Subsidi LPG 3 Kg Bengkak Tiap Tahun, Kok Bisa?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) subsidi tabung 3 kilo gram (Kg) terus membengkak tiap tahun. Pemerintah pun melakukan sejumlah upaya untuk menekan subsidi, salah satunya adalah dengan meminta masyarakat untuk melakukan registrasi pembelian.
Langkah tersebut diharapkan bisa membuat subsidi LPG3 Kg lebih tepat sasaran.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta masyarakat pengguna LGP 3 Kg untu melakukan registrasi ke Pertamina hingga 31 Desember 2023. Registrasi ini bertujuan untuk pendataan bagi masyarakat yang berhak membeli LPG 3 Kg bersubsidi.
Pasalnya, penyaluran gas "melon" akan dilakukan secara tepat sasaran dengan menggunakan data Kartu Identitas Penduduk(KTP).
Data registrasi tersebut akan dicocokkan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Dengan demikian, subsidi diharapkan menyasar kepada kelompok yang lebih tepat.
Penggunaan KTP dalam setiap pembelian LPG 3 Kg LPG 3 Kg sendiri diatur dalam Kepmen No. 37.K/MG.01/MEM.M/2023 dan Kepdirjen No. 99.K/MG.05/DJM/2023 yang menyebutkan konsumen pengguna LPG 3 Kg harus terdata by name by address.
Subsidi LPG 3 Kg Bengkak Tiap Tahun
Kementerian ESDM memperkirakan penyerapan LPG 3 kg hingga Desember 2023 mencapai 8,22 juta ton. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada 2022 yang tercatat 7,99 juta ton.
Untuk tahun depan, kuota ditetapkan sebesar 8,3 juta ton. Realisasi penyaluran LPG 3 Kg hingga Juli 2023 sudah mencapai 58% dari kuota.
Tingginya konsumsi LPG 3 Kg inilah yang semakin membebani anggaran pemerintah. Selain konsumsi, subsidi juga membengkak karena pelemahan rupiah dan harga produk LPG (Contract Price Aramco/CP Aramco).
Data Kementerian Keuangan menunjukkan subsidi membengkak hampir tiga kali lipat dari Rp 38,7 triliun pada 2017 menjadi Rp 100,39 triliun pada 2022.
Volume penyaluran LPG tabung 3 Kg mengalami tren peningkatan dari 6,8 juta ton ton pada 2019 menjadi 7,99 juta ton pada 2022.
Hanya 39% Pembeli LPG yang Tepat Sasaran
Subsidi LPG 3 Kg merupakan bagian dari program konversi minyak tanah ke LPG yang dinisiasi tahun 2006 dan dilaksanakan 2007. Konversi diharapkan bisa menekan subsidi energi, mengurangi penyalahgunaan subsidi minyak tanah, serta meningkatkan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.
Sejak program ini dilakukan mulai 2007, harga LPG 3 Kg sebesar Rp 4.250/Kg belum pernah dinaikkan atau disesuaikan padahal harga gas terus membengkak.
Persoalan menjadi rumit karena konsumsi LPG Gas Melon terus membengkak sementara produksi dalam negeri sangat terbatas. Akibatnya impor terus membengkak dan membebani anggaran.
Laporan Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berjudul Policy Paper (Naskah Kebijakan) Reformasi Kebijakan Subsidi LPG Tepat Sasaran: Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan menyebutkan konsumsi LPG terus meningkat secara drastis rata-rata 34,7% per tahun.
TNP2K mengatakan salah satu faktor dari pembengkakan subsidi adalah banyaknya masyarakat yang seharusnya tidak menikmati subsidi malah menikmati subsidi. Distribusi LPG 3 kg yang dilakukan secara terbuka juga membuat upaya pemerintah menekan subsidi tidak berjalan optimal.
Disparitas harga antara LPG tabung 3 kg dan 12 kg sangat lebar sehingga masyarakat beralih ke LPG 3 kg.
Berdasarkan studi, hanya 39% pengguna LPG 3 Kg yang masuk dalam 40% rumah tangga paling miskin. Pengguna elpiji 3 kg lebih sedikit di pedesaan yang sebenarnya menjadi target utama subsidi.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2022 menyebutkan konsumsi LPG untuk kebutuhan rumah tangga meningkat dari 4,14 juta ton pada 2011 menjadi 8,21 juta ton pada 2022.
Data Kementerian ESDM juga menunjukkan volume impor LPG terus membengkak dari 1,62 juta ton pada 2010 menjadi 6,74 juta ton pada 2022.
Pada 2022, jumlah penjualan LPG mencapai 8,56 juta ton. Dari jumlah tersebut hanya 1,99 juta ton yang diproduksi dalam negeri sementara 6,74 juta ton adalah impor. (*)