KUD Langgeng Laporkan Balik PT CRS ke Polisi, Juga Gugat Pembatalan Kerjasama Kebun Plasma dan Pabrik Kelapa Sawit
SabangMerauke News, Pekanbaru - Koperasi Unit Desa (KUD) Langgeng di Kuantan Singingi melakukan perlawanan terhadap laporan yang dilayangkan PT Citra Riau Sarana (CRS) ke Polda Riau atas dugaan pencurian dan penjualan hasil panen sawit ke pabrik lain. Pihak koperasi menegaskan akan melapor balik perusahaan itu ke polisi.
"Kami sudah mengkaji dan berkonsultasi dengan tim hukum. Hasil rapat koperasi memutuskan untuk melaporkan balik (perusahaan)," kata Sekretaris KUD Langgeng, Aam Herbi kepada SabangMerauke News, Sabtu (5/2/2022) siang tadi.
BERITA TERKAIT: PT CRS Laporkan KUD Langgeng ke Polda Riau, Ini Penyebabnya
Menurut Herbi, ada tiga pasal pelaporan yang akan dilakukan ke polisi terhadap perusahaan. Dua pasal di antaranya menurut hasil kajian hukum telah memenuhi unsur.
"Sementara 1 pasal lagi masih dikaji lebih dalam. Dua pasal dulu kami laporkan ke kepolisian," tegas Herbi yang tidak mengungkap detil materi rencana pelaporannya tersebut.
KUD Langgeng kata Herbi, selain menempuh upaya pidana, juga akan menggugat secara perdata PT CRS ke pengadilan. Pihaknya akan melayangkan gugatan untuk membatalkan pernanjian kerjasama antara KUD Langgeng dengan PT CRS.
"Gugatan perdata terkait kebun plasma dan pabrik kelapa sawit. Kita layangkan gugatan untuk pembatalan kerjasama. Kami akan lakukan upaya hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Karena kami memiliki dasar hukum yang kuat," tegas Herbi.
Sebelumnya, manajemen PT Citra Riau Sarana (CRS) mengambil langkah hukum terkait tindakan pengurus KUD Langgeng yang menjual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit ke pabrik kelapa sawit (PKS) milik perusahaan lain. PT CRS telah melaporkan koperasi kebun plasma tersebut ke Polda Riau.
"Klien kami telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan pengurus KUD Langgeng ke Polda Riau. Ini sebagai pilihan terakhir yang harus ditempuh," kata Nuriman SH, MH selaku kuasa hukum Dani Murdoko, Direktur PT Citra Riau Sarana (CRS), Minggu (30/1/2022) lalu.
Nuriman menjelaskan, langkah hukum ini dilakukan akibat tindakan pengurus KUD Langgeng yang mengalihkan penjualan hasil kebun sawit ke PKS lain. Padahal, PKS CRS I sebenarnya adalah milik bersama antara KUD Langgeng dengan PT CRS.
Tindakan tersebut menurut Nuriman tidak hanya merugikan PT CRS, tetapi juga KUD Langgeng. PKS CRS I dibangun dengan modal bersama antara KUD Langgeng dengan PT CRS dan keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan.
Nuriman juga mengingatkan agar pihak-pihak yang terkait khususnya PKS-PKS untuk tidak menerima tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari KUD Langgeng. Soalnya, KUD Langgeng sudah terikat perjanjian bahwa hasil panen sawit hanya untuk diolah di PKS PT CRS I.
"Tidak ada jalan lain kecuali harus menempuh prosedur hukum. Pasalnya secara tegas TBS kelapa sawit KUD Langgeng sudah terikat perjanjian dengan PT CRS untuk diolah di PKS I," jelas Nuriman.
Nuriman menerangkan, TBS kelapa sawit yang dijual oleh KUD Langgeng tidak hanya berasal dari kebun plasma, tetapi juga berasal dari sebagian kebun inti yang dimiliki PT CRS sesuai hak guna usaha (HGU) seluas 2.600 hektar.
"Artinya secara hukum itu adalah milik PT CRS. Maka pihak-pihak yang memanen dan menjual TBS kebun inti PT CRS diduga kuat sudah melakukan tindak pidana dan ini harus dipertanggungjawabkan di muka hukum," tegas Nuriman.
Hal yang sama kata Nuriman, PKS-PKS yang menerima TBS tersebut harus pula bersiap menerima risiko hukum sebagai penadah barang hasil kejahatan. PKS-PKS lain yang menampung penjualan TBS tersebut, tidak bisa berdalih tidak tahu atau melemparkan tanggung jawabnya kepada KUD Langgeng.
"Karena perbuatan pidana resikonya ditanggung masing-masing. Tanggung jawabnya tidak bisa dilemparkan ke pihak lain, walaupun pihak lain (KUD Langgeng, red) menyatakan bertanggung jawab," jelas Nuriman.
Meski demikian, Nuriman berharap perselisihan tentang penerbitan sertifikat lahan KUD Langgeng bisa segera menemui titik temu.
"Kami berharap persoalan sertifikat lahan KUD Langgeng tidak dikaitkan dengan operasional PKS I. Karena ini merugikan semua, tidak hanya PT CRS tetapi juga KUD Langgeng dan petani plasma, karena akan berimbas ke pembagian deviden nantinya," jelasnya.
Menurutnya, jika polemik ini terus berlanjut, maka kerugian yang timbul dan keuntungan yang seharusnya diperoleh PT CRS, akan dituntut ganti ruginya akibat pemutusan sepihak oleh KUD Langgeng.
"Karena sesuai Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian berlaku sebagai undang-undang dan tidak dapat diputus sepihak, harus dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak ingin membatalkan perjanjian, maka harus diajukan di muka pengadilan disertai dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan," pungkas Nuriman.
Konflik antara KUD Langgeng dengan PT CRS pecah diawali tuntutan pengurus koperasi agar perusahaan menyerahkan sertifikat lahan kebun plasma seluas 10 ribu hektar. Menurut pengurus KUD Langgeng, janji penyerahan sertifikat hak milik harusnya pada 2005 lalu. Namun, sampai saat ini janji itu tak kunjung dilakukan.
Akibatnya, pengurus KUD Langgeng pun mengambil sikap keras dengan tidak menjual lagi hasil kebun sawit ke pabrik PT CRS. TBS kelapa sawit dijual ke pabrik lain sejak bulan lalu. (*)