DPR Sahkan RUU ASN dan Pastikan Tak Ada PHK Massal Bagi Honorer
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Pemerintah berupaya menyelamatkan nasib tenaga honorer yang jumlahnya diperkirakan mencapai jutaan orang. Upaya untuk menyelamatkan tenaga honorer dari pemecatan massal itu dilakukan melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) yang disahkan di Rapat Paripurna menjadi Undang-Undang.
Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (03/10/2023), RUU Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) resmi disahkan. Sidang ini dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan terima kasih kepada DPR, khususnya Komisi II DPR, yang telah memberikan banyak masukan berarti di RUU ASN.
“Terima kasih kepada DPR dan semua pihak yang telah mempersembahkan pemikiran terbaik untuk RUU ASN ini, mulai dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), akademisi, Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), asosiasi pemerintah daerah, kementerian/lembaga, forum tenaga non-ASN, hingga berbagai stakeholder terkait," tuturnya.
Salah satu isu krusial dalam RUU ini adalah tersedianya payung hukum untuk penataan tenaga non-ASN (honorer) yang jumlahnya mencapai lebih dari 2,3 juta orang dengan mayoritas berada di daerah.
“Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN, yaitu tidak boleh ada pemurusan hubugan kerja (PHK) massal yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal,” ujar Anas.
“Ada lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN. Kalau kita normatif, maka mereka tidak lagi bekerja pada November 2023. Disahkannya RUU ini memastikan semuanya aman dan tetap bekerja. Istilahnya, kita amankan dulu agar bisa terus bekerja,” imbuhnya.
Anas mengatakan, akan terdapat perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), sehingga bisa menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer.
“Nanti rincikan lewat peraturan pemerintah (PP),” ujar mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.
Anas menambahkan, beberapa prinsip krusial yang akan diatur di PP adalah tidak boleh ada penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini. Sebab, kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan.
"Pemerintah dan DPR menyatakan agar pendapatan tenaga non-ASN tidak menurun akibat adanya penataan ini. Langkah ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN,” ujar Anas.
Di sisi lain, lanjut Anas, pemerintah juga mendesain agar penataan ini tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah sudah menyepakati 15 bab pada revisi UU Nomor 5 Tahun 2014.
Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU ASN Syamsuriz menuturkan pada Bab I disepakati ketentuan umum, mengatur tentang definisi ASN, pegawai ASN, ASN, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), manajemen ASN, digitalisasi manajemen ASN, jabatan manajerial dan non-manajerial hingga ubahan istilah gaji menjadi penghasilan.
"Pada Bab II tentang asas nilai dasar, serta kode etik, dan kode perilaku. Menghapus norma prinsip sudah tercantum dalam niali dasar, mengubah nilai dasra yang lebih operasional, serta memberikan penguatan terhadap core values ASN, yaitu berakhlak yang dilaunching Presiden RI pada 27 Juli yang berlaku untuk semua ASN di semua ASN pemerintah. Nilai berakhlak kemudian dijabarkan dalam kode etik dan kode perilaku," ujar Syamsurizal.
Berikutnya, Bab III berisi jenis dan kedudukan, mengatur tentang jenis, dan kedudukan pegawai ASN serta menambah usulan norma baru yaitu tugas/jabatan pemerintah tertentu, PPPK dapat bekerja secara penuh waktu atau paruh waktu.
Pada Bab IV fungsi, tugas, dan peran
mengatur tentang fungsi, tugas, dan peran ASN tidak ada perubahan.
Pada, Bab V mengatur soal jabatan ASN mengatur tentang jenis jabatan ASN, mengelompokkan jenis jabatan menjadi dua yaitu jabatan manajerial dan nonmanajerial. Jabatan manajerial terdiri dari jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya, jabatan tinggi pratama, jabatan administrator, dan jabatan pengawas. Lalu, jabatan nonmanajerial terdiri dari jabatan fungsional dan jabatan pelaksana.
Pada Bab VI terjadi mengatur soal hak dan kewajiban mengatur tentang hak dan kewajiban pegawai ASN. Bab VII terkait kelembangaan dan mengatur tentang kelembagaan.
"Bab VIII manajemen ASN, mengatur tentang manajemen ASN," ujar Syamsurizal.
Selanjutnya, Bab IX mengatur pegawai ASN yang menjadi pejabat negara serta mengatur tentang pegawai ASN yang menjadi pejabat negara. Lalu, BAB X terkait organisasi, mengatur tentang organisasi profesi ASN.
”Bab XI soal digitalisasi manajemen ASN. Bab XII penyelesaian sengketa, mengatur tentang penyelesaian sengketa pegawai ASN. Kemudian, Bab XIII soal larangan, mengatur tentang larangan mengangkat pegawai non-ASN dan sanksinya," kata Syamsurizal.
Kemudian, Bab XIV terkait ketentuan peralihan dan mengatur tentang ketentuan peralihan. Terakhir, Bab XV yakni penutup.