Mendagri Kecewa APBD Terkuras Biayai Belanja Pegawai, Rakyat Dapat Apa?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyoroti kurang efektifnya kinerja belanja pemerintah daerah. Pasalnya, sebagian besar alokasi belanja daerah masih ditujukan untuk belanja pegawai.
“Belanja pemerintah ini belanja utama, apalagi daerah yang pendapatan asli daerah (PAD)-nya rendah dan masuk pemekaran. Ini belanja daerah betul-betul yang PAD-nya rendah berarti swastanya enggak hidup. Mereka hanya hidup hanya dari uang pemerintah," katanya dalam Seminar Internasional Desentralisasi Fiskal di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (3/10).
"Apalagi uang pemerintah kalau kita bedah lagi isinya sebagian besar itu untuk belanja pegawai dan belanja barang jasa, untuk pegawai juga. Terus ke mana untuk rakyatnya? Itu yang menjadi problem juga," sindir Tito.
Tito lantas mengapresiasi kebijakan Kementerian Keuangan yang melakukan earmarking duit negara alias pengalokasian untuk pos-pos tertentu. Dengan kebijakan ini, APBD bisa lebih terkontrol dan mengutamakan kebutuhan dasar, seperti pendidikan hingga kesehatan.
Ia menegaskan jangan sampai hal-hal mendasar tersebut ditinggalkan pemda karena sibuk membelanjakan duit negara untuk pegawainya sendiri.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman turut menyinggung soal penurunan alokasi belanja pegawai di APBD. Ini tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alias UU HKPD.
"Jadi, selama 5 tahun mendatang masalah upah harus diturunkan maksimum 30 persen saja alokasinya, karena di beberapa daerah upah dan gaji hampir mencakup 50 persen dari dana mereka. Kami berikan masa transisi 5 tahun. Harapannya, semua pemda cuma mengalokasikan maksimal 30 persen untuk belanja pegawai," jelas Luky.
Sementara, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman menyinggung soal penurunan alokasi belanja pegawai di APBD. Ini tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alias UU HKPD.
"Jadi, selama 5 tahun mendatang masalah upah harus diturunkan maksimum 30 persen saja alokasinya, karena di beberapa daerah upah dan gaji hampir mencakup 50 persen dari dana mereka. Kami berikan masa transisi 5 tahun. Harapannya, semua pemda cuma mengalokasikan maksimal 30 persen untuk belanja pegawai," jelas Luky.
"Pemda juga diharapkan mengalokasikan setidaknya 40 persen untuk belanja infrastruktur selama 5 tahun mendatang. Jadi, pemda dipaksa untuk belanja lebih baik. Harapannya kami bisa memberikan motivasi ke pemda untuk meningkatkan performanya dengan memberi insentif. Jadi, semakin baik maka semakin banyak dana yang mereka peroleh," sambungnya.
Luky pun mengakui bahwa operasi tangkap tangan (OTT) korupsi pejabat daerah kian banyak dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh karena itu, UU HKPD hadir untuk ikut mencegah tindakan tak terpuji tersebut dengan memperbaiki tata kelola. (*)