,1 poin persentase.
Bank juga mencatat tingkat utang rumah tangga yang relatif tinggi di China, Malaysia dan Thailand dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Utang rumah tangga yang tinggi dapat berdampak negatif pada konsumsi, karena lebih banyak pendapatan akan digunakan untuk melunasi utang, sehingga dapat menyebabkan pengurangan pengeluaran.
Peningkatan utang rumah tangga sebesar 10 poin persentase akan menurunkan pertumbuhan konsumsi sebesar 0,4 poin persentase, kata Bank Dunia.
Kedua, meningkatnya ketegangan geopolitik dan kemungkinan terjadinya bencana alam, termasuk peristiwa cuaca ekstrem, merupakan risiko-risiko negatif tambahan terhadap prospek perekonomian kawasan.
"Kawasan Asia Timur dan Pasifik tetap menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan tercepat dan paling dinamis di dunia, meskipun pertumbuhannya sedang," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Manuela V. Ferro yang dikutip dari catatan Bank Dunia.
"Dalam jangka menengah, mempertahankan pertumbuhan yang tinggi memerlukan reformasi untuk mempertahankan daya saing industri, mendiversifikasi mitra dagang, dan membuka potensi peningkatan produktivitas dan penciptaan lapangan kerja di sektor jasa." tambahnya.
Sektor jasa dapat memainkan peran yang semakin besar dalam mendorong pembangunan di wilayah yang dikenal dengan pertumbuhan yang didorong oleh sektor manufaktur, menurut bagian Fokus Khusus dari laporan tersebut.
Sektor jasa juga telah menjadi kontributor utama terhadap pertumbuhan produktivitas tenaga kerja agregat selama dekade terakhir. Ekspor jasa tumbuh lebih cepat dibandingkan ekspor barang. Dan pertumbuhan investasi asing langsung di bidang jasa telah melebihi pertumbuhan di bidang manufaktur sebesar lima kali lipat di China, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Difusi teknologi digital dan reformasi layanan meningkatkan kinerja perekonomian. Di Filipina, penerapan perangkat lunak dan analisis data oleh perusahaan meningkatkan produktivitas perusahaan rata-rata sebesar 1,5% selama periode 2010-2019.
Di Vietnam, pengurangan hambatan kebijakan seperti pembatasan masuknya orang asing dan kepemilikan di bidang transportasi, keuangan, dan jasa bisnis menyebabkan peningkatan nilai tambah per pekerja di sektor-sektor ini secara tahunan sebesar 2,9% selama periode 2008-2016.
Penghapusan hambatan-hambatan tersebut juga menyebabkan peningkatan produktivitas tenaga kerja sebesar 3,1% di perusahaan manufaktur yang menggunakan jasa-jasa tersebut, sehingga memberikan manfaat yang paling signifikan bagi usaha kecil dan menengah.
Kombinasi reformasi layanan dan digitalisasi tidak hanya menciptakan peluang baru, namun juga meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memanfaatkan peluang tersebut. Misalnya, pendidikan jarak jauh dan telemedis yang didukung oleh staf lokal yang terpilih, terlatih, dan termotivasi telah menghasilkan pembelajaran dan hasil kesehatan yang lebih baik di wilayah ini, meskipun masih terdapat ketimpangan akses yang signifikan.
"Reformasi jasa dan digitalisasi dapat menghasilkan siklus yang baik dalam meningkatkan peluang ekonomi dan meningkatkan kapasitas manusia, sehingga mendorong pembangunan di kawasan ini," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo. (*)