Penambangan Emas Marak di Kuansing-Inhu, Ternyata Pemprov Riau Sudah Targetkan 100 Persen Penghapusan Merkuri di 2025
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Penambangan emas di wilayah Kuantan Singingi (Kuansing) dan Indragiri Hulu (Inhu) masih marak terjadi. Jajaran kepolisian saban waktu melakukan operasi penertiban disertai pemusnahan peralatan tambang ilegal yang telah merusak lingkungan sungai dan ekosistem di daerah tersebut.
Aksi penambangan emas tanpa izin (PETI) tersebut telah mencemari lingkungan, khususnya disebabkan penggunaan bahan berbahaya dan beracun yakni merkuri (Hg). Senyawa kimia bernomor atom 80 ini selain memicu kerusakan ekosistem, juga merupakan zat pemicu kanker (karsinogenik) yang sangat mengerikan.
Nah, di tengah masih ramainya aksi kucing-kucingan masyarakat menambang emas, ternyata Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah menetapkan rencana aksi untuk penghapusan merkuri dalam kegiatan Penambangan Emas Skala Kecil (PESK).
Tak tanggung-tanggung, pada tahun 2025 mendatang ditargetkan penghapusan penggunaan merkuri dalam PESK hilang 100 persen alias PESK tanpa merkuri.
Target tersebut tertuang dalam dokumen Peraturan Gubernur Riau Nomor 15 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (PPM) di Provinsi Riau. Beleid daerah yang diteken Gubernur Syamsuar pada 10 Mei 2021 silam mengatur soal PPM pada setidaknya empat sub sektor, salah satunya dalam kegiatan PESK.
"Penghapusan merkuri sebesar 100 persen dari jumlah merkuri sebelum adanya kebijakan RAD-PPM Provinsi di tahun 2025 untuk bidang prioritas pertambangan emas skala kecil (PESK)," demikian bunyi Pasal 4 ayat 1 poin b Peraturan Gubernur Riau Nomor 15 Tahun 2021 dikutip SabangMerauke News, Rabu (27/9/2023).
Dalam lampiran Pergub Riau tersebut, tertera sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Riau yang terlibat, baik sebagai penanggung jawab maupun instansi pendukung.
Di antaranya Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Bappeda Litbang, Biro Hukum Setdaprov, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian, UMKM dan Koperasi serta Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Berdasarkan baseline bidang PESK pada tahun 2018, terdapat 4 lokasi PESK yang tersebar di Provinsi Riau. Ditargetkan pada akhir tahun 2025, tidak terdapat lagi PESK yang tidak memiliki izin.
"Penetapan baseline bidang PESK untuk Provinsi Riau ditentukan melalui keberadaan PESK di wilayahnya. Dalam hal suatu kabupaten terdapat satu atau lebih PESK dalam wilayahnya, maka baseline (lokasi) di kabupaten/ kota tersebut ditetapkan 1 lokasi," demikian bunyi lampiran Pergub tersebut.
Sementara, penentuan target RAD-PPM Provinsi Riau mengikuti skema target Rencana Aksi Nasional (RAN)-PPM.
Berdasarkan hasil kajian teknis diketahui di wilayah Provinsi Riau terdapat 5 wilayah kabupaten yang terdapat PESK menggunakan merkuri. Meliputi kegiatan PESK di Kabupaten Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Kampar, Pelalawan dan Rokan Hulu.
"Saat ini di Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu dan Kampar hampir tidak ditemukan lagi kegiatan PESK. Namun di Kabupaten Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu PESK masih ditemukan," tulis Pergub tersebut.
Kepala DLHK Provinsi Riau, Mamun Murod melalui Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Hidup dan Kehutanan DLHK Riau, Embiyarman menjelaskan pihaknya berupaya seefektif mungkin untuk mencapai target RAD-PPM di sektor kegiatan PESK tersebut dapat diwujudkan pada 2025 mendatang.
Sejumlah strategi dan agenda telah ditempuh diawali dengan penguatan komitmen, koordinasi dan kerjasama antar instansi terkait dan penguatan koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah.
"Memang dibutuhkan komitmen bersama dan koordinasi yang intens untuk mewujudkan target RAD-PPM tersebut," kata Embiyarman.
Meski demikian, dalam mewujudkan RAD-PPM tersebut juga dibutuhkan penguatan keterlibatan masyarakat melalui komunikasi, informasi dan edukasi. Selain itu diperlukan adanya penerapan teknologi alternatif pengolahan emas bebas
merkuri.
Pada sisi lain juga perlu dilakukan pengalihan
mata pencaharian masyarakat lokal atau tempatan dan terakhir lewat penguatan penegakan hukum melalui instansi atau otoritas terkait. (*)