Gubernur Syamsuar Patok Pengurangan 32,2 Persen Emisi Merkuri dari PLTU di Riau, Bagaimana Caranya?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Riau menimbulkan emisi merkuri yang bisa berdampak pada kesehatan dan pencemaran lingkungan. Emisi senyawa kimia merkuri ditimbulkan dari pembakaran (boiler) batu bara yang dioperasikan oleh sejumlah PLTU tersebut.
Apa langkah Pemprov Riau untuk mengurangi emisi merkuri yang merupakan isu global tersebut?
Dalam dokumen Peraturan Gubernur Riau Nomor 15 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (PPM) di Provinsi Riau, disebutkan bahwa Pemprov Riau mematok target pengurangan emisi merkuri sebesar 32,2 persen bidang prioritas energi pada 2030 mendatang.
BERITA TERKAIT: Penambangan Emas Marak di Kuansing-Inhu, Ternyata Pemprov Riau Sudah Targetkan 100 Persen Penghapusan Merkuri di 2025
Beleid daerah yang diteken Gubernur Syamsuar pada 10 Mei 2021 silam itu, juga mengatur soal PPM pada tiga bidang prioritas lain yakni manufacture, penambangan emas skala kecil dan kesehatan.
Nah, dalam lampiran Pergub tersebut, target RAD-PPM bidang prioritas energi dipatok menurun hingga sebesar 33,2 persen dari jumlah merkuri sebelum adanya kebijakan RAN-PPM dan RAD-PPM di tahun 2030.
Adapun pengurangan merkuri di bidang prioritas energi berupa penurunan emisi merkuri berdasarkan business as usual (BaU) dan tidak ditentukan tiap tahun.
Persentase penurunan emisi merkuri yang dimaksud adalah persentase penurunan emisi merkuri pada tahun 2030 berdasarkan proyeksi BaU dari tahun 2018 hingga tahun 2030.
Berdasarkan hasil kajian UNEP pada tahun
2017 menggunakan data draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tahun 2018-2037, inventarisasi emisi merkuri di tahun 2030 diproyeksikan sebesar 8,64 ton Hg dan akan dilakukan penurunan emisi di tahun 2030 sebesar 4,31 ton Hg atau sebesar 33,2% persen.
"Mengacu hasil inventarisasi tersebut, baseline berdasarkan BaU pada tahun 2030 adalah 12,95 ton. Untuk bidang prioritas energi, baseline ditetapkan sebagai proyeksi emisi merkuri pada tahun 2030. Proyeksi tersebut menggunakan data dasar kondisi Business as Usual (BaU) pada tahun 2018," demikian tertulis dalam lampiran Pergub Riau tersebut.
Sementara itu, berdasarkan hasil kajian teknis Pemerintah Daerah Provinsi Riau, diketahui pada tahun 2017 terdapat 8 unit PLTU berbahan bakar batu bara yang berada di Provinsi Riau. Meliputi PLTU Tenayan Raya, PLTU Tembilahan, dan 6 unit PLTU Untuk Kepentingan Sendiri.
Adapun penetapan jumlah emisi dan lepasan merkuri dari kedelapan PLTU tersebut pada tahun 2019 diperoleh dari analisa data penggunaan bahan baku batubara sebanyak 1.740.000 ton per tahun. Selain itu juga mengacu pada data Nilai Kalor Bersih (NCV) batubara spesifik yang digunakan senilai 3.800-4.700 kcal/kg.
Dengan data tersebut, maka nilai emisi parameter merkuri adalah pada kisaran 0,054965734- 0,0667389254 ton Hg/tahun atau sebesar 54,96-66,73 kg merkuri per tahun.
"Target pengurangan pada tahun 2030 ditetapkan sebesar 33,2 persen dari kondisi BaU (1.740.000 ton) yaitu sebesar 44,57 kg," tulis dokumen Pergub Riau Nomor 15 Tahun 2021.
Dalam Pergub Riau tersebut, dua organisasi perangkat daerah (OPD) mendapat penugasan untuk mengawal target pengurangan emisi merkuri pada PLTU di Riau. Yakni Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam mengawal target pengurangan emisi merkuri tersebut yakni melalui tiga langkah strategis dan teknis. Di antaranya tindakan pengawasan penerapan panduan BAT dan BEP pengendalian emisi merkuri dari boiler PLTU berbahan bakar batu bara. Selain itu lewat upaya pemantauan emisi dan lepasan merkuri secara berkala.
"Mengadakan sosialisasi pengendalian emisi dan lepasan merkuri dari sektor energi," tulis Pergub tersebut.
Kepala DLHK Provinsi Riau, Mamun Murod melalui Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Hidup dan Kehutanan DLHK Riau, Embiyarman menyatakan, Pergub Riau tentang RAD-PPM sebagai bentuk langkah pro aktif Pemprov Riau dalam merespon isu-isu aktual berkaitan dengan emisi senyawa kimia berbahaya.
Apalagi, kata Embiyarman, Indonesia telah meratifikasi Minamata Convention of Mercury lewat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri. UU tersebut ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM).
"Artinya, Pemprov Riau berkomitmen dalam melakukan langkah-langkah konkret dalam pengurangan emisi merkuri," kata Embiyarman. (*)